——— angsa liar berbaris terbang selatan; pipit menjelma kerang; bunga krisan mekar.
Sepotong jalan ini empat musim indah, terutama mapel merah di kedalaman musim gugur, saya melangkah sendiri, melihat di bawah sebatang pohon besar di jauh berdiri dua gadis kecil sedang bertepuk tangan ke arahku, kenapa? Mereka salah mengenal orang?
Makin dekat, makin jelas mereka memang bertepuk tangan menyambut saya. Sebuah rumah warna putih dan anggun, menjulur selapangan rumput hijau, di luar pagar barulah jalan, meja bundar kecil diletakkan di sisi jalan, dua buah kursi anak-anak, mereka berdua jelas adalah kakak beradik, gaun chiffon putih dengan warna-warni serpihan bunga, di atas meja bundar dipajang beberapa untai kalung dan gelang, manik-maniknya juga berwarna-warni, amat pastel ——— mereka adalah pedagang, sendiri merangkai, sendiri menentukan harga, berharap laku, labanya kakak beradik bagi rata.
Sepotong jalan ini jarang dilalui orang, apalagi pembeli potensial, saya berlagak serius memilih, ambil empat untai, bertanya:
[Apakah kalian merasa empat untai ini paling cantik?]
[Iya, ini adalah empat untai tercantik!]
Saya membayar, mereka menyerahkan barang, saling terima kasih.
Terus melangkah, berpikir: Seandainya menoleh lihat, mereka telah lenyap tanpa jejak, maka mereka adalah peri yang datang ke dunia manusia, dan saya adalah seorang anak kecil beruntung; seandainya menoleh lihat mereka masih di bawah pohon menunggu, maka mereka adalah pedagang kecil, dan saya adalah pelanggan yang selangkah-selangkah membungkuk tua.
“Begitulah awalnya, saya mencuri sandal. Sepasang sandal pria yang bagus dan kokoh bentuknya. Saya tak tahu nomor berapa ukurannya. Barangkali empat puluh dua. Saya tak sempat mengeceknya karena terburu-buru. Dan karena terburu-buru, saya jatuh tersandung,” ujarnya mengawali kisah di tengah dingin udara malam. Malam yang tak seperti biasanya.
“Sandal itu terlalu besar untuk kaki saya. Tapi saya tak punya pilihan lain kecuali memakainya. Saya tak membawa kantong, apalagi tas untuk menyimpan sandal itu. Saat itu saya hanya bertindak cepat menuruti kata hati saya. ‘Tanggalkan sandal bututmu, dan pakai sandal kulit itu’, begitu perintahnya. Lantas saya pun berbuat demikian.”
“Lalu apa yang terjadi selanjutnya?” tanya sosok lain yang berdiri bersandar pada sebuah tiang beton. Seorang lelaki muda berumur sekitar tujuh belas tahun. Berkulit terang dengan wajah bagai pahatan tangan seniman jenius. Sempurna dan menyenangkan mata.
Sosok yang ditanya, seorang pria paruh baya bertubuh pendek dan kurus, kembali bersuara. “Setelah memakai sandal itu saya segera pergi, terburu-buru karena takut dipergoki orang. Saya mencuri. Saya tahu itu perbuatan tak terpuji, tapi saya tak sempat lagi berpikir panjang. Kata hati saya tegas-tegas menyuruh saya mengambil sandal itu. Saya berjalan secepat mungkin, lalu entah bagaimana sandal itu lepas dari pijakan dan membuat saya tersandung. Sandal itu memang kelewat besar buat kaki saya. Saya terjatuh. Seseorang datang membantu saya berdiri. Kelihatannya ia warga setempat. Saya buru-buru mengucapkan terima kasih dan berniat segera berlalu dari situ, namun orang itu mendadak menahan tangan saya. Ia mengamati saya dengan pandangan tajam. Sepertinya ia mulai curiga. Saya jadi gugup, apalagi saat matanya menghunjam ke kaki saya. Saya makin gugup dan berusaha melepaskan diri, tetapi ia mencengkeram saya dan bertanya tentang sandal itu. Saya katakan sandal itu milik saya. Tapi orang itu tampak tak percaya. Ia terus mencecar dengan serentetan pertanyaan seputar sandal itu: ukuran, merek, harga, di mana membelinya.
