Oleh John Kuan
++
Sudah hampir dua tahun saya memusatkan jelajah baca pada jalur perdagangan antara Tiongkok dengan Asia Tenggara dari berbagai jaman, berharap suatu hari dapat menulis sebuah buku tentang para pelaku sejarah di dalam jalur perdagangan ini, namun sampai hari ini masih belum menunjukkan hasil. Saya juga sangat serius mengikuti setiap berita yang berhubungan dengan tema di atas, sehingga sering menemukan berita-berita yang tak terduga. Misalnya, beberapa waktu lalu di dalam kamar sebuah hotel, saya menonton sebuah berita dari salah satu stasiun tivi di Tiongkok tentang sebuah tempat yang bernama [ Kampung Taiwan ] di Henan. Berita ini bisa merebut perhatian saya karena menurut cerita tivi pemukiman tersebut dimulai oleh seorang penjaga kuda. Apa pula hubungannya penjaga kuda denganku? Tentu ada. Ceritanya dia adalah penjaga kuda seseorang yang bernama Huang Ting, dan Huang Ting ceritanya lagi adalah anak buah Koxinga, sekarang hubungannya dengan tema abadi saya sudah sangat erat. Koxinga adalah Zheng Chenggong, dan mungkin adalah Orang Asia pertama yang mengalahkan Kekuatan Maritim Barat pada abad ke-17. Kembali lagi ke berita tivi, diceritakan bahwa setelah Zheng Chenggong meninggal dunia, seorang bawahannya bernama Huang Ting bagaimana dan bagaimana menyerah pada Pemerintah Qing, lalu membawa seorang penjaga kuda bersamanya menyeberangi Selat Taiwan menetap di Henan, Huang Ting tidak meninggalkan jejak, malah keturunan penjaga kuda ini yang terus berkembang, dan dari sanalah cikal-bakal [ Kampung Taiwan ] di Henan. Tivi bercerita bahwa penjaga kuda ini adalah orang suku asli Taiwan, juga ada prasasti didirikan di kampung tersebut untuk mengenangnya. Buat membuktikan di dunia ini memang ada perihal begini, Tivi juga menegaskan bahwa penduduk kampung ini [ memiliki sifat khas suku asli Taiwan yang pintar menunggang kuda dan berpanah, suka berburu ]; selain itu, tata cara pemakaman di kampung tersebut juga sangat unik, mesti di dasar liang kubur diletakkan sekeping papan, agar roh yang meninggal dunia bisa mengarungi lautan balik ke Taiwan dan sebagainya dan seterusnya.
++
Cerita [ Kampung Taiwan ] ini saya duga hanya bual belaka.
Apakah Zheng Chenggong punya seorang bawahan bernama Huang Ting atau tidak? Patut dicurigai. Andai ada, Huang Ting yang diceritakan menyerah kepada Pemerintah Qing sekitar 20 tahun setelah Zheng Chenggong meninggal dunia, tentu sudah seorang jenderal renta, apakah masih harus menunggang kuda ke atas perahu menyeberangi lautan untuk menyerah diri kepada Pemerintah Qing? Sangat mencurigakan. Andai tidak naik kuda, darimana pula datang penjaga kuda suku asli itu? Sesungguhnya pada jaman Klan Zheng, di Taiwan ada berapa ekor kuda juga pantas dipertanyakan. Berdasarkan surat Zheng Chenggong kepada penguasa Belanda di Taiwan, meminta si bule menyerah, di akhir surat dia berkata akan [ naik kuda menunggu ], kalau begitu, di luar Fort Zeelandia setidaknya ada satu ekor kuda; sekalipun ada bukti teks, saya tetap curiga ini hanya sekedar ungkapan yang berkembang biak dari retorika seorang ahli perang. Lagipula, penjaga kuda yang dikatakan adalah suku asli Taiwan itu, sekalipun suku asli Taiwan cukup banyak, masing-masing memiliki kelebihan, tetapi saya belum pernah mendengar ada yang sangat mahir menunggang kuda. Sebenarnya saya kira pada era Kangxi ( 1661 – 1722 ), kuda itu macam apa rupanya mereka juga tidak begitu tahu, bagaimana pula sudah dituduh sebagai penjaga kuda? Mungkin orang yang mengarang cerita Tivi ini sangka semua suku asli pasti mahir menunggang kuda dan memanah, maka jalan pikirannya kian tarik kian serong, sehingga menyebut penduduk kampung tersebut memiliki sifat khas, yaitu [ mahir menunggang dan memanah, suka berburu ]. Berpikir yang bukan-bukan saja.
