Arsip Tag: jurus

Kuli Kontrak, Bengkalis, 1921

Puisi John Kuan

5 euro mengunduh kau dari sebuah pusat arsip kolonial

bersama sebatang kayu terjepit di antara paha dan betis

bersama sepotong tali yang terikat di luar waktu.

Sedang di dalam waktu aku bisa mencium bau sedihmu

dan rindu dan fermentasi daun gugur.

Apa kisahmu? Aku kira aku tahu, kau tentu diperdaya

di sebuah losmen murah, di sebuah rumah gadai, di sebuah agen kerja

bisa saja di Amoy, bisa saja di Quanzhou, bisa saja di Kanton, bisa saja di Kuilin.

Siapa peduli. Kalian semua disebut [ anak babi ], kalian dihitung kiloan

demi beberapa tahil perak buat ibu di kampung halaman.

 

Sepasang matamu menyimpan ombak dan badai

Beberapa garis petir menggores keningmu, segaris senyum sinis

telah menutup satu abad kekalahanmu. Aku kira aku kenal kau

Wong Feihung? Huo Yuanjia? 72 Jurus Shaolin? Akhirnya kau kalah jurus

pada selembar kontrak kerja, disusun ke dalam palka kapal uap

seperti daging kalengan. Membelah samudera, keluar masuk novel-novel kolonial

Hindia Belanda, tanpa meninggalkan nama, tanpa raut, sekalipun

cuma fiksi belaka. Malam ini aku melihat kau adalah sebongkah batu

kungkum di dalam kristal cair, ingin bertapa seribu tahun lagi

menjelma jadi satu jurus telapak tangan Buddha.

jurus-telapak-tangan-buddha
Gambar disediakan oleh John Kuan

Mary, Mary, Godwin, Shelley #2

Kolom John Kuan

Cerita Detektif

mary Wollstonecraft
gambar diunduh dari exhibition.nypl.org

Cerita detektif seandainya hanya untuk membuang waktu, ditulis dengan plot berdebar dan mengundang curiga sebagai hiburan, maka tidak akan jauh berbeda dengan cerita-cerita silat, dengan bayang pisau cahaya pedang, getaran angin pukulan, jurus-jurus tombak memilin, ditambah dengan amis darah petarungan dan pengejaran cinta yang bertepuk sebelah tangan sebagai titik koma, garis lintang dan bujur, ditulis buat main-main, samasekali tidak ada hubungan dengan genre sastra, dengan penjelajahan dan pembacaan sastra.

~

Siapa berani bayangkan Godwin menulis Caleb Williams hanya untuk menyediakan hiburan kepada pembaca London? Tentu tidak, siapa itu Godwin! Bapak Kaum Anarkis, tahu! Namun saya berani mengatakan bahwa cerita silat maupun tidak silat yang heboh di rak-rak laris, tidak peduli kata-katanya bisa dicerna atau tidak, jalan ceritanya dan tokoh-tokohnya seberapa hidup, temanya berbobot atau tidak, tidak peduli keluar dari ujung pena siapa, saat dia pegang pena menulis, tujuannya hanya untuk memikat perhatianmu, sedapat mungkin berusaha jangan sampai hatimu bercabang di tengah jalan, lempar buku terlelap, mengerek daya hiburan hingga lapisan teratas, buat merebut kepercayaanmu akan kemampuannya membantu kau menghabiskan waktu.

 ~

Sirkus pada masa-masa awal hanya memiliki satu lingkaran besar, sebagai tempat pertunjukan ( ring ). Orang-orang duduk menggelilingi tempat pertunjukan, serentak memandang ke lingkaran, orang-orang yang memandang begini, disebut penonton ( audience ). Di dalam lingkaran petunjukan ada berbagai kegiatan terus berlangsung, satu menyambung satu, ini disebut acara ( program ).

Lihat sekarang! Seorang badut berbaju bintik topi berbunga sedang lenggang lenggok bergaya, selanjutnya adalah monyet naik sepeda, gajah berdiri tegak berbaris, menumpang kaki depannya di punggung koleganya yang berjalan di depan, kemudian adalah kuda putih dan kuda hitam yang dihias indah berlari kecil dengan teratur. Lihat, manusia terbang, orang perkasa menelan pedang, sang jelita meloncat lewat lingkaran api penuh mata pisau, cambuk pawang binatang buas berambut pirang berlengan tato melayang menjerit, perintah singa jantan duduk baik-baik, lalu sendiri menyodorkan sepotong daging ke mulut singa, selanjutnya badut keluar lagi, mengitari lingkaran pertunjukan satu kali, melambaikan tangan kepada penonton, sekarang suara musik sedikit agak membosankan, sebab pemain-pemain musik sedang istirahat, minum dan merokok. Tidak lama, dari belakang meloncat keluar dua ekor monyet, bersama badut berlari beriring, dan melambaikan tangan kepada penonton…

Acara begini, lihat saja, sirkus jaman dulu umumnya demikian, hiruk-pikuk, penuh gaya penuh warna, permainan bagus sambung menyambung. Namun bagaimanapun juga, di dalam seluruh acara sekalipun sebagian besar waktu kau tetap bersemangat, antusias, riang, sesekali juga merasa ada acara tertentu yang tidak begitu memikat, oleh sebab itu ketika singa jantan akhirnya berhasil duduk dengan baik, kau angkat tangan melihat jarum arloji, mengetahui sekarang sudah jam sekian sekian, ada sedikit lelah, tidak tahu acara apa selanjutnya?

