Bukan hanya paceklik dalam pengertian “musim kekurangan bahan makanan” saja yang sedang terjadi di negeri kita, tetapi, dan yang lebih mengerikan bagi kehidupan bangsa dan negara, adalah paceklik nalar sehat dan kesantunan dalam politik yang terjadi di dalam elit DPR-RI, yang notabene adalah lembaga para wakil rakyat itu. Nuansa paceklik ini begitu dahsyat dan mendalam bagi kehidupan berbangsa dan bernegara walaupun penampakan peristiwanya hanya kurang dari 30 menit, jika dilihat dari tayangan YouTube. Yang saya maksud tentu saja adalah kehadiran Ketua dan Wakil Ketua DPR-RI, Setya Novanto (SN) dan Fadli Zon (FZ), dalam konferensi pers kampanye capres AS, Dobald Trump (DT).
Fallacy berasal dari bahasa Yunani yang berarti ‘sesat pikir’. Fallacy didefinisikan secara akademis sebagai kerancuan pikir yang diakibatkan oleh ketidakdisiplinan pelaku nalar dalam menyusun data dan konsep, secara sengaja maupun tidak sengaja. Hal ini juga bisa diterjemahkan dalam bahasa sederhana sebagai berpikir ‘ngawur’.
Ada dua pelaku fallacy yang terkenal dalam sejarah filsafat, yaitu mereka yang menganut Sofisme dan Paralogisme. Disebut demikian karena yang pertama-tama mempraktekkannya adalah kaum sofis, nama suatu kelompok cendekiawan yang mahir berpidato pada zaman Yunani kuno. Mereka melakukan sesat pikir dengan cara sengaja menyesatkan orang lain, padahal si pengemuka pendapat yang diserang sebenarnya justru tidak sesat pikir. Mereka selalu berusaha memengaruhi khalayak ramai dengan argumentasi-argumentasi yang menyesatkan yang disampaikan melalui pidato-pidato mereka agar terkesan kehebatan mereka sebagai orator-orator ulung. Umumnya yang sengaja ber-fallacy adalah orang menyimpan tendensi pribadi. Sedangkan yang berpikir ngawur adalah orang yang tidak menyadari kekurangan dirinya atau kurang bertanggungjawab terhadap setiap pendapat yang dikemukakannya atau biasa disebut dengan istilah paralogisme.
Fallacy sangat efektif dan manjur untuk melakukan sejumlah aksi tak bermoral, seperti mengubah opini publik, memutar balik fakta, pembodohan publik, fitnah, provokasi sektarian, pembunuhan karakter, memecah belah, menghindari jerat hukum, dan meraih kekuasaan dengan janji palsu.
Begitu banyak manusia yang terjebak dalam lumpur “fallacy”, sehingga diperlukan sebuah aturan baku yang dapat memandunya agar tidak terperosok dalam sesat pikir yang berakibat buruk terhadap pandangan dunianya. Seseorang yang berpikir tanpa mengikuti aturan logika yang ada, terlihat seperti berpikir benar dan bahkan bisa memengaruhi orang lain yang juga tidak mengikuti aturan berpikir yang benar.
Dalam sejarah perkembangan logika terdapat berbagai macam tipe kesesatan dalam penalaran.Secara sederhana kesesatan berpikir dapat dibedakan dalam dua kategori, yaitu kesesatan formal dan kesesatan material.
Kesesatan formal adalah kesesatan yang dilakukan karena bentuk (forma) penalaran yang tidak tepat atau tidak sahih. Kesesatan ini terjadi karena pelanggaran terhadap prinsip-prinsip logika mengenai term dan proposisi dalam suatu argumen (hukum-hukum silogisme).
Kesesatan material adalah kesesatan yang terutama menyangkut isi (materi) penalaran. Kesesatan ini dapat terjadi karena faktor bahasa (kesesatan bahasa) yang menyebabkan kekeliruan dalam menarik kesimpulan, dan juga dapat teriadi karena memang tidak adanya hubungan logis atau relevansi antara premis dan kesimpulannya (kesesatan relevansi).
Berikut ini adalah beberapa jenis fallacy yang dikategorikan sebagai “Kesesatan Relevansi” (Kesesatan Material). Fallacy jenis ini sejak dahulu sering dilakukan oleh kaum sofis sejak masa Yunani kuno, jadi sama sekali bukan hal baru:
Fallacy of Dramatic Instance, yaitu kecenderungan dalam melakukan analisa masalah sosial dengan menggunakan satu-dua kasus saja untuk mendukung argumen yang bersifat general atau umum (over generalisation).
Contoh: “Semua yang menentang hukuman mati para terpidana narkoba berarti adalah pelaku atau pendukung kejahatan narkoba. Saya melihat sendiri dengan mata kepala saya bahwa tetangga saya kemarin begitu ngotot menentang hukuman mati bagi pengedar narkoba, eh, ternyata seminggu kemudian ia tertangkap polisi karena mengedarkan narkoba.”
Pembuktian Sesat Pikir: Satu-dua kasus yang terjadi terkait pengalaman pribadi kita dalam satu lingkungan tertentu tidak bisa dengan serta merta dapat ditarik menjadi satu kesimpulan umum yang berlaku di semua tempat.
Argumentum ad Hominem Tipe I (Abuse): Ini adalah jenis sesat pikir yang terjadi ketika argumentasi yang diajukan tidak tertuju pada persoalan yang sesungguhnya, tetapi justru menyerang pribadi yang menjadi lawan bicara.
Contoh: Saya tidak ingin berdiskusi dengan Anda, karena caraberpikir Anda seperti seorang anak kecil yang bodoh dan tidak tahu apa-apa.
Pembuktian Kesesatan Berpikir: Argumen Anda menjadi benar, bukan dengan membodohi atau menganggap remeh orang lain, tetapi karena argumen Anda disusun berdasarkan kaidah logika yang benar dan bukti-bukti atau teori yang telah diakui kebenarannya secara ilmiah.
Argumentum ad Hominem Tipe II (Sirkumstansial): Berbeda dari argumentum ad hominem tipe I, maka sesat pikir jenis ad hominem tipe II ini menyerang pribadi lawan bicara sehubungan dengan keyakinan seseorang dan atau lingkungan hidupnya, seperti: kepentingan kelompok atau bukan kelompok tertentu, juga hal-hal yang berkaitan dengan SARA.
Contoh: “Saya tidak setuju dengan apa yang dikatakan olehnya terkait agama Islam, karena ia bukan orang Islam.”
Pembuktian Kesesatan Berpikir: Ketidaksetujuan tersebut bukan karena hasil penalaran dari argumentasi yang logis, tetapi karena lawan bicara berbeda agama.
Argumentum Auctoritatis: Ini adalah jenis sesat pikir yang terjadi ketika nilai penalaran ditentukan semata oleh keahlian atau kewibawaan orang yang mengemukakannya. Jadi suatu gagasan diterima sebagai gagasan yang benar hanya karena gagasan tersebut dikemukakan oleh seorang yang sudah terkenal keahliannya.
Contoh: “Saya meyakini bahwa pendapat dosen itu benar karena ia seorang guru besar.”
Pembuktian Sesat Pikir: Kebenaran suatu pendapat bukan tergantung pada siapa yang mengucapkannya, meski ia seorang guru besar sekalipun, tetapi karena ketepatan silogisme yang digunakan berdasarkan aturan logika tertentu dan atau berdasarkan verifikasi terhadap fakta atau teori ilmiah yang ada.