Mengenai di dasar liang kubur diletakkan sekeping papan, agar roh yang meninggal dunia mudah pulang dan sebagainya dan sebagainya itu, kemungkinan adalah penemuan besar yang dikocok keluar dari suatu tim kecil dari semacam [ Akademi Sains Sosial ] mereka. Saya juga pernah membaca cerita dengan semangat gaya bicara penelitian [ Akademi Sains Sosial ] begini, tentang rahang Orang Batak dan rahang Orang Shaanxi yang katanya besar dan kotak dan sebagainya dan seterusnya, bahkan menuduh orang-orang dari kampung anu dan anu yang kemungkinan adalah keturunan Batak atau Shaanxi dengan menunjukkan ciri khas mereka: berahang besar. Waktu itu reaksi pertama saya adalah: Yang berahang besar takutnya bukan orang-orang kampung anu dan anu, tapi kuda nil.
++
[ Akademi Sains Sosial ] adalah kata benda yang suka menakuti orang.
Sains saja sudah sangat menegangkan, Sains Sosial lebih tegang lagi. Sekarang ini seperti banyak sekali ilmu pengetahuan dilahirkan di bawah nama ini, amat rumit, kadang-kadang sebelum masuk menelusuri sudah sesat di ambang pintu.
Beberapa waktu lalu membaca sebuah buku terbitan Tiongkok, di dalam kata pengantar menabrak kalimat begini: [ Pokoknya, saya bersuka cita merayakan buku ini bisa diterbitkan secara terbuka; saya yakin buku ini akan membantu membangun dan mengembangkan Mitologi Komunisme negara kita. ]
Oh, Budha! Apa itu [ Mitologi Komunisme ]?
++
Saya pernah mendengar juga pernah membaca beberapa mitos penciptaan, amat beragam, namun seringkali bisa menemukan benang merah yang menyambung bagian masing-masing, saling terhubung, datang dari berbagai tempat di dunia, seolah mereka pernah bertemu, bersentuhan, dan saling menyebabkan pengaruh. Hanya saja para pakar tidak mengakui itu adalah disebabkan oleh saling mempengaruhi, dengan ketus menganggap semua itu memang terjadi secara alamiah, ini adalah satu hal yang betul-betul aneh.
++
Tetapi sepotong yang di bawah ini sungguh membuat saya merana:
Awalnya bumi kacau dan kosong, namun di langit sudah tumbuh pohon teh di setiap sudut, bahkan roh daun teh telah berubah jadi bintang matahari dan bulan yang menyinari seluruh langit. Daun teh melihat bumi gelap gulita, memohon Pencipta yang maha bijak mengijinkan mereka turun ke bumi, berharap dapat membuat bumi menjadi indah, sekalipun harus menanggung dosa serta bersusah payah juga tidak peduli. Pencipta yang maha bijak memetik 102 lembar daun teh, dengan angin badai mengantar mereka melayang ke bumi, maka di dalam perjalanan meluncur ke bumi ini, daun yang berangka ganjil menjelma jadi 51 bujang perkasa, daun yang berangka genap menjelma jadi 51 gadis jelita. Waktu itu bumi dikuasai oleh roh jahat, merah putih hitam kuning empat roh jahat yang merajalela. Bujang dan gadis daun teh berperang melawan roh jahat, setelah menghabiskan sembilan puluh ribu tahun akhirnya berhasil memusnahkan roh jahat, lalu mengembangkan berbagai macam tumbuhan, dan mereka sendiri yang ganjil dan yang genap saling berpasangan, maka terciptalah manusia.
++
Mitos penciptaan begini tiada duanya, adalah milik suku minoritas Tiongkok barat daya yang dipanggil suku Palaung. Menurut cerita, budidaya dan pengolahan daun teh adalah pusat kehidupan ekonomi suku ini, sebab itu daun teh mereka pantunkan sebagai leluhur. Garis besar ceritanya kurang lebih begini, detilnya saya juga tidak sepenuhnya tahu. Narator mampu melekatkan mitologi dengan kehidupan ekonomi, bisa jadi yang beginilah yang disebut [ Mitologi Komunisme ]
Kalau mengikuti jalur ini, maka mitos penciptaan Venezuela atau Kuwait atau Brunei mestinya dengan Minyak Bumi sebagai leluhur, Jerman dengan Bir dan Sosis, Amerika Serikat dengan Coca Cola dan McDonald, Hawaii dengan Industri Pariwisata, Jepang dengan Toyota, Selandia Baru dengan Buah Kiwi, Thailand dengan Durian Montong sebagai leluhur, masing-masing turun ke bumi berperang dengan roh jahat sembilan puluh ribu tahun.