“Aduh, saya sungguh panik. Saya jawab sekenanya. Saya tak ingat lagi apa yang saya katakan, namun pastilah jawaban saya amburadul. Orang itu menghardik saya dengan keras, menuduh saya telah mencuri sandal. Katanya, saya pasti mencurinya karena sandal itu terlalu bagus untuk orang sekumuh saya. Saya ketakutan. Orang itu tinggi besar. Saya pasti mati jika dipukulinya. Sebisanya saya berusaha berkelit. Saya katakan, apa orang sekumuh saya tak boleh pakai sandal bagus? Memangnya orang yang berkulit dekil seperti saya sudah pasti miskin dan tak mampu membeli sandal bagus? Tapi…yah, usaha saya itu sia-sia. Saya tak bisa meyakinkannya. Saya memang tak pandai berbohong,” tuturnya getir. Kemudian ia terdiam. Lama.
Lelaki muda yang mendengarkan ceritanya dengan seksama juga tak berkata sepatah pun. Udara dingin. Bulan sabit menyeruak redup dari balik awan gelap. Tengah malam masih jauh, namun entah kenapa suasana telah teramat lengang. Tak terlihat satu pun orang lalu-lalang di situ. Malam yang tak biasa.
Laki-laki paruh baya itu menghela nafas panjang. Berat dan sarat kepedihan. Sesaat, suaranya terdengar kembali. “Begitulah. Kejadian itu cepat sekali. Tiba-tiba saja orang banyak telah mengerumuni saya. Orang bertubuh tinggi besar itu terus berteriak-teriak menuduh saya mencuri. Saya sangat ketakutan. Saya takut mati dikeroyok.”
“Akhirnya saya mengaku. Percuma saja berkelit, toh saya memang mencuri. Saya katakan bahwa saya terpaksa mencuri karena lapar. Sudah dua hari nyaris tak makan apa-apa. Saya baru tiga hari datang dari daerah. Saya ke sini untuk mencari kerja, tapi sial, saya dirampok orang. Ludes semua. Tak tersisa seperak pun. Saya sebatang kara, tak kenal siapa-siapa di sini. Saya berjalan ke mana saja kaki melangkah demi mencari kerja. Saya bahkan mencoba mengemis di jalanan, tapi malah diusir pengemis yang biasa mengemis di situ. Saya bingung harus bagaimana. Saya lapar, jadi saya terpaksa mencuri. Sumpah mati, baru kali ini saya mencuri. Habis bagaimana lagi, tak ada yang mau menolong saya. Mungkin karena saya kumuh begini…,” ujarnya dengan suara memelas.
“Saya pasrah kalau saya dibawa ke kantor polisi dan dipenjara, saya memang bersalah. Tapi yah…dasar nasib, orang-orang itu lebih suka mengeroyok saya. Saya menjerit minta ampun, tapi mereka makin gencar memukul, menonjok, dan menendang hingga saya terkapar. Lalu ada yang menyiram saya. Baunya menyengat. Saya tak bisa bangun, badan saya seperti remuk. Lantas… Lantas orang itu menyulut api dan melemparkannya ke badan saya. Saya…saya terbakar. Saya berusaha bangun untuk memadamkan api, tapi aduh, badan saya sakit sekali. Panas, pedih luar biasa. Saya menjerit-jerit minta ampun, tapi tak ada yang mau menolong saya. Lihat, badan saya sampai rusak begini. Apa kesalahan saya sedemikan besar sehingga saya harus dihukum seperti itu…,” ungkapnya diakhiri tangis tersedu yang menyayat.
Pemuda itu trenyuh. Sebetulnya ia ingin sekali menepuk-nepuk pundak lelaki paruh baya itu, sekedar untuk menenangkannya. Namun rasanya hal itu mustahil dilakukan. Hatinya amat terharu hingga tak sanggup berkata sepatah pun. Ia memutuskan untuk diam, menunggu isak yang mengibakan tersebut reda.