Kesesatan Non Causa Pro Causa (Post Hoc Ergo Propter Hoc): Ini adalah jenis sesat pikir yang terjadi ketika terjadi kekeliruan penarikan kesimpulan berdasarkan sebab-akibat. Orang yang mengalami sesat pikir jenis ini biasanya keliru menganggap satu sebab sebagai penyebab sesungguhnya dari suatu kejadian berdasarkan dua peristiwa yang terjadi secara berurutan. Orang lalu cenderung berkesimpulan bahwa peristiwa pertama merupakan penyebab bagi peristiwa kedua, atau peristiwa kedua adalah akibat dari peristiwa pertama–padahal urutan waktu saja tidak dengan sendirinya menunjukkan hubungan sebab-akibat.
Contoh: Anda membuat surat untuk seseorang yang anda cintai dengan menggunakan pulpen A, dan ternyata cinta Anda diterima. Kemudian pulpen A itu anda gunakan untuk ujian, dan Anda lulus. “Ini bukan sembarang pulpen!” kata Anda. “Pulpen ini mengandung keberuntungan.”
Pembuktian Sesat Pikir: Cinta Anda diterima oleh sebab orang yang Anda cintai juga menerima cinta Anda, bukan karena pena yang Anda gunakan untuk menulis surat cinta. Anda lulus ujian, bukan karena pena yang Anda gunakan mengandung keberuntungan, tetapi karena Anda menguasai dengan baik materi yang diujikan dan dapat menjawab dengan benar sebagian besar materi ujian secara tepat waktu.
Argumentum ad Baculum: Ini adalah jenis sesat pikir yang terjadi ketika argumen yang diajukan berupa ancaman dan desakan terhadap lawan bicara agar menerima suatu konklusi tertentu, dengan alasan bahwa jika menolak akan berdampak negatif terhadap dirinya
Contoh: “Jika Anda tidak mengakui kebenaran apa yang saya katakan, maka Anda akan terkena azab Tuhan. Karena yang saya ungkapkan ini bersumber dari ayat-ayat suci agama yang kita yakini.”
Pembuktian Sesat Pikir: Tuhan tidak mengazab seseorang hanya karena orang itu tidak menyetujui pendapat Anda atau tafsir Anda terhadap ayat-ayat kitab suci. Sebab, berdasarkan ajaran berbagai agama yang Anda anut, Tuhan hanya menghukum ketika Anda berbuat dosa sementara belum sungguh-sungguh bertobat menyesalinya. Jadi, tidak benar jika dikatakan Tuhan akan mengazab lawan bicara Anda hanya karena ia tak menyetujui pendapat Anda.
Argumentum ad Misericordiam: Ini adalah jenis sesat pikir yang terjadi ketika argumen sengaja diarahkan untuk membangkitkan rasa belas kasihan lawan bicara dengan tujuan untuk memperoleh pengampunan atau keinginan tertentu.
Contoh: “Hukuman mati terhadap pengedar narkoba itu harus dilakukan, karena alangkah sedihnya perasaan mereka yang keluarganya menjadi korban narkoba. Betapa beratnya hidup yang harus ditanggung oleh keluarga korban narkoba untuk menyembuhkan dan merawat korban narkoba, belum lagi bila keluarga mereka yang kecanduan narkoba itu meninggal. Betapa hancur hati mereka. Oleh sebab itu hukuman mati bagi pengedar narkoba adalah hukuman yang sudah semestinya.”
Pembuktian Sesat Pikir: Hukuman mati bagi penjahat narkoba itu tidak dijatuhkan berdasarkan penderitaan keluarga korban, tetapi karena pelaku tersebut terbukti melanggar perundangan-undangan yang berlaku di dalam satu proses pengadilan yang sah, bersih, dan adil.
Argumentum ad Ignorantiam: Ini adalah jenis sesat pikir yang terjadi ketika seseorang memastikan bahwa sesuatu itu tidak ada oleh sebab kita tidak mengetahui apa pun juga mengenai sesuatu itu atau karena belum menemukannya.
Contoh: “Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) itu tak ada gunanya, karena sampai sekarang korupsi masih terus terjadi.”
Pembuktian Sesat Pikir: KPK dibutuhkan bukan ketika korupsi sudah berhasil diberantas, tetapi justru saat korupsi masih merajalela di tingkat aparat penegak hukum lainnya (mafia peradilan), aparat birokrasi, dan pejabat politik.
Argumentum ad Populum: Ini adalah jenis sesat pikir yang terjadi ketika seseorang berpendapat bahwa sesuatu pernyataan adalah benar karena dibenarkan oleh banyak orang.
Contoh: “Semua orang yang saya kenal sebagai tokoh-tokoh berintergritas bersikap pro presiden, itu berarti kritik terhadap presiden hanya dilemparkan oleh sebagian kecil orang yang tidak puas karena tidak mendapat jabatan dalam kabinet Jokowi.”
Pembuktian Sesat Pikir: Kebenaran atau kesalahan suatu kritik tidak tergantung pada seberapa banyak orang yang mendukung atau menentang orang yang dikritik, tetapi terkait dengan ketepatan argumen dari kritik yang dilontarkan–baik dalam konteks silogisme maupun pembuktian argumen dan atau koherensinya dengan teori-teori ilmiah yang sudah diuji kebenarannya.
Appeal To Emotion: Ini adalah jenis sesat pikir yang terjadi akibat argumentasi sengaja tidak diarahkan kepada persoalan yang sesungguhnya, tetapi dibuat sedemikian rupa untuk menarik respon emosi si lawan bicara. Respon emosi bisa berupa rasa malu, takut, bangga, atau sebagainya.
Contoh 1: “Mana mungkin orang baik seperti dia melakukan korupsi. Lihat saja kedermawanannya di masyarakat selama ini.”
Contoh 2: “Pemuda yang baik dan berintegritas, sudah semestinya turut serta berdemonstrasi menentang pejabat yang korupi!”
Contoh 3: “Pejabat Bank Indonesia itu dituduh korupsi, tapi lihatlah bagaimana anaknya mengajukan pembelaan sambil berurai air mata. Hal itu jelas menunjukkan bahwa kemungkinan besar pejabat Bank Indonesia itu tidak melakukan korupsi.”
lgnoratio Elenchi: Ini adalah jenis sesat pikir yang terjadi saat seseorang menarik kesimpulan yang tidak relevan dengan premisnya. Loncatan dari premis ke kesimpulan semacam ini umum dilatarbelakangi prasangka, emosi, dan perasaan subyektif. Ignoratio elenchi juga dikenal sebagai kesesatan “red herring”.
Contoh 1: Kasus pembunuhan umat minoritas difokuskan pada agamanya, bukan pada tindak kekerasan yang terjadi pada umat minoritas itu.
Contoh 2: Sia-sia bicara politik, kalau mengurus keluarganya saja tidak becus.
Kesesatan Aksidensi: Ini adalah jenis kesesatan berpikir yang dilakukan oleh seseorang bila ia memaksakan aturan-aturan/cara-cara yang bersifat umum pada suatu keadaan atau situasi yang bersifat aksidental–situasi yang bersifat kebetulan.
Contoh 1: Gula baik karena gula adalah sumber energi, maka gula juga baik untuk penderita diabetes.
Contoh 2: Orang yang makan banyak daging akan menjadi kuat dan sehat, karena itu vegetarian juga seharusnya makan banyak daging supaya sehat.
Kesesatan karena Komposisi dan Divisi: Sesat pikir jenis ini terbagi ke dalam dua jenis, yaitu:
A. Kesesatan karena komposisi terjadi bila seseorang berpijak pada anggapan bahwa apa yang benar (berlaku) bagi individu atau beberapa individu dari suatu kelompok tertentu, pasti juga benar (berlaku) bagi seluruh kelompok secara kolektif.
