Arsip Tag: lomba menulis resensi

Pengumuman Lomba Menulis Resensi RetakanKata 2012

RetakanKata – Terima kasih kepada sahabat RetakanKata dan rekan-rekan mahasiswa yang telah berpartisipasi aktif dalam sayembara ‘menulis resensi buku’ di Blog RetakanKata.

Dan berikut ini diumumkan nama penulis dan resensi yang terpilih sebagai resensi terbaik pertama, kedua dan ketiga.

  1. Sang Penebus; I Know It Must True, karya Wilibrodus Wonga.
  2. Kisah Seorang Putri Naga, karya Riza Rahmah Angelia.
  3. Danau Toba,Perancis, dan Sitor, karya Arif Saifudin Yudistira

Hadiah untuk para pemenang adalah sebagai berikut:

  • Pemenang I mendapat pulsa sebesar Rp100.000,00 ditambah buku Antologi Cerpen RetakanKata 2012.
  • Pemenang II mendapat pulsa sebesar Rp 50.000,00 ditambah buku Antologi Cerpen RetakanKata 2012.
  • Pemenang III mendapat buku Antologi Cerpen RetakanKata 2012.

Kepada para pemenang diharapkan segera mengkonfirmasi lewat email dengan mengirimkan alamat tujuan untuk pengiriman buku dan nomor telpon genggam yang akan diisi pulsa. Pastikan nomor telpon genggam yang dicantumkan aktif sebab RetakanKata akan menghubungi anda dengan nomor 085958551155 untuk memastikan pengiriman pulsa jarak jauh.

Semoga pengumuman ini dapat memacu gairah menulis para sahabat RetakanKata dan rekan-rekan mahasiswa di seluruh penjuru Nusantara untuk tetap aktif berkarya. Bagi sahabat yang karyanya belum terpilih untuk dimuat di blog RetakanKata, tidak perlu berkecil hati. Sahabat RetakanKata dan rekan-rekan mahasiswa dapat mengikuti sayembara berikutnya.

Selamat mengikuti sayembara berikutnya! Salam membaca dan menulis!

Danau Toba, Perancis dan Sitor

Resensi Arif Saifudin Yudistira

ibuMengapa cerpen menjadi satu cara untuk mengusik perasaan-perasaan manusia?. Karena disanalah letak karya sastra dipertaruhkan dalam hal membagi dunia imajinasi dan dunia realitas. Cerpen adalah jembatan bagi kita memahami dan mengarungi kehidupan yang serba luas ini. Pengarang meski ia tak selalu bicara dirinya,tapi pikirannya itulah yang membuat ia bergerak dalam karya sastra. Ia bersama karya sastra menyatu. Bila pramodya sadar betul dengan metode mistikumnya dalam membuat karya, maka sitor lebih bergerak pada cerpen yang meski singkat tapi ia adalah teks yang tak berhenti. Sitor pandai mengolah bahasa dan setiap kosakata yang menunjukkan betapa ia menekuni khazanah, kajian mendalam, pengamatan yang jitu hingga penulisan yang luar biasa sebelum membuat cerpen. A teeuw menyebut sitor ia menguasai bahasa Indonesia dengan cara yang kadang-kadang luar biasa.

Misal pada cerpennya Fonteny Aux Roses.  Mendengarkan kata itu kita bisa terbayang-bayang tentang perempuan perancis, atau sekilas kita bisa menemui perancis. Dan kita pun tak menyangka nama tempat di perancis bisa dihubungkan ke dalam penguasaan cerita yang meluas. JJ rizal menyebut ini sebagai awal eksistensialisme sitor. Kematian diramu sedemikian mesrahnya, kematian dikemas sedemikian hebatnya dengan permainan ingatan. Ingatan sitor itulah yang membawa kita pada penjelajahan nama-nama tempat, suasana, hingga pada kemampuannya mengemas “tokoh” pada ingatan masa lampaunya. Ia bergerak lihai dan mencoba tidak lurus-lurus dalam bercerita meski pelan. Keunggulan bahasa itulah yang dimanfaatkan sitor dengan memadukan pengalaman ketika ia di perancis dengan menceritakan memori kematian dengan satu gambaran sederhana dan menyenangkan. Ini kita temui di cerpen Fontenay aux Roses yang ditutup dengan kata kunci yang indah : “surga adalah rindu”.