++
Mitos sejak mula memang sudah ada
Yang disebut [ Mitologi ] awalnya memang tidak ada, suatu hari orang ingin menceritakan mitos dengan [ penjelasan yang tepat ], maka diadakan, dirancang agar siap dipergunakan, oleh sebab itu [ Mitologi ] adalah menggunakan landasan XX mengembangkan seperangkat cara dan teori yang berhubungan dengan mitos.
[ Mitologi Komunisme ], saya terka adalah dengan Komunisme sebagai landasan, lalu mengembangkan seperangkat cara dan teori yang berhubungan dengan mitos.
++
Tao sejak mula sudah ada, namun [ Taoisme ] awalnya memang tidak ada.
Suatu hari Taoisme berjaya, setiap fraksi memiliki pemikiran sendiri, lalu saling membuat garis pemisah, lalu perlahan mengeliat keluar Taoisme Guru A, Taoisme Guru B dan Taoisme Guru C, saling berebut hak suara, saling menyingkirkan. Sesungguhnya setiap orang yang mampu merenung pasti tahu, tidak peduli Taoisme Guru A Guru B atau Guru C semuanya adalah sudah di ujung aliran, atau bahkan ujung aliran juga bukan.
++
Puisi juga begitu.
Ada puisi terlebih dahulu baru kemudian ada Ars Poetica.
Setelah ada Ars Poetica, lalu ada Ars Poetica dengan XY-isme dan Ars Poetica dengan YX-isme, serta berbagai isme-isme lain yang berbeda
Puisi dengan adanya Ars Poetica lalu menjadi gundul licin, lalu menjadi pucat pasi; dan dengan adanya Ars Poetica XY-isme dan Ars Poetica YX-isme, puisi pun habis. Sebab itu Tao berkata: Orang suci tidak mati, penjahat besar tidak berhenti.
++
Tuhan?
Tuhan ada atau tidak? ( Ini sangat tergantung manusia )
Teologi? Andai Tuhan seolah seakan semacam seperti anggap saja ada, atau pernah ada, atau akan ada, maka biarkan saja Tuhan ada bersama kasus yang belum diputuskan ini. Sekalipun demikian, Teologi awalnya memang tidak ada, kalau begitu apakah masih perlu membahas Teologi MN-isme atau NM-isme?
++
Kita membiarkan segala macam aliran Ars Poetica eksis, maka kita juga harus berlapang dada biarkan mereka eksis dengan bebas, biarkan mereka menentukan yang mereka sendiri anggap benar sebagai benar, dan yang tidak sebagai tidak, menyanjung, membual, mengencet, mendakwa, dengan suara bising menara Babel, hiruk-pikuk, hingga selamanya. Satu-satunya syarat kita adalah: Jangan menggunakan Ars Poetica intervensi denyut nadi dan wajah puisi, juga pilihan organis puisi
Pilihan organis puisi.
++
Pilihan organis puisi berada pada puisi sendiri, atau dalam praktek, dikendalikan oleh penyair. Seorang penyair yang fokus dan progresif akan menggunakan tameng struktur organis ini di atas prinsip keindahan dan superioritas menceritakan isi hati pikiran dalam mengejar ketertarikan, disebut sebagai daya cipta. Daya cipta yang dengan penyelesaian gaya khas penyair sendiri sebagai tujuan ini, sebutlah, di saat gaya selesai, juga merupakan saatnya topik tersebut secara penuh telah disampaikan.
Gaya adalah segala-galanya.
Ketika Flaubert sedang menulis sebuah buku yang benar-benar dia inginkan, waktu itu adalah tahun 1852, sebuah buku yang tidak menggambarkan realitas dan dunia manusia: [ Sebuah buku yang tidak bersentuhan dengan perihal apapun, sebuah buku yang tidak bisa ditarik hubungan dengan unsur-unsur masyarakat luar. ] Dia berkata: [ Sebuah buku dengan kekuatan dan kelenturan yang menonjol begini, dan tidak pecah dijungkir balik. ]
Inilah [ Madame Bovary ]
++
[ Madame Bovary ] tidak ada hubungannya dengan dunia nyata.