Suatu kali dalam acara yang sedang berlangsung, serentak ada seperempat penonton (termasuk lelaki perempuan tua dan muda) yang sedang menonton di lingkaran pertunjukan menunjukkan ekspresi kebosanan, dan di antaranya (seperempat penonto ) ada separuh serentak angkat tangan melihat jarum arloji, sesaat ketika pawang berambut pirang berlengan tato menarik kembali cambuknya yang panjang, singa jantan pelan-pelan duduk sempurna, menunggu dia menyodorkan sepotong daging ke dalam mulutnya.

Badut berbaju bintik topi berbunga memperhatikan kondisi begini, hatinya sangat galau: “Banyak orang merasa membosankan, pada saat ini.” Dia melapor kepada kepala penyusun acara, si Kumis: “Harus dicari solusinya.” Si Kumis menghela nafas berkata, dia telah memperhatikan masalah ini, sebab manusia terbang nomor dua sudah pernah melapor kepadanya, lalu orang Kazak penuntun kuda juga, pemain alat musik tiup juga, Jenny pelompat lingkaran api juga, dan beberapa anggota lain, semuanya pernah mengutarakan bahwa tidak peduli acara apapun sedang berlangsung, sedikit banyak pasti ada penonton menunjukkan kebosanan. “Bagaimana menyedot perhatian semua orang sehingga hatinya tidak bercabang di tengah jalan, bahkan berebutan meninggalkan tempat duduk?” Kumis kepala penyusun acara masuk ke dalam renungan: “Bagaimana mengerek daya hiburan hingga lapisan teratas. buat merebut kepercayaan mereka akan kemampuannya membantu mereka menghabiskan waktu?”

“Saya punya solusi!” Badut berbaju bintik topi berbunga pecah ilham berkata: “Tempat pertunjukan dari satu lingkaran ditambah menjadi tiga lingkaran, setiap menit setiap detik, biarkan tiga macam acara berbeda berlangsung di dalam tiga lingkaran pada waktu bersamaan, dan penonton tetap duduk mengelilingi, mengelilingi di luar area tiga lingkaran, suka melihat acara di lingkaran mana, tinggal pilih, kalau bosan, boleh memilih lingkaran lain, selamanya tidak akan kehabisan tontonan, selamanya tidak lelah, tidak bosan, terus menjaga hati yang mengebu, hingga acara berakhir bersamaan.”

 ~

Pemaparan di atas, adalah cikal bakal three-ring circus.

Nama badut tidak dicantum, namun sumbangannya terhadap industri hiburan amat kasat mata, tidak bisa diabaikan, perihal ini bukan saja terjadi di sirkus, juga mempengaruhi pembuatan film, penyusunan acara di parlemen, media berita, juga memberikan inspirasi yang amat besar kepada semua orang yang bertekad menulis novel, tentu bukan hanya cerita detektif atau cerita silat saja.

~

Godwin menggunakan cerita detektif sebagai kritik sosial, di Inggris pada ujung abad kedelapan belas Masehi. Mary Wollstonecraft Godwin Shelley juga mengikuti langkahnya. Dia menulis Frankenstein, menciptakan monster rekayasa ilmuwan pertama dalam sejarah. Sebuah fiksi ilmiah begini sesungguhnya juga merupakan kritik sosial, mencerminkan intelektual Eropa Barat hidup di pembukaan abad kedelapan belas, sebuah jaman yang penuh tantangan, bagaimana memandang sifat manusia dan sains, dan juga sisi gelap sifat manusia dan sains.

Tujuh Jurus dari Nyonya Wei ( 7 )

Gerundelan John Kuan

Jurus Ketujuh: Ombak Berkejar Guruh Menggelinding
Kaligrafi Huang Tingjian ( 1045 -1105, Dinasti Song )
Jurus terakhir dari Formasi Tempur Kuasadalah satu goresan yang sering disebut ‘ Kereta Jalan ‘, yakni goresan terakhir dari karakter 道 ( baca: dao, artinya: jalan,… ). Saat dengan kuas menggoreskan garis ini, akan terasa tidak putus diseret dan ditarik. Seperti kaligrafi Huang Tingjian ——— [ Satu gelombang tiga putar ]. Seperti satu goresan itu terus diseret dan diseret, di dalam kekuatan timbul lagi kekuatan, kekuatan menyambung kekuatan.