Kemampuannya mengemas ingatan, kenangan dan juga deskripsi peristiwa yang jitu itu pun ada dalam cerpennya “Gerbera”. Ia menutup cerpennya dengan menutup perasaannya pula dengan kalimat sederhana yang mengakhiri ingatannya pula tentang perempuan yang ia kagumi. Di timur fajar memerah. Memerah gerbera. Gerbera. Masihkah bunga mekar di lereng-lereng gunung?. Besok aku hraus terbang ke barat.

Dunia barat

             Dunia barat dalam gambaran cerpen sitor begitu tak sederhana. Ia mengalami dan menyelami betul dunia barat itu ketika ia setahun tinggal di paris pada tahun 1952-1953.  Perjalanan di barat ia salami di tahun 1950 hingga tahun 1953. Selama itu pula ia mengenali belanda, dan perancis sebagai kota yang memberinya ilham dan inspirasi di dalam membuat karyanya. Disebutkan setelah ia pulang dari perancis ia mengukuhkan posisinya sebagai sastrawan dengan menulis puisi, menulis cerpen, naskah drama, keirikus, penerjemah dan pengajar. Meski demikian cerpen-cerpennya yang dihasilkan tak banyak. Tapi di dalam cerpen itulah ia membuktikan kemampuannya sebagai sastrawan yang patut mendapat tempat di dunia international dan negerinya sendiri. Cerpen “kereta api international” dan cerpen “ Peribahasa Jepang” disebut patut masuk dalam cerita antology barat sebagaimana yang dikatakan A teeuw.

Paris membawa inspirasi dan kenangan dalam Cerpen salju di paris. Cerpen ini membawa kita pada suasana perancis dengan hawa berbeda. Ia lebih menonjolkan tempat dan suasana daripada perasaan tokoh.  Sedang cerpen cinta pertama adalah cerpen yang menunjukkan betapa tak mengenakkannya cinta pertama dirasakan oleh gadis perancis. Jarak membawa pada perpisahan meski sebenarnya percintaan itu memungkinkan. Ia menempatkan tokoh pemuda Indonesia ini sebagai pihak jantan, dengan kemampuan menolak cinta si gadis perancis. Dan kelihaian sitor inilah yang menjadi kelebihan sitor dalam memadukan tokoh, identitas, cerita hingga pada kemampuannya menarasikan perasaan-perasaan tokoh.

             Begitupun cerpen peribahasa jepang yang menarasikan identitas yang seperti sudah menyatu, antara keakraban dan betapa tingginya budaya jepang, tapi juga menggambarkan betapa perempuan jepang di deskripsikan dengan indah oleh sitor melalui konflik yang ada pada si gadis. Hingga pada kenangan tokoh pria Indonesia yang membawa ingatannya pada gadis jepang tersebut. Tanpa adanya pengetahuan, dan kemampuan dan data yang bagus tentang jepang, ia tak mungkin membolak-balikkan alur ceritapada imajinasi tempat, perasaan tokoh dan pertautan yang cukup intim antara tokoh dua negara tersebut.

Tanah Lahir

            Meski ia pernah melakukan perjalanan ke barat, ia pernah mengalami “ketegangan dramatik’ seperti yang diungkapkan pengamat sastera Martin Heinschke, ia tak menghilangkan dengan begitu saja ingatan tentang tanah airnya. Ia kental dengan adat batak, di sebelah barat pantai danau toba di lembah gunung Pusuk Buhit. Ingatan itu dituangkan dengan jeli di cerpen “Perjamuan Kudus” dan “kehidupan Daerah Danau toba” .