Siapa mau percaya sebuah novel klasik yang menulis realisme ternyata tidak ada hubungannya dengan [ realita ]? Sebuah buku dengan pemaknaan paling ketat boleh disebut sebagai karya klasik novel realis abad ke -19, apa yang ditulis ternyata tidak ada hubungannya dengan perihal apapun dengan dunia luar.
Gaya itulah segala-galanya. [ Akulah Madame Bovary, ] kata Flaubert.
++
[ Realita ] tidak mungkin menjadi sastra, hanya gaya bisa menjadi sastra.
Realisme mulai populer di Perancis tepat pada masa Flaubert menulis [ Madame Bovary ], awalnya adalah sekelompok pelukis ingin memindah dan menuangkan realita ke atas kanvas, sebagai semacam gerakan kesenian melawan Romantisme. Baudelaire menganggap Realisme adalah tidak pantas ( decorum ), jauh dari estetika, sebab ia tidak mampu dengan efektif membuat daya khayalmu bekerja, demi sastra atau seni bekerja. Flaubert lebih selangkah lagi mengungkapkan, [ Madame Bovary ] yang dia tulis itu berpijak pada posisi anti Realisme.
Namun kau bagaimana bisa menolak realita? Tidak bisa.
Tetapi [ deskripsi jujur ] atau [ reaksi ] terhadap realita tidak akan menjadi sastra. Kau mesti menggunakan kepekaan daya imajinasimu dan kekuatan pengetahuanmu mengumpul, mengembang, menyerang, memasuki semua unsur, kualitas, kejadian dalam luar realita itu, mengelola ia dan melatih kekuatan teks mu, membuat ia dicabut seolah tidak usah didorong, namun tetap bulat dan utuh, sendiri menjadi satu telaah, tafsiran, sistem yang tidak perlu menunggu benda luar membantu dan akan terus berdenyut, inilah gaya yang kau ciptakan, dan yang kau andalkan untuk mencipta lebih banyak gaya lain lagi. Oleh sebab itu dikatakan gaya itulah segalanya, memang gaya adalah segalanya.
++
Ketika Flaubert mulai menulis [ Madame Bovary ] umurnya sudah lewat tiga puluh, masih belum pernah menerbitkan karya, samasekali tidak dikenal, tapi sesungguhnya dia telah menyelesaikan tidak sedikit cerpen dan dua buah naskah novel, salah satu adalah yang berbentuk otobiografi [ L’Education Sentimentale ], satu lagi adalah yang luar biasa itu [ La Tentation de Saint Antoine ]. Sebelumnya dia pernah membacakan semua bagian [ La Tention de Saint Antoine ] untuk kawannya; kawannya setelah mendengar, memberi saran agar dia nyalakan api dibakar saja. Flaubert tidak membakarnya, kemudian menghabiskan sekitar dua puluh tahun memperbaiki, hingga tahun 1874 baru diterbitkan, angin kritik Paris tidak terlalu buruk.
++
[ Yang saya kuatir adalah buku ini sifat hiburannya banyak atau sedikit. ] Satu tahun lebih setelah Flaubert menyelesaikan [ Madame Bovary ], begini dia menulis surat kepada seorang temannya: [ Sisi itu agak lemah, aksi adegan tidak cukup. Tetapi, saya juga menganggap konsep sudah merupakan aksi, sekalipun dengan konsep mengendalikan perhatian pembaca agak sulit. Andai gaya sudah tepat dan menonjol, seperti masih bisa dilakukan. Saya sudah tanpa henti menulis lima puluh lembar naskah tanpa aksi apapun… ]
[ Hidup, ] lanjutnya sambil berpikir: [ memang seharusnya demikian. Bercinta adalah aksi, ujung pangkal mungkin hanya satu menit, namun waktu buat masa persiapan mungkin saja beberapa bulan. ]
++
Gerak dan diam.
Konkret dan abstrak.
Lima puluh lembar naskah tanpa aksi apapun, apakah mungkin?
Dengan konsep menjaring pembaca, membuat dia tidak buyar konsentrasi, apakah mungkin? Hanya ketika konsep itu, serangkaian konsep itu dihadirkan dengan gaya yang bagus, saya pikir, mulai ada sedikit kemungkinan.