Contoh: Joni ditilang oleh polisi lalu lintas di sekitar Jl. Sudirman dan Thamrin. Polisi itu meminta uang sebesar Rp. 100.000 bila Joni tidak ingin ditilang, maka semua polisi lalu lintas di sekitar Jl. Sudirman dan Thamrin adalah pasti pelaku pemalakan.
B. Kesesatan karena divisi terjadi bila seseorang beranggapan bahwa apa yang benar (berlaku) bagi seluruh kelompok secara kolektif pasti juga benar (berlaku) bagi individu-individu dalam kelompok tersebut.
Contoh 1: Banyak anggota DPR yang ditangkap KPK akhirnya terbukti korupsi dalam pengadilan Tipikor. Joni Gudel adalah anggota DPR, maka Joni Godel juga korupsi.
Petitio Principii: Sesat pikir jenis ini pertama kali dikemukakan oleh Aristoteles, perumus logika formal yang kita kenal sekarang. Kesesatan Petitio principii adalah semacam tautologis, semacam pernyataan berulang, yang terjadi karena pengulangan prinsip dengan prinsip. Sehingga meskipun rumusan (teks/kalimat) yang digunakan berbeda, sebetulnya sama maknanya.
Contoh 1:
Belajar logika berarti mempelajari cara berpikir tepat, karena di dalam berpikir tepat ada logika.
Contoh 2:
Siapakah aku? Aku adalah saya.
Eksekusi enam terpidana perkara narkoba baru saja, lima di antaranya warga negara asing, menimbulkan reaksi keras dari beberapa pemerintah negara yang bersangkutan.
Menurut penulis, reaksi-reaksi itu tak perlu terlalu dihiraukan. Pelaksanaan eksekusi itu telah mengikuti proses hukum yang benar. Tidak kelihatan ada keteledoran dari pihak kita. Maka kita sendiri yang memutuskan bagaimana hukum yang berlaku di negara kita itu dilaksanakan.
Akan tetapi, tak bisa tidak, eksekusi-eksekusi itu menimbulkan pertanyaan prinsip. Pertanyaan tentang kebenaran moral hukuman mati. Pertanyaan itu tidak kita jawab dengan mengintip pada pandangan negara lain, tetapi atas dasar kesadaran kita sendiri. Entah apa pandangan negara lain, harga diri kita sendiri menuntut agar kita membersihkan sistem hukum kita dari segala unsur yang tidak etis, tidak manusiawi, tidak benar.
Berikut saya ajukan secara singkat empat alasan mengapa, menurut keyakinan saya, hukuman mati harus kita hapus. Pertama sistem yudisial kita belum bersih dari praktik korup. Masa kita bersedia membunuh orang atas keputusan lembaga-lembaga yang tidak dapat dipastikan kejujurannya! (Baca juga: Presiden Joko Widodo, Jangan Eksekusi Mati Mary Jane Veloso).
Kedua adalah prinsipiil: hukuman mati satu-satunya hukuman yang tidak dapat dicabut sesudah dilaksanakan. Padahal kemungkinan kekeliruan selalu ada. Sistem terbaik pun tidak dapat 100 persen menjamin bahwa suatu putusan pengadilan tidak keliru.
Ketiga, menyangkut harkat kemanusiaan. Membunuh orang, kecuali untuk membela diri atau dalam pertempuran militer resmi adalah tindakan yang tidak termasuk wewenang manusia. Bukan kita yang memasukkan diri kita ke dalam eksistensi dan bukan kita yang berhak mencabut eksistensi itu. Maka, menghukum penjahat dengan mencabut nyawanya sebenanrnya merupakan hujatan terhadap Yang Memberi Hidup. Tak kurang!
Mungkin orang bilang, bukankah hukuman mati belum begitu lama dilaksanakan di semua negara dan masyarakat di dunia dan dibenarkan oleh semua agama, kok mendadak dianggap tidak dapat dibenarkan? Argumen ini tidak kuat. Bahwa sebuah perbuatan (hukuman mati) disetujui luas tidak berarti perbuatan itu tidak bisa jahat. Sama tidak benarnya seperti semboyan vox populi vox Dei (“suara rakyat, suara tuhan”). Suara rakyat jelas bukan suara Tuhan. Suara rakyat bisa juga jahat. Tak ada suara manusia -baik seseorang, sekelompok orang, maupun semua orang – yang sama dengan suara Tuhan. Bukankah kita tahu, rakyat bisa keliru, hati rakyat bisa penuh dendam, iri, benci.
Bahwa begitu lama hukuman mati tidak dipersoalkan bukanlah bukti hukuman mati dapat dibenarkan, melainkan kelonggaran sementara karena kekasaran hati manusia. Karena naluri mau balas dendam, manusia butuh waktu untuk menyadari bahwa ia tidak boleh membunuh. Namun, lama kelamaan manusia jadi lebih mengerti, lebih bertanggung jawab, maka ia mulai memahami bahwa hukuman mati melampaui wewenang moralnya.
Pernah ada hukum “mata demi mata, gigi demi gigi” (lex talionis, di Kitab Taurat). Namun pada waktu itu, 3000 tahun lalu, lex talionis merupakan langkah maju dalam proses de-kasarisasi hati manusia. Waktu itu, kalau orang memukul orang lain sehingga gigi atau mata hilang, ia akan membunuh. Lex talionis lantas membatasi: kalau matamu ditusuk, kau tak boleh membunuh, kau hanya boleh tusuk mata dia. Namun sekarang kita sudah maju. Kalau sekarang mata seseorang yang menusuk, ditusuk kembali, itu barbar.
Jadi, ada kemajuan dalam perjalanan umat manusia ke luar dari kekasaran. Dan sangat tepatlah sila kedua Pancasila: Kemanusiaan yang Adil dan Beradab. Hukuman mati belum beradab.
Kalau dalam agama-agama dulu, hukuman mati tidak ditolak, tetapi ditetapkan sebagai hukuman atas perbuatan jahat tertentu, itu pun perlu dimengerti dalam rangka de-kasarisasi hati manusia. Daripada pelanggaran apapun dibalas dengan membunuh pelanggar, hukuman mati – yang belum bisa dihapus sama sekali karena manusia masih terlalu kasar — dibatasi pada perbuatan kriminal paling jahat saja. Akan tetapi yang sebenarnya dimaksud: pada akhirnya manusia jadi sadar bahwa hukuman mati tidak pantas dan tidak dikehendaki Tuhan. Bisa juga dikatakan: Tuhan sabar dengan kekasaran hati kita, tetapi tidak untuk selamanya.
Alasan keempat, menurut kebanyakan ahli, hukuman mati tak punya efek jera. Ancaman hukuman mati tidak mengurangi kelakuan kriminal.
Ada beberapa pertimbangan tambahan. Di Indonesia ada orang yang baru dieksekusi puluhan tahun sesudah hukuman mati dijatuhkan, terutama beberapa orang yang dituduh “terlibat G30S/PKI”. Eksekusi semacam itu kehilangan segala legitimasi. Di lain pihak, Indonesia sudah cukup lama menahan diri dalam menjatuhkan hukuman mati. Hukuman mati sudah bukan hukuman rutin. Logika kenyataan positif itu adalah: akhiri hukuman mati sama sekali!
Tuntutan agar kita mencoret hukuman mati dari hukum pidana kita bukan karena ikut-ikutan luar negeri, melainkan demi harga diri kita sebagai bangsa yang beradab.
Franz Magnis-Suseno Rohaniwan; Guru Besar di Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara.
