Arsip Tag: caption

RAHASIA MENULIS EMPAT LARIK PUISI CINA KLASIK

Oleh Ahmad Yulden Erwin

rahasia-menulis
Gambar diunduh dari lifeofafemalebibliophile

Begini bisa saya bagi rahasia menulis empat larik puisi Cina klasik. Sebentar ada pikiran mengira cuma ingin menara sendirian? Tapi, untuk berbagi bukannya mesti jadi ribuan pucuk rumput, tahan dalam gigil, pas sepasang terwelu mandi embun? Tidak peduli, saya hanya ingin berbagi, begini cukuplah:

“Rahasia menulis empat larik puisi Cina klasik dimulai dengan hati dan pikiran seorang pelukis. Larik pertama tak usah ragu lukis suatu lanskap atau peristiwa atau topik tertentu dengan kata-kata. Larik kedua biar jadi kelanjutan larik pertama. Larik ketiga beralih ke topik lainnya. Larik keempat jadilah sari bagi tiga larik sebelumnya.”

Berikut beberapa puisi empat larik Cina klasik dari dinasti Tang:

Mendaki Menara Bangau

Karya Wang Zhihuan (688 – 742)

Mentari putih menyusuri bukit berakhir,
Sungai kuning menuju lautan mengalir.
Ingin melempar mata sejauh ribuan Li,
Mendaki sajalah ke tingkat lebih tinggi.

Peristirahatan Rusa

Karya Wang Wei (701 – 706)

Gunung kosong tidaklah nampak insan,
Hanya terdengar cakap orang bergema.
Pantulan cahaya mentari masuk hutan,
Kembali menapaki lumut tanpa terasa.

Pulang Saat Malam Badai Salju

Karya Liu Changqin ( ? – 786)

Petang datang gunung purba menjauh,
Hawa gigil rumah putih beku merapuh,
Terdengar anjing menyalaki pintu kayu,
Orang pulang waktu malam badai salju.

Apa benar saya tengah berbagi? Sayangnya, ini justru satu Koan Zen Jepang terbaca sebelum dini hari:

Dua orang putri dari seorang pedagang sutera di Kyoto,
Yang tertua dua belas tahun, yang muda delapan belas,
Seorang samurai bisa membunuh musuh dengan katana,
Tetapi gadis-gadis itu membunuh orang dengan matanya.

Candi Barong

Oleh Rere Loreinetta

Candi Barong berada di bukit Dusun Candisari. Candi ini merupakan candi Hindu yang merupakan bekas kompleks peribadatan untuk memuja Dewa Wisnu dan istrinya, Dewi Laksmi (Dewi Sri, dewi kesuburan). Candi Barong ditemukan oleh seorang Belanda sekitar tahun 1913.

Suasana Candi

candi-barong-candi-hindu
Foto: Rere Loreinetta

Pada bagian paling luar candi terdapat teras pertama dengan batas garis batu berbentuk bujursangkar. Lalu di teras kedua yang berikutnya terdapat susunan batu yang tertata rapi berupa persegi panjang, teras ini mengelilingi teras pertama. Teras ketiga, merupakan wilayah yang paling sakral, di teras ketiga ini kita bisa menyaksikan candi untuk memuja Dewa Wisnu dan untuk Dewi Sri.

Candi ini menghadap ke arah Barat. Untuk sampai pada teras ketiga ini anda harus melalui gerbang yang terbuat dari batu andesit. Teras pertama luasnya sekitar 90 x 63 m2, lalu teras kedua 50 x 50 m2, dan teras ketiga berukuran 25 x 38 m2. Selain itu pada tangga candi dilengkapi dengan pipi tangga, terdapat hiasan sepeti ‘ukel’ pada pangkal tangga, hiasan daun kalpataru, terdapat gerbang beratap (gapura paduraksa) menuju ke pelataran teras ketiga.

Kompleks candi ini memiliki pintu masuk di sebelah barat, lalu mengantar pada lahan berundak tiga. Teras pertama dan kedua sudah tidak ditemukan bangunan candi, meskipun terdapat sisa-sisa lantai atau umpak. Teras kedua merupakan area bukaan yang cukup luas. Sebelum memasuki teras tertinggi terdapat gerbang paduraksa kecil yang mengapit tangga naik.

Pada bagian teras tertinggi terdapat dua bangunan candi untuk pemujaan, diperkirakan kepada Dewa Wisnu dan Dewi Sri. Bangunan candi-candi utama ini tidak mempunyai pintu masuk, sehingga upacara pemujaan diperkirakan dilakukan di luar bangunan.