Seorang novelis jika mempunyai keberanian secara terus-menerus menulis lima puluh halaman penuh tanpa terjadi plot cerita apapun, malah di dalam penjabaran, perubahan, dan penjelasan yang berulang terhadap konsep bisa didorong ke depan, menitip gerak pada diam, maka dia akan termasuk seseorang yang luar biasa di dalam kelas elit seni, tidak lagi seorang novelis biasa. Tentu, nasibmu ada pada tingkatan saya terpesona dan terpukau pada lima puluh lembar naskahmu itu sebagai bukti. Terima kasih.
Andai kau adalah seorang penyair
Bagaimana tidak mencoba abstrak? Silakan pakai
Konkret menjelma jadi abstrak
Tidak bisa diukur, dikategori
dibanding, dideskripsi, diungkapkan bahkan
Juga bukan konsep, adalah abstrak
++
Mencoba. Bereksperimen. Mengarang.
[ Kalau diceritakan agak sedikit absurd, ] Flaubert berkata: [ Saya kira saya bisa menggunakan ritme puisi buat esai, dengan catatan tanpa mengubah tampil luar dan format esai; juga menduga bisa meniru kegagahan orang menulis kitab sejarah atau epik yang megah itu menulis suka duka kehidupan biasa… namun bagaimanapun juga, ini tetap merupakan sebuah eksperimen yang sulit dan berat, karangan yang memikat. ]
Dia memang dengan semacam struktur kalimat esai menulis novel, juga seolah menulis dengan nafas puisi, kadang-kadang memang bisa membuat orang terpukau setengah mati. Misalnya menulis muncul dan pencarian cinta nafsu, air salju menetes dari payung kecil Emma yang kencang, ketika dia dan Rodolphe sedang dibelit asmara, buah-buah ranum dari pucuk pohon menggelantung, binatang malam di dalam taman bunga kasak-kusuk…
++
Membaca bab sembilan [ Madame Bovary ] memang seperti membaca sebuah puisi:
Bagian 1: Telah berlalu enam minggu, Rodolphe juga belum kembali, lalu ada suatu senja, tiba-tiba dia muncul
Bagian 2: Putaran waktu baru sampai Oktober, alam luar dikurung dalam kabut.
Bagian 3: di antara dedaunan, di atas tanah, di setiap sudut ada pantulan cahaya, bergoyang berpijar, seolah helai-helai bulu kolibri yang jatuh. Sekeliling sehamparan hening. Ada rasa manis menyebar datang dari pepohonan.
Bagian 4: Tiba-tiba dia teringat tokoh-tokoh perempuan di dalam buku-buku yang pernah dia baca; seorang dan seorang perempuan yang berselingkuh sedang dengan panduan suara menguraikan perasaan mereka buat membangkitkan ingatannya.
Bagian 5: Sejak hari itu mereka setiap malam akan saling menulis surat. Emma menyimpan suratnya pada celah dinding batu di bawah balkoni di ujung taman, dekat tepi sungai, kemudian Rodolphe akan datang mengambil, dan meninggalkan suratnya di tempat yang sama. Dia selalu merasa suratnya terlalu pendek.
Bagian 6: Pagi itu, hari belum terang Charles sudah berangkat, dia tiba-tiba ingin seketika pergi melihat Rodolphe sekejap mata.
Bagian 7: Kadang-kadang papan yang dilintangkan buat sapi menyeberang hilang, dia mesti berjalan menyusuri dinding di sepanjang sungai. Tepi sungai amat basah dan licin, dia memegang akar dan batang bunga layu yang tumbuh di sela-sela tembok melangkah, kemudian memutar masuk ke dalam ladang, di atas tanah bajak yang lembut berburu langkah, sepatu botnya penuh dengan tanah lumpur, dan ketika dia melewati padang rumput, sepotong syal melilit di lehernya ikut angin menari.
Bagian 8: Perpisahan selalu memakan seperempat jalan baru selesai. Setiap kali Emma menangis.