Melati Suryodarmo sedang menggiling arang, pagi Januari, dinding kaca, cahaya matahari mengaduk partikel hitam, entah perlu berapa kalori lelah gelisah buat satu kilogram serbuk arang. Satu pasangan muda masuk ke dalam restoran, lelaki membawa sebuah MacBook, segepok Straits Times, perempuan menggendong bayi, duduk di atas kursi melepaskan karbon dioksida, lelaki mengaduk satu cangkir putih kopi hitam, molekul saling tabrak di ujung sendok terbang ke atas menjadi awan, barangkali dicicipnya, lalu amat terlatih memeriksa isi sandwich, giliran gendong bayi. Perempuan segera periksa mangkuk salad, memindai MacBook selayang pandang Straits Times, gigit satu sudut sandwich, dua tiga garpu salad, kembali gendong bayi, lelaki mengaduk lagi, molekul saling tabrak terbang ke atas menjadi hujan, barangkali dicicipnya, buka halaman kriminal, gigit sudut lain sandwich. Tidak ada percakapan, tidak ada tukar pandang, mata mereka berenang di dalam akuarium teks dan gambar, sesekali baru terlihat naik ke atas permukaan air mengambil nafas sebelum kembali menyelam ke dasar samudera aksara. Sementara itu saya sedang menikmati saat-saat hening tak terkira, bayi amat kerjasama, Melati Suryodarmo sedang dengan duabelas jam asam arang dan basi keringat menyiksa orang-orang tidak punya bakat dan kapasitas menderita, -apa itu lapar takut dan putus asa, dan masih membara, bagai arang, semula pohon, lalu mati, sekarang lewat api merah membakar di dalam tubuhnya, kembali hidup, namun segera akan menjadi abu, kata Eileen Chang, hidup pertamanya adalah hijau terang, hidup keduanya adalah merah gelap, seperti alga atau jamur di dahan pohon waktu, pengubah nitrogen, sel demi sel, kata demi kata, bercampur mineral-mineral pilu, babak-belur hingga sebuah dunia layak hidup. Tapi satu pasangan muda ini tampak begitu rukun, baca koran, cicip kopi, salad dan roti, suhu sangat pas, bayi sedang tidur nyenyak pada satu sudut terang, dunia dan seluruh kemungkinannya.
2.
Berdiri di depan kamar pas sejarah melihat Titarubi gantung sebuah jubah emas, banyak orang datang mencobanya, Albuquerque pernah, Houtman pernah, Coen pernah, Courthope pernah. Dua orang Eropa menerobos ke dalam radarku, seperti sedang mencocokkan ukuran dan model, masih muda, pakai headphone, kulit agak udang rebus, sejenak sudah berlayar keluar dari batu karang jaman. Tinggal saya sendiri kandas pada sehamparan pasir waktu, melihat jubah emas hilang batang tubuh dan wajah sejarah, sisa sepasang tangan hangus, satu memegang buku, satu menunjuk lampu langit-langit, entah terlalu terang atau terlalu redup. Sementara itu seorang prajurit bayaran dari Swiss: Elie Ripon telah bersandar di bawah jubah menulis jurnal. Tidak ada yang penting, bahasa terpelintir, misal halaman bertanda tahun 1622; di sana tumbuh semacam buah, penduduk setempat sebut jaca, seperti labu air, buah yang tumbuh dari pohon ini berbeda dengan pohon lain; bunganya tumbuh keluar dari kelompok daun, langsung jadi buah, empat musim tersedia; Pala bentuknya seperti persik kita, bunganya seperti cangkang juga seperti selaput tipis, pohonnya kembaran pohon apel, daun juga persis. Durian dan nenas bersifat panas, bisa menyebabkan luka seperti terbakar, juga bisa membuat nafsu lelaki menyala. Lalu saya meninggalkan kamar pas sejarah, berjalan masuk ke dalam iklan cokelat dan jam tangan Zurich, pasangan-pasangan berbaju rapi terbingkai di dalam restoran penuh sesak, menu utama adalah daging rusa campur sauerkraut dan kastanye, pada sepotong jalan bagai kartu pos, saya cuma beli sebungkus kastanye panggang, kulit garing isi manis seperti semua rasa kampung halaman, di dalam begitu banyak godaan, saya hanya memilih sebungkus kecil kastanye panggang. Sebiji-sebiji, pelan-pelan menghabiskan. Hujan, saya berlindung ke dalam gereja, ada orang sedang merenung, ada orang sedang bekerja. Sudah berapa tahun kau di sini? Lampaui berapa kali perang dan damai? Apakah lukamu sudah diurus? Saya menyeka air hujan di leher, suasana dingin dan medung memang cocok buat merenung. Namun apakah kamu juga merasa letih? Kau tidak menjawab, suara mesin penyedot debu terlalu nyaring, kau sedang sibuk dengan pembersihan setiap pagi.
Saya sudah jarang membaca puisi hingga gemetar, hingga hilang tumpuan, hingga mata berkaca-kaca. Ternyata setelah hidup hampir setengah abad dan 40 tahun membaca puisi, masih dikasih kemurahan dan kemewahan begini. Teman kirim saya sebuah buku kumpulan puisi Yu Xiuhua ( 余秀华 ).
Sumber Gambar China Daily
Dia adalah seorang penyair yang menderita CP ( Cerebral Palsy ), seorang perempuan juga seorang petani. Yu Xiuhua lahir pada tahun 1976 di sebuah dusun di Hebei, karena lahir dalam posisi sungsang, kekurangan oksigen menyebabkan dia lumpuh otak, syaraf motorik terganggu. Setelah tamat Sekolah Menengah dia membantu di rumah, pada tahun 1998 mulai menulis puisi.
Sebagai seorang petani yang menderita CP, menulis baginya adalah sebuah cita-cita yang tak mungkin tercapai. Namun, dia mengeluarkan seluruh tenaga memaksa tangan kiri menekan pergelangan tangan kanan, menggores satu per satu kata yang bengkok dan berantakan. Dia memilih puisi yang paling hemat kata, mengabarkan kepada pembaca perjalanannya melawan nasib. Setiap orang yang menulis puisi dengan jiwa dan hidupnya adalah seorang pemberani. Mereka memperoleh sangat sedikit, mereka memberikan amat banyak. Mereka harus bertarung dengan kelumrahan, dengan budaya populer, dengan kehidupan, dengan harta dan kuasa, bahkan juga teman dan keluarga.
Dia mengambil puisi sebagai senjata, namun bukan buat membalas dendam, bukan buat menyakiti diri sendiri, tetapi ingin menunjukan bahwa dia bisa memandang enteng nasib dan kehidupan yang telah demikian keras terhadapnya, dengan puisi dia mengabarkan kepada pembaca, ketulusan tingkah lakunya yang tanpa basa-basi, keyakinannya terhadap hidup.
Dan apa itu puisi? Susah diberitakan, mungkin adalah sekelumit rasa yang berdenyut, atau sekelumit rasa yang mengendap. Namun ketika hati berseru, ia akan tiba dengan gaya seorang anak yang polos, dan ketika seseorang terhuyung-huyung melangkah di dunia yang terombang-ambing, ia akan tiba sebagai sebatang tongkat.
Mencintaimu
Begitu gagap hidup, setiap hari timba air, masak, makan obat tepat waktu
Saat matahari bagus taruh diri ke dalamnya, seperti sepotong kulit jeruk
Daun teh gonta-ganti minum: krisan, melati, mawar, lemon.