Tak berapa lama kemudian sosok itu kembali meneruskan ceritanya. “Memang malang nasib saya. Yah…apa mau dikata. Tapi saya tak dendam pada orang-orang itu. Saya justru kasihan, mereka jadi berdosa karena saya. Mereka sudah membuat dan membiarkan saya begini, bukankah itu dosa? Sudahlah, tak ada gunanya menyesali. Sudah terjadi…,” katanya dengan nada pasrah. Tak ada sedikit pun kemarahan tersembunyi dalam suaranya. Ia menghela nafas, “Hanya saja, saya kesepian di sini. Tak bisa ke mana-mana. Tak ada yang bisa saya ajak bicara. Tapi syukurlah, malam ini saya beruntung berjumpa orang sepertimu sehingga saya bisa bercerita. Setidaknya, masih ada yang mau menemani saya di sini. Meski cuma sebentar saja, saya sudah beruntung. Saya berterimakasih padamu, Nak,” ujarnya seraya tersenyum. Diamatinya anak muda itu. Anak ini pastilah bukan dari kalangan sembarangan, pikirnya.
“Ehm, tampaknya Ananda sudah biasa ya mengalami hal-hal begini? Kau sama sekali tidak ketakutan,” lanjutnya lagi.
Pemuda itu tersenyum. “Dulu saya memang sering terkejut, juga takut-takut. Namun kini sudah biasa. Saya sudah terlahir begini. Orang-orang bilang ini adalah karunia. Anugerah dari Sang Pencipta, “ katanya sambil menatap lawan bicaranya. Lelaki paruh baya itu mengangguk-angguk. Anak ini memang istimewa, batinnya. Sinar kebijaksanaan dan welas asih terpancar kuat dari dirinya.
“Baiklah, apakah masih ada lagi yang ingin Bapak ceritakan?” Lelaki paruh baya itu menggeleng.
“Kalau begitu saya permisi. Sudah hampir tengah malam, saya harus segera pulang,” kata lelaki muda itu santun.
“Terima kasih banyak, Nak. Saya senang malam ini bisa bercerita padamu,” sahut sang lelaki paruh baya. Pemuda itu berpamitan dengan sikap sopan yang menyenangkan hati dan berlalu menuju mobilnya. Lelaki tua itu melambaikan tangan.
***
Pemuda itu menghela nafas. Walau terkadang terasa berat, ia berlapang dada menghadapi hal-hal demikian. Takdir telah memberinya kemampuan itu. Melihat yang tak terlihat, berbicara pada yang tak terlihat. Itu sebabnya tadi ia merelakan diri tatkala lelaki paruh baya tersebut menyapa dan memintanya untuk berhenti sejenak.
Lewat kaca spion pemuda itu menatap sosok yang kian jauh di belakang. Benar-benar mengibakan hati: melepuh, terkelupas dan sebagian lagi gosong. Sosok itu kemudian menyala sesaat, berselubung api, lalu padam berselimut asap. Lenyap dalam telikungan gelap. Kembali pada abu yang semula. Seonggok abu.
Octaviana Dina, alumni Fakultas Sastra (kini FIB) jurusan Sastra Perancis UI. Selain menjadi penulis dan penerjemah, ia menjadi peneliti untuk Yap Thiam Hien Award (2009-2012) dan menulis beberapa artikel dalam buku 20 Tahun Wajah HAM Indonesia 1992-2011 terbitan Yayasan Yap Thiam Hien. Sebagian tulisannya dapat dibaca diBlog Octavianadina
Ini tentang kebebasan berekspresi tingkat internasional. Seluruh pengguna internet di bumi ini diminta memberikan suaranya untuk memilih yang terbaik versi pengguna pada acara The Bobs Award yang diselenggarakan Deutch Welle.
Lebih dari 4200 website dan proyek online telah didaftarkan pada The Bobs – Best of Online Activism Awards tahun 2013. Seribu lebih banyak dari tahun lalu. Dan juri telah memilih 364 finalis untuk maju pada masing-masing kategori.
“Ini menunjukkan begitu banyak cara untuk menunjukkan kebebasan berekspresi dan mendorong transparansi politik,” ungkap Ute Schaeffer, editor Deutch Welle untuk muatan regional. Berbagai tema diangkat seperti perubahan kondisi sosial dan ekonomi, hak atas air, hak-hak perempuan, dan perlawanan atas sensor-sensor, ungkap Gabriel González, Manajer the Bobs Award.
Deutch Welle adalah kantor berita Jerman yang mulai menyelenggarakan penghargaan ini sejak tahun 2004. Sepanjang sembilan tahun terakhir, acara ini memberikan penghargaan kepada upaya-upaya membangun hubungan budaya, mendorong transparansi, dan menciptakan jembatan penghubung antar budaya di negara-negara yang berbeda bahasa.
