Puisi John Kuan
5 euro mengunduh kau dari sebuah pusat arsip kolonial
bersama sebatang kayu terjepit di antara paha dan betis
bersama sepotong tali yang terikat di luar waktu.
Sedang di dalam waktu aku bisa mencium bau sedihmu
dan rindu dan fermentasi daun gugur.
Apa kisahmu? Aku kira aku tahu, kau tentu diperdaya
di sebuah losmen murah, di sebuah rumah gadai, di sebuah agen kerja
bisa saja di Amoy, bisa saja di Quanzhou, bisa saja di Kanton, bisa saja di Kuilin.
Siapa peduli. Kalian semua disebut [ anak babi ], kalian dihitung kiloan
demi beberapa tahil perak buat ibu di kampung halaman.
Sepasang matamu menyimpan ombak dan badai
Beberapa garis petir menggores keningmu, segaris senyum sinis
telah menutup satu abad kekalahanmu. Aku kira aku kenal kau
Wong Feihung? Huo Yuanjia? 72 Jurus Shaolin? Akhirnya kau kalah jurus
pada selembar kontrak kerja, disusun ke dalam palka kapal uap
seperti daging kalengan. Membelah samudera, keluar masuk novel-novel kolonial
Hindia Belanda, tanpa meninggalkan nama, tanpa raut, sekalipun
cuma fiksi belaka. Malam ini aku melihat kau adalah sebongkah batu
kungkum di dalam kristal cair, ingin bertapa seribu tahun lagi
menjelma jadi satu jurus telapak tangan Buddha.