Perihal bagus begini seolah membawa aku ke arah jalan musim semi
Sebab itu aku berulang kali menahan salju di hati
Mereka terlalu bersih terlalu mendekati musim semi
Di dalam pekarangan bersih membaca puisimu. Kisah asmara dunia
Sekejap bagai burung pipit tiba-tiba terbang melintas
Dan waktu begitu putih bersih. Aku tidak cocok sedih pedih
Andai kirim sebuah buku buatmu, aku tidak akan mengirim puisi
Aku akan beri kau sejilid tentang tumbuhan, tentang ladang
Beritahu kau perbedaan lalang dan gandum
Beritahu kau musim semi sebatang lalang yang cemas
Porselin
Cacatku adalah dua ekor ikan terukir di atas vas porselin
Di dalam sungai sempit, saling lawan arah
Hitam dan putih dua ekor ikan
Tidak bisa gigit ekor sendiri, juga tidak bisa gigit ekor lawan
Hitam mau, putih juga mau
Aku hanya membisu, tidak ingin bertanya, tidak mau bertanya
Mereka selalu di tengah malam berenang
lewat beberapa garis retak vas porselin
Terhadap benda-benda yang terlihat, memilih tutup mulut.
Seandainya aku adalah normal, juga akan diukir di tempat sama
Agar orang tidak tahu bagaimana mengeluh.
Sebagai secangkir teh kau di ruang
transit Frankfurt atau Taipei
perlahan menguap dan ambar.
Tidak peduli 17 silabel atau 200 tahun
cuma diberi 2 jam menginjak bumi
O semut transit
termangu di tepi cangkir
kita pergi atau pulang
.
Bayang pesawat di dalam cangkir
udara mekar harum melati, terhadap waktu
lengket di atas koper, tahu almond
bertabur bintik matahari, daun teh melayang
turun, ke arah kenangan kita bergeser
Mozart di dalam iPod
86 miliar neuron
Mondar-mandir, buang waktu
.
Kau melewati jembatan Jepang
kolam teratai Monet, berhenti pada sekeping
dinding kaca. Dunia luar senyap, satu pesawat melintas
dua kali kau hilang anak istri: “ Apakah hidup pahit? “
“ Anicca, gradasi cahaya kukurung dalam 17 silabel “
Kikuk, lupa hafal dialog drama
Sepasang kecoa beradu antena:
kirim sinyal cinta
.
Dengan sepasang mata haiku kau mengukur
stamina Wordsworth membaca Prelude: Akhirnya
kau membuat aku mengerti, apa artinya waktu
secangkir teh, begitu penuh di celah perjalanan beku
hati-hati tambah susu, gula, perlahan dicicip, diaduk
Kirim 1 giga salju
sebelum jadi Buddha
di atas tusam tua
.
Secangkir teh, dari panas lalu hangat lalu dingin
Sekelumit perasaan, dari puisi lalu mimpi lalu hidup
Di duniamu, tempo secangkir teh adalah kau angkat kepala
telah menemukan sebuah dunia mungil utuh, bagai sebutir
embun menetes ke dalam secangkir teh di ruang transit sibuk
Satu partikel melati
kecap, cuka, wasabi
Dunia transit
Begini bisa saya bagi rahasia menulis empat larik puisi Cina klasik. Sebentar ada pikiran mengira cuma ingin menara sendirian? Tapi, untuk berbagi bukannya mesti jadi ribuan pucuk rumput, tahan dalam gigil, pas sepasang terwelu mandi embun? Tidak peduli, saya hanya ingin berbagi, begini cukuplah:
“Rahasia menulis empat larik puisi Cina klasik dimulai dengan hati dan pikiran seorang pelukis. Larik pertama tak usah ragu lukis suatu lanskap atau peristiwa atau topik tertentu dengan kata-kata. Larik kedua biar jadi kelanjutan larik pertama. Larik ketiga beralih ke topik lainnya. Larik keempat jadilah sari bagi tiga larik sebelumnya.”
Berikut beberapa puisi empat larik Cina klasik dari dinasti Tang:
Mendaki Menara Bangau
Karya Wang Zhihuan (688 – 742)
Mentari putih menyusuri bukit berakhir,
Sungai kuning menuju lautan mengalir.
Ingin melempar mata sejauh ribuan Li,
Mendaki sajalah ke tingkat lebih tinggi.
Peristirahatan Rusa
Karya Wang Wei (701 – 706)
Gunung kosong tidaklah nampak insan,
Hanya terdengar cakap orang bergema.
Pantulan cahaya mentari masuk hutan,
Kembali menapaki lumut tanpa terasa.
Petang datang gunung purba menjauh,
Hawa gigil rumah putih beku merapuh,
Terdengar anjing menyalaki pintu kayu,
Orang pulang waktu malam badai salju.
Apa benar saya tengah berbagi? Sayangnya, ini justru satu Koan Zen Jepang terbaca sebelum dini hari:
Dua orang putri dari seorang pedagang sutera di Kyoto, Yang tertua dua belas tahun, yang muda delapan belas, Seorang samurai bisa membunuh musuh dengan katana, Tetapi gadis-gadis itu membunuh orang dengan matanya.
++
Sudah hampir dua tahun saya memusatkan jelajah baca pada jalur perdagangan antara Tiongkok dengan Asia Tenggara dari berbagai jaman, berharap suatu hari dapat menulis sebuah buku tentang para pelaku sejarah di dalam jalur perdagangan ini, namun sampai hari ini masih belum menunjukkan hasil. Saya juga sangat serius mengikuti setiap berita yang berhubungan dengan tema di atas, sehingga sering menemukan berita-berita yang tak terduga. Misalnya, beberapa waktu lalu di dalam kamar sebuah hotel, saya menonton sebuah berita dari salah satu stasiun tivi di Tiongkok tentang sebuah tempat yang bernama [ Kampung Taiwan ] di Henan. Berita ini bisa merebut perhatian saya karena menurut cerita tivi pemukiman tersebut dimulai oleh seorang penjaga kuda. Apa pula hubungannya penjaga kuda denganku? Tentu ada. Ceritanya dia adalah penjaga kuda seseorang yang bernama Huang Ting, dan Huang Ting ceritanya lagi adalah anak buah Koxinga, sekarang hubungannya dengan tema abadi saya sudah sangat erat. Koxinga adalah Zheng Chenggong, dan mungkin adalah Orang Asia pertama yang mengalahkan Kekuatan Maritim Barat pada abad ke-17. Kembali lagi ke berita tivi, diceritakan bahwa setelah Zheng Chenggong meninggal dunia, seorang bawahannya bernama Huang Ting bagaimana dan bagaimana menyerah pada Pemerintah Qing, lalu membawa seorang penjaga kuda bersamanya menyeberangi Selat Taiwan menetap di Henan, Huang Ting tidak meninggalkan jejak, malah keturunan penjaga kuda ini yang terus berkembang, dan dari sanalah cikal-bakal [ Kampung Taiwan ] di Henan. Tivi bercerita bahwa penjaga kuda ini adalah orang suku asli Taiwan, juga ada prasasti didirikan di kampung tersebut untuk mengenangnya. Buat membuktikan di dunia ini memang ada perihal begini, Tivi juga menegaskan bahwa penduduk kampung ini [ memiliki sifat khas suku asli Taiwan yang pintar menunggang kuda dan berpanah, suka berburu ]; selain itu, tata cara pemakaman di kampung tersebut juga sangat unik, mesti di dasar liang kubur diletakkan sekeping papan, agar roh yang meninggal dunia bisa mengarungi lautan balik ke Taiwan dan sebagainya dan seterusnya.
++
Cerita [ Kampung Taiwan ] ini saya duga hanya bual belaka.