Tahun ini The Bobs memilih blog dalam 14 kategori lomba. Dari kategori blog berbahasa Indonesia, RetakanKata menjadi salah satu blog yang dinominasikan, menemani 9 blog dari Indonesia. Tentu ini menggembirakan dan sudah sepatutnya RetakanKata menyampaikan terima kasih untuk dukungan dan kesetiaan sahabat RetakanKata menyambangi blog ini. Selanjutnya RetakanKata akan masuk pada putaran pilihan pengguna. Sahabat RetakanKata dapat memberikan suaranya dengan cara sign in melalui Facebook atau Twitter kemudian klik link di bawah ini.
Kurang lebih dua bulan berlalu sejak peluncuran Festival Blog Sastra Indonesia (FBSI) di blog RetakanKata. Sebanyak tujuh belas blog perorangan turut serta dalam festival kali ini. Meski hanya tujuh belas, namun blog-blog tersebut menunjukkan kelebihan para pemiliknya yang tidak saja mengerti dunia kepenulisan namun juga mengerti bagaimana menggunakan teknologi untuk mendukung talenta menulis mereka. Terima kasih kami sampaikan kepada para blogger yang turut memeriahkan festival ini.
Satu bulan penilaian blog yang dimulai sejak Januari hingga Februari telah usai. Dan berikut ini disampaikan beberapa catatan hasil dari pengamatan blog-blog para peserta festival. Mudah-mudahan catatan ini memberi manfaat buat para sahabat blogger khususnya yang bergulat di bidang seni.
Secara umum, tampilan blog para peserta menarik dan menunjukkan ciri khas masing-masing. Sayang jika blog yang sudah menarik tersebut jarang sekali di-update. Blog yang sangat jarang di-update menyebabkan pengunjung malas untuk kembali mengunjungi blog Anda sebab tidak mendapat sesuatu yang baru. Ibarat tuan rumah, pemilik blog semestinya tidak membiarkan tamunya disuguhi “yang itu-itu saja.” Jika ada tamu yang mengajak Anda berbicara, tamu itu seperti berbicara di rumah kosong tak berpenghuni. Tentu hal semacam ini membuat mereka malas untuk kembali mengajak berbicara.
Selain itu, update blog tidak harus melulu masalah isi (content). Sahabar blogger bisa melakukan update tata letak (layout), tampilan yang salah seperti misalnya kode html muncul ke permukaan atau memeriksa link-link yang putus (broken links). Perawatan yang baik tentu bermanfaat bagi mesin pencari dan para pengunjung sehingga mereka tidak masuk ke tempat yang salah atau tersesat di blog Anda.
Tampilan yang baik, petunjuk arah yang jelas serta tidak banyak gangguan (noise), atau biasa disebut clean, membuat pembaca nyaman. Dan karena ajang ini adalah festival blog sastra, maka content tetap merupakan kekuatan utama sebuah blog. Maka dengan memperhatikan berbagai pertimbangan untuk memilih blog terpopuler dan terbaik, berikut ini adalah blog-blog yang berhak mendapat penghargaan dari RetakanKata.
Street Poems
Juara pertama mendapat Smartfren Andromax atau jika memilih uang tunai akan diganti dengan uang sejumlah Rp 750.000,- adalah Blog STREET POEMS;
Sebuah Tanya di Ladang Sunyi
Juara ketiga mendapat uang tunai sebesar Rp 250.000,- adalah Blog SEBUAH TANYA DI LADANG SUNYI
Selamat kepada para pemenang dan silakan melakukan verifikasi dengan mengirim surel ke RetakanKata yang dilampiri data diri dan nomor rekening bank. Kami akan memverifikasi melalui nomor telepon genggam.
Terima kasih kepada sahabat RetakanKata dan rekan-rekan mahasiswa yang telah berpartisipasi aktif dalam weekly writing challenge. Untuk tema minggu lalu “Selamat Tinggal 2012, Selamat Datang 2013”, banyak naskah yang masuk dan rata-rata mengesankan. Sungguh berat hati kami untuk memilih tulisan-tulisan terbagus yang kami yakin, sangat berkesan bagi para penulisnya. Maka, RetakanKata menampilkan empat tulisan terbagus pada weekly writing challenge kali ini. Ini satu lebih banyak dari tiga tulisan yang direncanakan.