Bagian 9: Suatu hari ketika dia juga begitu saja datang tanpa janji, tiba-tiba sudah muncul di rumahnya, Rodolphe mengerutkan dua alis, jelas menunjukkan tidak senang. [ Kenapa? ] Dia bertanya: [ Sakit? Ada apa? Beritahu aku ]
++
Flaubert: Menurut pandangan saya, novelis tidak memiliki hak sembarangan mengeluarkan pendapat terhadap hal apapun di dunia ini. Di dalam mengarang, dia seharusnya meniru tuhan: Menyelesaikan pekerjaan dengan baik, tutup mulut.
++
Menyelesaikan pekerjaan dengan baik, adalah menaruh kata pada posisi yang tepat, sehingga menyebabkan ia dan kata-kata yang berdekatan atau bahkan berjauhan dengannya dapat menghasilkan interaksi yang berlapis, oleh sebab itu akan memberikan seluruh kekuatan yang terpendam, memperagakan sepenuhnya penyampaian maksud yang khas dan fungsi yang spesifik, melalui gabungan bentuk, suara, makna, melalui gerak gelombang frekuensi yang tumpang tindih menyediakan makna kepada teks yang ikut dibangunnya, makna dasar dan makna asosiasi.
Inilah maksud menyelesaikan pekerjaan dengan baik, seperti yang kita ketahui, kurang lebih begini.
Flaubert selangkah lagi berpendapat, di dalam proses mengajak kata-kata ikut membangun agar bisa menyediakan makna, kau seharusnya memilih semacam teknik representasi atau demonstrasi, seperti bab 9 [ Madame Bovary ], sekalipun sedemikian hancur dipetik saya lalu disusun kembali menjadi sebuah puisi narasi sembilan bagian, juga dapat kelihatan Flaubert bagaimana fokusnya representasi, demonstrasi, dan tidak ingin dengan mudah membiarkan pendapat subjektif pengarang menerobos masuk — sering lebih hati-hati menjaga jarak plot cerita dengan pengarang daripada filem-filem modern.
Inilah maksud pengarang mesti [ tutup mulut ]
++
Pengarang tidak mengeluarkan pendapat, sisa pekerjaan tentu harus ditanggung pembaca — dengan bahasamu menyampaikan pendapat. Sangat alamiah, seandainya pembaca ingin duduk dan berdiri sama rata dengan penulis, mesti konsentrasi melihat semua kemungkinan dari kata-kata yang hadir di depan mata, mengail pengalaman, masuk ke tubuh teks, coba menemukan hatinya waktu mengarang.
++
Suatu petang tahun lalu, cahaya matahari yang kuning pucat melewati mulut jendela menempel di atas [ Madame Bovary ] Bahasa Mandarin terjemahan Li Jianwu ( 1906 -1982 ), seorang penerjemah yang saya hormati, koleksi seorang kenalan, terbitan 1948, karena usia dan cahaya redup, buku itu tampak makin lapuk tergeletak di atas meja, hanya daya tariknya masih menggebu, membuat pikiran mondar-mandir. Di sampingnya ada sebuah buku A. Barlett Giamatti, sebuah buku yang menelaah tentang tanah impian pada Jaman Renainsans. Selain dikenal sebagai sarjana sejarah Renainsans, Barlett Giamatti juga sangat terkenal di dunia bisbol.
Ada satu masa saya juga terpaksa mempelajari dan menyukai bisbol untuk bertahan hidup; agar orang-orang Amerika yang datang sarapan pagi di kedai saya tidak terlalu bosan. Untung sekarang saya tidak usah terpaksa menyukai dan mempelajari sepak bola, kadang-kadang saya bangun tengah malam dan melihat beberapa orang lelaki dewasa duduk di depan tivi menahan kantuk, selain iba, saya merasa hidup terlalu tragis; bagaimana bisa memaksa Orang Indonesia atau dalam lingkup lebih luas Orang Asia Tenggara, atau lebih luas lagi Orang Asia hidup dalam waktu Eropa? Tetapi segala pengorbanan tentu ada gunanya. Tentu saya juga mendapat sesuatu dari bisbol, seperti yang pernah dikatakan Giamatti, di dalam permainan bisbol kita berharap pemain bisa terus maju ke base depan, tetapi kita juga meminta mereka berani [ pulang ] ke base awal — bukankah ini sama dengan jejak langkah tokoh-tokoh yang terus-menerus kita saksikan di dalam sastra? Pergi merintang bahaya, tumbuh dewasa, lalu pulang — bukankah di sini juga tersembunyi semacam filosofi pergi mencari tanah impian kemudian membiarkan pijar gemilang kembali ke dalam kebersahajaan?