Apakah Zheng Chenggong punya seorang bawahan bernama Huang Ting atau tidak? Patut dicurigai. Andai ada, Huang Ting yang diceritakan menyerah kepada Pemerintah Qing sekitar 20 tahun setelah Zheng Chenggong meninggal dunia, tentu sudah seorang jenderal renta, apakah masih harus menunggang kuda ke atas perahu menyeberangi lautan untuk menyerah diri kepada Pemerintah Qing? Sangat mencurigakan. Andai tidak naik kuda, darimana pula datang penjaga kuda suku asli itu? Sesungguhnya pada jaman Klan Zheng, di Taiwan ada berapa ekor kuda juga pantas dipertanyakan. Berdasarkan surat Zheng Chenggong kepada penguasa Belanda di Taiwan, meminta si bule menyerah, di akhir surat dia berkata akan [ naik kuda menunggu ], kalau begitu, di luar Fort Zeelandia setidaknya ada satu ekor kuda; sekalipun ada bukti teks, saya tetap curiga ini hanya sekedar ungkapan yang berkembang biak dari retorika seorang ahli perang. Lagipula, penjaga kuda yang dikatakan adalah suku asli Taiwan itu, sekalipun suku asli Taiwan cukup banyak, masing-masing memiliki kelebihan, tetapi saya belum pernah mendengar ada yang sangat mahir menunggang kuda. Sebenarnya saya kira pada era Kangxi ( 1661 – 1722 ), kuda itu macam apa rupanya mereka juga tidak begitu tahu, bagaimana pula sudah dituduh sebagai penjaga kuda? Mungkin orang yang mengarang cerita Tivi ini sangka semua suku asli pasti mahir menunggang kuda dan memanah, maka jalan pikirannya kian tarik kian serong, sehingga menyebut penduduk kampung tersebut memiliki sifat khas, yaitu [ mahir menunggang dan memanah, suka berburu ]. Berpikir yang bukan-bukan saja.
Mengenai di dasar liang kubur diletakkan sekeping papan, agar roh yang meninggal dunia mudah pulang dan sebagainya dan sebagainya itu, kemungkinan adalah penemuan besar yang dikocok keluar dari suatu tim kecil dari semacam [ Akademi Sains Sosial ] mereka. Saya juga pernah membaca cerita dengan semangat gaya bicara penelitian [ Akademi Sains Sosial ] begini, tentang rahang Orang Batak dan rahang Orang Shaanxi yang katanya besar dan kotak dan sebagainya dan seterusnya, bahkan menuduh orang-orang dari kampung anu dan anu yang kemungkinan adalah keturunan Batak atau Shaanxi dengan menunjukkan ciri khas mereka: berahang besar. Waktu itu reaksi pertama saya adalah: Yang berahang besar takutnya bukan orang-orang kampung anu dan anu, tapi kuda nil.
++
[ Akademi Sains Sosial ] adalah kata benda yang suka menakuti orang.
Sains saja sudah sangat menegangkan, Sains Sosial lebih tegang lagi. Sekarang ini seperti banyak sekali ilmu pengetahuan dilahirkan di bawah nama ini, amat rumit, kadang-kadang sebelum masuk menelusuri sudah sesat di ambang pintu.
Beberapa waktu lalu membaca sebuah buku terbitan Tiongkok, di dalam kata pengantar menabrak kalimat begini: [ Pokoknya, saya bersuka cita merayakan buku ini bisa diterbitkan secara terbuka; saya yakin buku ini akan membantu membangun dan mengembangkan Mitologi Komunisme negara kita. ]
Oh, Budha! Apa itu [ Mitologi Komunisme ]?
++
Saya pernah mendengar juga pernah membaca beberapa mitos penciptaan, amat beragam, namun seringkali bisa menemukan benang merah yang menyambung bagian masing-masing, saling terhubung, datang dari berbagai tempat di dunia, seolah mereka pernah bertemu, bersentuhan, dan saling menyebabkan pengaruh. Hanya saja para pakar tidak mengakui itu adalah disebabkan oleh saling mempengaruhi, dengan ketus menganggap semua itu memang terjadi secara alamiah, ini adalah satu hal yang betul-betul aneh.
++
Tetapi sepotong yang di bawah ini sungguh membuat saya merana:
Awalnya bumi kacau dan kosong, namun di langit sudah tumbuh pohon teh di setiap sudut, bahkan roh daun teh telah berubah jadi bintang matahari dan bulan yang menyinari seluruh langit. Daun teh melihat bumi gelap gulita, memohon Pencipta yang maha bijak mengijinkan mereka turun ke bumi, berharap dapat membuat bumi menjadi indah, sekalipun harus menanggung dosa serta bersusah payah juga tidak peduli. Pencipta yang maha bijak memetik 102 lembar daun teh, dengan angin badai mengantar mereka melayang ke bumi, maka di dalam perjalanan meluncur ke bumi ini, daun yang berangka ganjil menjelma jadi 51 bujang perkasa, daun yang berangka genap menjelma jadi 51 gadis jelita. Waktu itu bumi dikuasai oleh roh jahat, merah putih hitam kuning empat roh jahat yang merajalela. Bujang dan gadis daun teh berperang melawan roh jahat, setelah menghabiskan sembilan puluh ribu tahun akhirnya berhasil memusnahkan roh jahat, lalu mengembangkan berbagai macam tumbuhan, dan mereka sendiri yang ganjil dan yang genap saling berpasangan, maka terciptalah manusia.
++
Mitos penciptaan begini tiada duanya, adalah milik suku minoritas Tiongkok barat daya yang dipanggil suku Palaung. Menurut cerita, budidaya dan pengolahan daun teh adalah pusat kehidupan ekonomi suku ini, sebab itu daun teh mereka pantunkan sebagai leluhur. Garis besar ceritanya kurang lebih begini, detilnya saya juga tidak sepenuhnya tahu. Narator mampu melekatkan mitologi dengan kehidupan ekonomi, bisa jadi yang beginilah yang disebut [ Mitologi Komunisme ]
Kalau mengikuti jalur ini, maka mitos penciptaan Venezuela atau Kuwait atau Brunei mestinya dengan Minyak Bumi sebagai leluhur, Jerman dengan Bir dan Sosis, Amerika Serikat dengan Coca Cola dan McDonald, Hawaii dengan Industri Pariwisata, Jepang dengan Toyota, Selandia Baru dengan Buah Kiwi, Thailand dengan Durian Montong sebagai leluhur, masing-masing turun ke bumi berperang dengan roh jahat sembilan puluh ribu tahun.
++
Mitos sejak mula memang sudah ada
Yang disebut [ Mitologi ] awalnya memang tidak ada, suatu hari orang ingin menceritakan mitos dengan [ penjelasan yang tepat ], maka diadakan, dirancang agar siap dipergunakan, oleh sebab itu [ Mitologi ] adalah menggunakan landasan XX mengembangkan seperangkat cara dan teori yang berhubungan dengan mitos.
[ Mitologi Komunisme ], saya terka adalah dengan Komunisme sebagai landasan, lalu mengembangkan seperangkat cara dan teori yang berhubungan dengan mitos.
++
Tao sejak mula sudah ada, namun [ Taoisme ] awalnya memang tidak ada.
Suatu hari Taoisme berjaya, setiap fraksi memiliki pemikiran sendiri, lalu saling membuat garis pemisah, lalu perlahan mengeliat keluar Taoisme Guru A, Taoisme Guru B dan Taoisme Guru C, saling berebut hak suara, saling menyingkirkan. Sesungguhnya setiap orang yang mampu merenung pasti tahu, tidak peduli Taoisme Guru A Guru B atau Guru C semuanya adalah sudah di ujung aliran, atau bahkan ujung aliran juga bukan.
++
Puisi juga begitu.
Ada puisi terlebih dahulu baru kemudian ada Ars Poetica.