Oh ya, tulisan-tulisan terpilih dapat dibaca pada link-link berikut:
Selanjutnya, untuk weekly writing challenge minggu ini, RetakanKata mengangkat tema:
“Tawuran Pelajar/Mahasiswa, Penting?”
Persahabatan kadang melampaui kampus-kampus. Artinya, bisa saja kawan kamu atau saudara kamu atau mungkin bahkan “gebetan” kamu, berbeda kampus dengan tempat kamu belajar. Nah, ketika terjadi tawuran, kadang melebar ke mana-mana, pemicunya tidak jelas, tujuannya juga tidak jelas, bahkan kadang yang terlibat tawuran tidak tahu menahu duduk persoalannya. Pokoknya main hajar. Bayangkan jika tiba-tiba kampus atau sekolahmu tawuran dengan kampus atau sekolah tempat sobat dekatmu atau saudaramu belajar. Main hajar, yang dihajar kawan sendiri, menyedihkan kan?
Nah, weekly writing challenge minggu ini menantang para sahabat RetakanKata untuk menjawab pertanyaan:
Apa sih sebab terjadinya tawuran?
Mengapa harus tawuran?
Cari aktivitas yang positif yuk!
Tentu saja jawabannya dalam bentuk esai, dengan ketentuan penulisan esai sebagaimana tercantum pada artikel kirim naskah. Seperti biasa, kirim lewat surel retakankata@gmail.com dengan subyek WWC_JudulEsaiKamu. Batas akhir kirim naskah 19 Januari 2013. Ebook keren hanya untuk yang artikelnya dimuat.
RetakanKata – Terima kasih kepada sahabat RetakanKata dan rekan-rekan mahasiswa yang telah berpartisipasi aktif dalam sayembara ‘menulis resensi buku’ di Blog RetakanKata.
Dan berikut ini diumumkan nama penulis dan resensi yang terpilih sebagai resensi terbaik pertama, kedua dan ketiga.
Hadiah untuk para pemenang adalah sebagai berikut:
Pemenang I mendapat pulsa sebesar Rp100.000,00 ditambah buku Antologi Cerpen RetakanKata 2012.
Pemenang II mendapat pulsa sebesar Rp 50.000,00 ditambah buku Antologi Cerpen RetakanKata 2012.
Pemenang III mendapat buku Antologi Cerpen RetakanKata 2012.
Kepada para pemenang diharapkan segera mengkonfirmasi lewat email dengan mengirimkan alamat tujuan untuk pengiriman buku dan nomor telpon genggam yang akan diisi pulsa. Pastikan nomor telpon genggam yang dicantumkan aktif sebab RetakanKata akan menghubungi anda dengan nomor 085958551155 untuk memastikan pengiriman pulsa jarak jauh.
Semoga pengumuman ini dapat memacu gairah menulis para sahabat RetakanKata dan rekan-rekan mahasiswa di seluruh penjuru Nusantara untuk tetap aktif berkarya. Bagi sahabat yang karyanya belum terpilih untuk dimuat di blog RetakanKata, tidak perlu berkecil hati. Sahabat RetakanKata dan rekan-rekan mahasiswa dapat mengikuti sayembara berikutnya.
Selamat mengikuti sayembara berikutnya! Salam membaca dan menulis!
Tuhanku, Terima kasih telah memberiku umur cukup panjang sampai saat ini. Terima kasih telah melimpahiku dengan nikmat yang berlebih, keluarga yang hebat, teman-teman yang luar biasa, serta…orang-orang baru dalam hidupku.
Tuhanku, mungkin aku bertemu denganMu setiap hari dalam doa-doaku, tapi mungkin aku tidak mengucapkan dengan khusyuk betapa aku berterima kasih atas semua yang telah Kau berikan kepadaku, terutama kesempatan untuk belajar mengenai kehidupan melalui jalan yang telah Kau pilihkan untukku. Lurus maupun berliku.
Tuhanku, tahun lalu begitu banyak yang telah terjadi dalam hidupku. Jujur mungkin tahun lalu adalah tahun terberat sepanjang hidupku sampai saat ini. Baik karena masalah masa depan, keluarga dan cinta. Aku tahu Kau bergerak dengan cara yang misterius, dan entah bagaimana aku merasa mulai memahami semua kesulitan yang ada kemarin sebagai suatu caraMu untuk menjadikanku seseorang yang lebih baik dalam berbagai hal.