    Saya sangat tertarik bagaimana Nyonya Wei mengajari Wang Xizhi jurus terakhir ini? Bagaimana merasakan goncangan, gulungan di dalam goresan ini, bagaimana merasakan hubungan tarik menarik antara ketegangan dengan ketegangan? mengenai satu goresan ini, Nyonya Wei seperti biasa tetap memberikan empat kata: Ombak Berkejar Guruh Menggelinding

Gelombang di laut atau di sungai, bergerak berkejaran ke depan, sambung menyambung, terus menggulung tanpa henti. Pada masa Nyonya Wei mengajari Wang Xizhi kaligrafi, dia sedang menetap di Cina Selatan yang dekat laut, mungkin di sekitar Nanjing atau Zhejiang. Mereka mempunyai kesempatan bertemu laut, dapat merasakan gemuruh pasang surut air laut atau pun sungai, dapat merasakan ombak berkejar. Gelombang saat air pasang naik, segulung segulung berlari menerjang datang, sampai di tepi tanggul, tiba-tiba seluruhnya menghantam pecah berderai, seperti ombak kaget meretak tebing, pecah menjadi selapis bunga gelombang.

Wang Xizhi yang belajar kaligrafi sudah bukan seorang anak kecil lagi, dia telah mengalami berat dan kecepatan batu jatuh, mengalami gerakan lapisan awan di atas cakrawala, mengalami ketegaran rotan kering sepuluh ribu tahun di kedalaman hutan; hidupnya telah menumpuk cukup banyak rasa, menumpuk cukup banyak cerita dan fenomena alam semesta. Dia telah mengenal cula badak, gading gajah yang ditebas putus; dia juga telah mengenal kekuatan dan kelenturan luar biasa ketika menarik lengkung sebuah busur.

Seorang guru yang menuntun masuk ke dalam keindahan hidup, pada pelajaran-pelajaran terakhir, mungkin tidak perlu lagi menjelaskan terlalu banyak.

Nyonya Wei dan Wang Xizhi mungkin bersama-sama berdiri di tepi sungai atau di tepi laut, bersama-sama mendengar suara air pasang dan surut, pada musim yang berbeda, waktu yang berbeda, purnama atau bulan sabit, subuh atau senja, keadaan air pasang dan surut juga akan berbeda. Kadang-kadang suara ‘ sha, sha ‘ seperti daun bergesekan dalam hujan dan angin, seperti ulat sutera menguyah daun murbei; ada juga kalanya ‘ gong ‘ gong ‘ , seperti sepuluh ribu barisan kuda berpacu menerjang.

Berdiri di tepi pantai, guru dan murid sama-sama dapat merasakan kekuatan yang terpendam di dalam kejaran ombak yang menggetarkan hati. Kekuatan ini berbeda dengan kekuatan lepas dari Busur Melepas Seratus Pikul; ‘ Ombak Berkejar ‘ adalah kekuatan yang lebih kalem, lebih terpendam, sambung menyambung, tidak putus tidak selesai, berkejar menuju pukulan terakhir yang sudah ditakdirkan.

Kaligrafi Huang Tingjian ( 1045 – 1105, Dinasti Song )

Pada masa peralihan antara musim semi dan musim panas, persentuhan antara hangat dan dingin Kanglam yang segera berakhir, panas dan dingin tumpang tindih, Yin dan Yang saling mendorong, di udara ada kegerahan yang siap meledak, dari jauh terdengar suara guruh yang terpendam, teriakan yang tertahan dalam geram, seperti sesaat tidak dapat menemukan mulut keluar. Di antara langit dan bumi yang luas, mengikuti sabetan halilintar, satu-satu suara guruh, juga mirip suara kejaran ombak yang datang dari jauh.

Suara guruh pada musim panas, bagaikan menggelinding datang dari tempat yang jauh, suaranya dari kecil lalu pelan-pelan menjadi besar, segelombang segelombang, ada kekuatan yang bersambungan tanpa jeda, ini yang disebut ‘ guruh menggelinding ‘, yaitu goresan terakhir ketika menulis karakter 道. Satu goresan yang diseret panjang, berkelanjutan, adalah ombak laut menerjang, adalah guruh mengemuruh.

Ombak Berkejar Guruh Menggelinding ——— empat kata ini, adalah ingatan pada ombak laut dan suara guruh. Bukan cuma mata melihat ombak laut, Nyonya Wei seolah ingin Wang Xizhi berubah jadi ombak, merasakan tubuhnya bergerak, menggelegak. Demikian juga dengan guruh yang menggelinding. Di dalam semesta yang luas, ada suara terus menerus menyiar, seperti ada kegerahan luar biasa, mirip guruh di musim panas. Dari dalam kegerahan dan tekanan yang tak terkira, tiba-tiba melepaskan teriakan, agak terpendam, selapis-selapis menumpuk datang.

Mungkin banyak yang mengenal seorang kaligrafer besar bernama Wang Xizhi, dan mungkin juga mesti tahu dia ada seorang guru yang mahir membukakan jiwanya dan menuntun hidupnya ——— Nyonya Wei.

 

SELESAI

Baca Jurus Nyonya Wei sebelumnya