Setelah ada Ars Poetica, lalu ada Ars Poetica dengan XY-isme dan Ars Poetica dengan YX-isme, serta berbagai isme-isme lain yang berbeda
Puisi dengan adanya Ars Poetica lalu menjadi gundul licin, lalu menjadi pucat pasi; dan dengan adanya Ars Poetica XY-isme dan Ars Poetica YX-isme, puisi pun habis. Sebab itu Tao berkata: Orang suci tidak mati, penjahat besar tidak berhenti.
++
Tuhan?
Tuhan ada atau tidak? ( Ini sangat tergantung manusia )
Teologi? Andai Tuhan seolah seakan semacam seperti anggap saja ada, atau pernah ada, atau akan ada, maka biarkan saja Tuhan ada bersama kasus yang belum diputuskan ini. Sekalipun demikian, Teologi awalnya memang tidak ada, kalau begitu apakah masih perlu membahas Teologi MN-isme atau NM-isme?
++
Kita membiarkan segala macam aliran Ars Poetica eksis, maka kita juga harus berlapang dada biarkan mereka eksis dengan bebas, biarkan mereka menentukan yang mereka sendiri anggap benar sebagai benar, dan yang tidak sebagai tidak, menyanjung, membual, mengencet, mendakwa, dengan suara bising menara Babel, hiruk-pikuk, hingga selamanya. Satu-satunya syarat kita adalah: Jangan menggunakan Ars Poetica intervensi denyut nadi dan wajah puisi, juga pilihan organis puisi
Pilihan organis puisi.
++
Pilihan organis puisi berada pada puisi sendiri, atau dalam praktek, dikendalikan oleh penyair. Seorang penyair yang fokus dan progresif akan menggunakan tameng struktur organis ini di atas prinsip keindahan dan superioritas menceritakan isi hati pikiran dalam mengejar ketertarikan, disebut sebagai daya cipta. Daya cipta yang dengan penyelesaian gaya khas penyair sendiri sebagai tujuan ini, sebutlah, di saat gaya selesai, juga merupakan saatnya topik tersebut secara penuh telah disampaikan.
Gaya adalah segala-galanya.
Ketika Flaubert sedang menulis sebuah buku yang benar-benar dia inginkan, waktu itu adalah tahun 1852, sebuah buku yang tidak menggambarkan realitas dan dunia manusia: [ Sebuah buku yang tidak bersentuhan dengan perihal apapun, sebuah buku yang tidak bisa ditarik hubungan dengan unsur-unsur masyarakat luar. ] Dia berkata: [ Sebuah buku dengan kekuatan dan kelenturan yang menonjol begini, dan tidak pecah dijungkir balik. ]
Inilah [ Madame Bovary ]
++
[ Madame Bovary ] tidak ada hubungannya dengan dunia nyata.
Siapa mau percaya sebuah novel klasik yang menulis realisme ternyata tidak ada hubungannya dengan [ realita ]? Sebuah buku dengan pemaknaan paling ketat boleh disebut sebagai karya klasik novel realis abad ke -19, apa yang ditulis ternyata tidak ada hubungannya dengan perihal apapun dengan dunia luar.
Gaya itulah segala-galanya. [ Akulah Madame Bovary, ] kata Flaubert.
++
[ Realita ] tidak mungkin menjadi sastra, hanya gaya bisa menjadi sastra.
Realisme mulai populer di Perancis tepat pada masa Flaubert menulis [ Madame Bovary ], awalnya adalah sekelompok pelukis ingin memindah dan menuangkan realita ke atas kanvas, sebagai semacam gerakan kesenian melawan Romantisme. Baudelaire menganggap Realisme adalah tidak pantas ( decorum ), jauh dari estetika, sebab ia tidak mampu dengan efektif membuat daya khayalmu bekerja, demi sastra atau seni bekerja. Flaubert lebih selangkah lagi mengungkapkan, [ Madame Bovary ] yang dia tulis itu berpijak pada posisi anti Realisme.
Namun kau bagaimana bisa menolak realita? Tidak bisa.
Tetapi [ deskripsi jujur ] atau [ reaksi ] terhadap realita tidak akan menjadi sastra. Kau mesti menggunakan kepekaan daya imajinasimu dan kekuatan pengetahuanmu mengumpul, mengembang, menyerang, memasuki semua unsur, kualitas, kejadian dalam luar realita itu, mengelola ia dan melatih kekuatan teks mu, membuat ia dicabut seolah tidak usah didorong, namun tetap bulat dan utuh, sendiri menjadi satu telaah, tafsiran, sistem yang tidak perlu menunggu benda luar membantu dan akan terus berdenyut, inilah gaya yang kau ciptakan, dan yang kau andalkan untuk mencipta lebih banyak gaya lain lagi. Oleh sebab itu dikatakan gaya itulah segalanya, memang gaya adalah segalanya.
++
Ketika Flaubert mulai menulis [ Madame Bovary ] umurnya sudah lewat tiga puluh, masih belum pernah menerbitkan karya, samasekali tidak dikenal, tapi sesungguhnya dia telah menyelesaikan tidak sedikit cerpen dan dua buah naskah novel, salah satu adalah yang berbentuk otobiografi [ L’Education Sentimentale ], satu lagi adalah yang luar biasa itu [ La Tentation de Saint Antoine ]. Sebelumnya dia pernah membacakan semua bagian [ La Tention de Saint Antoine ] untuk kawannya; kawannya setelah mendengar, memberi saran agar dia nyalakan api dibakar saja. Flaubert tidak membakarnya, kemudian menghabiskan sekitar dua puluh tahun memperbaiki, hingga tahun 1874 baru diterbitkan, angin kritik Paris tidak terlalu buruk.
++
[ Yang saya kuatir adalah buku ini sifat hiburannya banyak atau sedikit. ] Satu tahun lebih setelah Flaubert menyelesaikan [ Madame Bovary ], begini dia menulis surat kepada seorang temannya: [ Sisi itu agak lemah, aksi adegan tidak cukup. Tetapi, saya juga menganggap konsep sudah merupakan aksi, sekalipun dengan konsep mengendalikan perhatian pembaca agak sulit. Andai gaya sudah tepat dan menonjol, seperti masih bisa dilakukan. Saya sudah tanpa henti menulis lima puluh lembar naskah tanpa aksi apapun… ]
[ Hidup, ] lanjutnya sambil berpikir: [ memang seharusnya demikian. Bercinta adalah aksi, ujung pangkal mungkin hanya satu menit, namun waktu buat masa persiapan mungkin saja beberapa bulan. ]
++
Gerak dan diam.
Konkret dan abstrak.
Lima puluh lembar naskah tanpa aksi apapun, apakah mungkin?
Dengan konsep menjaring pembaca, membuat dia tidak buyar konsentrasi, apakah mungkin? Hanya ketika konsep itu, serangkaian konsep itu dihadirkan dengan gaya yang bagus, saya pikir, mulai ada sedikit kemungkinan.
Seorang novelis jika mempunyai keberanian secara terus-menerus menulis lima puluh halaman penuh tanpa terjadi plot cerita apapun, malah di dalam penjabaran, perubahan, dan penjelasan yang berulang terhadap konsep bisa didorong ke depan, menitip gerak pada diam, maka dia akan termasuk seseorang yang luar biasa di dalam kelas elit seni, tidak lagi seorang novelis biasa. Tentu, nasibmu ada pada tingkatan saya terpesona dan terpukau pada lima puluh lembar naskahmu itu sebagai bukti. Terima kasih.
Andai kau adalah seorang penyair
Bagaimana tidak mencoba abstrak? Silakan pakai
Konkret menjelma jadi abstrak
Tidak bisa diukur, dikategori
dibanding, dideskripsi, diungkapkan bahkan
Juga bukan konsep, adalah abstrak
++
Mencoba. Bereksperimen. Mengarang.