Tuhanku, Kau menemukanku dengan orang-orang baru dalam hidupku, menghantarkanku pada kehidupan yang tidak pernah aku bayangkan sebelumnya, menamparku dengan pengalaman-pengalaman yang begitu menyentuh, menyadarkanku akan kehidupan superficial yang selama ini aku jalani. Membuatku lebih sangat bersyukur dan menyadari besarnya nikmat yang ada dalam hidupku. Apakah aku menjadi seseorang yang lebih baik karenanya?? Aku sangat berharap hal itu terjadi.
Tuhanku, Terima kasih,terima kasih atas semuanya. Terima kasih atas kesempatan yang telah Kau berikan untukku di sepanjang kehidupanku. Tolong terus bimbing aku, arahkan aku, tegur aku, lindungi aku, dan bantu aku untuk terus mengingat bahwa aku sangat mencintaiMu dan membutuhkanMu…
Tuhanku, bila tidak terlalu merepotkan, dengan caraMu, tolong sampaikan pada orang-orang tercinta dalam hidupku bahwa aku sangat menyayangi mereka. Mungkin caraku tak dapat mereka mengerti atau malah dapat mebuat mereka salah paham akan maksudku. Aku masih terus belajar menjadi orang yang lebih baik dan lebih pengasih kepada orang-orang di sekitarku. Jadi untuk saat ini aku hanya dapat meminta Kau membukakan jalan ke hati mereka, baik keluargaku, sahabat-sahabatku, teman-temanku dan orang-orang yang selintas bertemu dalam hidupku namun memberikan dampak kecil maupun besar dalam hidupku, untuk membiarkan mereka tahu bahwa aku mencintai mereka dan sangat menghargai mereka dalam hidupku.
Tuhanku, untuk seseorang yang ada saat ini, baik dia akan menjadi seseorangku di masa depan maupun hanya sesaat saat ini, tolong beritahu dia bahwa aku menyayanginya. Aku menghargai keberadaannya dalam hidupku dan dengannya aku merasa sangat bahagia. Bantu dia untuk mengerti aku sebenarnya, karena sepertinya terkadang dia tersesat untuk mengetahui aku yang sesungguhnya. Bantu dia mengerti, bahwa dalam kekerasan, keacuhan dan ledakan emosionalku aku hanya butuh dia selalu menyayangiku dan ada untukku. Mungkin dia tak akan mengerti aku seutuhnya sampai kapanpun, tapi aku hanya butuh dia mau untuk berusaha mengerti sebagaimana aku terus berusaha untuk memahami dia dan ada untuknya. Bahwa dalam setiap keraguanku untuk bersamanya, setiap itu jugalah aku berdoa agar Kau menghapus keraguan itu. Bahwa setiap aku merasa dia ragu padaku, saat itu jugalah aku berdoa agar Kau yakinkan dia. Bahwa saat bersamanya aku merasa menjadi seseorang yang lebih baik, aku berdoa padaMu agar dia menjadi seseorang yang lebih baik karenaku. Bahwa setiap aku berkeluh kesah mengenai sikapnya, sesaat setelah itu aku menyesal karena tidak cukup berterima kasih atas semua usaha yang telah dia buat untuk menyayangiku. Bahwa saat aku berfikir seandainya dia memang bukan untukku, aku sangat-sangat berdoa dengan siapapun dia, dia akan bahagia. Sebagaimana dia sudah membuatku bahagia selama ini. Bahwa saat aku berfikir seandainya aku bukan untuknya, seseorangku di masa depanku memiliki kebaikan hatinya, kesabarannya, kepintarannya dan kehangatannya. Tuhanku, Aku berjanji untuk berusaha menjadi seseorang yang lebih baik. Selama Kau membimbingku Tuhanku terkasih, aku tahu aku akan baik-baik saja.
Penuh Cinta, Gadis yang Merayakan Hari Kelahiran
Dobo, 17 February 2011
Kirana: Hanya seseorang yang kadang tersesat dalam alam pikirannya dan menemukan jalan keluar melalui goresan-rangkaian kata.