[ Kalau diceritakan agak sedikit absurd, ] Flaubert berkata: [ Saya kira saya bisa menggunakan ritme puisi buat esai, dengan catatan tanpa mengubah tampil luar dan format esai; juga menduga bisa meniru kegagahan orang menulis kitab sejarah atau epik yang megah itu menulis suka duka kehidupan biasa… namun bagaimanapun juga, ini tetap merupakan sebuah eksperimen yang sulit dan berat, karangan yang memikat. ]
Dia memang dengan semacam struktur kalimat esai menulis novel, juga seolah menulis dengan nafas puisi, kadang-kadang memang bisa membuat orang terpukau setengah mati. Misalnya menulis muncul dan pencarian cinta nafsu, air salju menetes dari payung kecil Emma yang kencang, ketika dia dan Rodolphe sedang dibelit asmara, buah-buah ranum dari pucuk pohon menggelantung, binatang malam di dalam taman bunga kasak-kusuk…
++
Membaca bab sembilan [ Madame Bovary ] memang seperti membaca sebuah puisi:
Bagian 1: Telah berlalu enam minggu, Rodolphe juga belum kembali, lalu ada suatu senja, tiba-tiba dia muncul
Bagian 2: Putaran waktu baru sampai Oktober, alam luar dikurung dalam kabut.
Bagian 3: di antara dedaunan, di atas tanah, di setiap sudut ada pantulan cahaya, bergoyang berpijar, seolah helai-helai bulu kolibri yang jatuh. Sekeliling sehamparan hening. Ada rasa manis menyebar datang dari pepohonan.
Bagian 4: Tiba-tiba dia teringat tokoh-tokoh perempuan di dalam buku-buku yang pernah dia baca; seorang dan seorang perempuan yang berselingkuh sedang dengan panduan suara menguraikan perasaan mereka buat membangkitkan ingatannya.
Bagian 5: Sejak hari itu mereka setiap malam akan saling menulis surat. Emma menyimpan suratnya pada celah dinding batu di bawah balkoni di ujung taman, dekat tepi sungai, kemudian Rodolphe akan datang mengambil, dan meninggalkan suratnya di tempat yang sama. Dia selalu merasa suratnya terlalu pendek.
Bagian 6: Pagi itu, hari belum terang Charles sudah berangkat, dia tiba-tiba ingin seketika pergi melihat Rodolphe sekejap mata.
Bagian 7: Kadang-kadang papan yang dilintangkan buat sapi menyeberang hilang, dia mesti berjalan menyusuri dinding di sepanjang sungai. Tepi sungai amat basah dan licin, dia memegang akar dan batang bunga layu yang tumbuh di sela-sela tembok melangkah, kemudian memutar masuk ke dalam ladang, di atas tanah bajak yang lembut berburu langkah, sepatu botnya penuh dengan tanah lumpur, dan ketika dia melewati padang rumput, sepotong syal melilit di lehernya ikut angin menari.
Bagian 8: Perpisahan selalu memakan seperempat jalan baru selesai. Setiap kali Emma menangis.
Bagian 9: Suatu hari ketika dia juga begitu saja datang tanpa janji, tiba-tiba sudah muncul di rumahnya, Rodolphe mengerutkan dua alis, jelas menunjukkan tidak senang. [ Kenapa? ] Dia bertanya: [ Sakit? Ada apa? Beritahu aku ]
++
Flaubert: Menurut pandangan saya, novelis tidak memiliki hak sembarangan mengeluarkan pendapat terhadap hal apapun di dunia ini. Di dalam mengarang, dia seharusnya meniru tuhan: Menyelesaikan pekerjaan dengan baik, tutup mulut.
++
Menyelesaikan pekerjaan dengan baik, adalah menaruh kata pada posisi yang tepat, sehingga menyebabkan ia dan kata-kata yang berdekatan atau bahkan berjauhan dengannya dapat menghasilkan interaksi yang berlapis, oleh sebab itu akan memberikan seluruh kekuatan yang terpendam, memperagakan sepenuhnya penyampaian maksud yang khas dan fungsi yang spesifik, melalui gabungan bentuk, suara, makna, melalui gerak gelombang frekuensi yang tumpang tindih menyediakan makna kepada teks yang ikut dibangunnya, makna dasar dan makna asosiasi.
Inilah maksud menyelesaikan pekerjaan dengan baik, seperti yang kita ketahui, kurang lebih begini.
Flaubert selangkah lagi berpendapat, di dalam proses mengajak kata-kata ikut membangun agar bisa menyediakan makna, kau seharusnya memilih semacam teknik representasi atau demonstrasi, seperti bab 9 [ Madame Bovary ], sekalipun sedemikian hancur dipetik saya lalu disusun kembali menjadi sebuah puisi narasi sembilan bagian, juga dapat kelihatan Flaubert bagaimana fokusnya representasi, demonstrasi, dan tidak ingin dengan mudah membiarkan pendapat subjektif pengarang menerobos masuk — sering lebih hati-hati menjaga jarak plot cerita dengan pengarang daripada filem-filem modern.
Inilah maksud pengarang mesti [ tutup mulut ]
++
Pengarang tidak mengeluarkan pendapat, sisa pekerjaan tentu harus ditanggung pembaca — dengan bahasamu menyampaikan pendapat. Sangat alamiah, seandainya pembaca ingin duduk dan berdiri sama rata dengan penulis, mesti konsentrasi melihat semua kemungkinan dari kata-kata yang hadir di depan mata, mengail pengalaman, masuk ke tubuh teks, coba menemukan hatinya waktu mengarang.
++
Suatu petang tahun lalu, cahaya matahari yang kuning pucat melewati mulut jendela menempel di atas [ Madame Bovary ] Bahasa Mandarin terjemahan Li Jianwu ( 1906 -1982 ), seorang penerjemah yang saya hormati, koleksi seorang kenalan, terbitan 1948, karena usia dan cahaya redup, buku itu tampak makin lapuk tergeletak di atas meja, hanya daya tariknya masih menggebu, membuat pikiran mondar-mandir. Di sampingnya ada sebuah buku A. Barlett Giamatti, sebuah buku yang menelaah tentang tanah impian pada Jaman Renainsans. Selain dikenal sebagai sarjana sejarah Renainsans, Barlett Giamatti juga sangat terkenal di dunia bisbol.
Ada satu masa saya juga terpaksa mempelajari dan menyukai bisbol untuk bertahan hidup; agar orang-orang Amerika yang datang sarapan pagi di kedai saya tidak terlalu bosan. Untung sekarang saya tidak usah terpaksa menyukai dan mempelajari sepak bola, kadang-kadang saya bangun tengah malam dan melihat beberapa orang lelaki dewasa duduk di depan tivi menahan kantuk, selain iba, saya merasa hidup terlalu tragis; bagaimana bisa memaksa Orang Indonesia atau dalam lingkup lebih luas Orang Asia Tenggara, atau lebih luas lagi Orang Asia hidup dalam waktu Eropa? Tetapi segala pengorbanan tentu ada gunanya. Tentu saya juga mendapat sesuatu dari bisbol, seperti yang pernah dikatakan Giamatti, di dalam permainan bisbol kita berharap pemain bisa terus maju ke base depan, tetapi kita juga meminta mereka berani [ pulang ] ke base awal — bukankah ini sama dengan jejak langkah tokoh-tokoh yang terus-menerus kita saksikan di dalam sastra? Pergi merintang bahaya, tumbuh dewasa, lalu pulang — bukankah di sini juga tersembunyi semacam filosofi pergi mencari tanah impian kemudian membiarkan pijar gemilang kembali ke dalam kebersahajaan?