Perjamuan kudus menceritakan pemeberontakan sitor akan kondisi zending yang membawa pada pelarangan adat masyarakat setempat.  Ia menggambarkan ini di akhir ceritanya dengan menutup upacara terlarang yang digambarkan dengan Pusuk puhit yang merupakan upacara yang aneh dan tidak lazim  di masyarakat batak. Di cerpen  “Kehidupan Daerah Danau toba” ia ingin menjelaskan betapa kepribadian sitor tampak pada bagaimana kehidupan toba tak mempersoalkan perkara muslim maupun Kristen. Ia ingin menegaskan bahwa perkara agama tak menghalangi manusia berhubungan dan bergaul di masyarakat.

Kumpulan cerpen ini memiliki nilai penting di dalam kesusasteraan dunia karena menunjukkan betapa pentingnya relasi antara pengarang dengan dunia realitas di sekelilingnya. Inspirasi itulah dan kerja kreatif itulah yang ditunjukkan Sitor situmorang yang menghasilkan beragam cerpen yang menarik yang tak hanya mengangkat persilangan budaya, sosok kekosongan jiwa, hingga pencarian spiritual dan cinta. Lengkap sudah buku ini sebagai sebuah penyajian riwayat salah satu karya sitor yakni dalam bentuk cerpen. Sekaligus sebagai penyair ia mampu untuk mengolah dan melepaskan bahasa puitisnya dengan bahasa jiwanya. Hingga cerpen-cerpennya tak sekadar hidup, membawa jiwa kita terbang, hingga menyelami peristiwa hingga semua yang digambarkan oleh penulis dalam cerpen. Disanalah letak kerja kreatif dan keunggulan cerpen sebagai salah satu karya sastra kita. Sitor mampu meletakkan bahasa pada tempatnya, pada kebebasannya dan ia tak mau terjerat terlampau jauh kesana. Tiga peristiwa dan tempat penting dalam cerpen ini tak lain adalah Danau toba yang merupakan biografi pengarang dan kelahirannya, kemudian gunung merapi atau Jogjakarta, dan perancis. Ketiga tempat itu mendasari pengalaman yang erat dan menarik bagi pengarang sebagai jejak laku dan jejak kata.

Tanda seru sitor setidaknya mengingatkan kepada kita bahwa sebagai seorang sastrawan dan penulis yang memiliki etos dan kerja spiritualitas dan kerja literasi yang membawa misi bahwa diri, pribadi, lingkungan dan kemanusiaan adalah hal yang tak bisa dilepaskan dan disuarakan dari seorang pengarang. Kejujuran itulah yang dibawa sitor untuk memasuki dunia imajinasi dan dunia cerita yang mampu mengusik dan menggerakkan kita akan kesadaran lingkungan dan juga ketergerakan batin kita melihat berbagai fenomena dan peristiwa di dalamnya. Sitor mampu mengangkat isu kemerdekaan, perjuangan, cinta kasih, hingga kekosongan jiwa yang lembut dan juga silang budaya ketika ia berada di luar negeri. Kesemua itu tentu tak jauh beda dengan metode pram yang mengandalkan mistikum-nya. Sitor memiliki mistikum nya sendiri hingga ia mampu menggerakkan bahasa sebagai sesuatu yang elastic, manis, tapi tak berlebihan. Semua itu ada dalam cerpen-cerpen yang ia olah. Meski cerpen masa lampau dengan karakter yang sedikit, tapi jalan cerita, kekhasan cerita hingga makna cerita tak bisa ditinggalkan begitu saja dari cerpen-cerpen Sitor situmorang. Sitor telah menunjukkan sifat dan jiwanya yang penuh dengan etos intelektual, kejujuran dan kemanusiaan. Setidaknya cerpen ini adalah buktinya.

Kumpulan cerpen sitor dalam ibu pergi ke surga ini setidaknya menunjukkan betapa sitor adalah sastrawan yang tak hanya lengkap dengan kepribadian yang kuat, tapi juga lihai membawa suasana, konflik dan pengamatan yang kuat pada masanya. Ibu pergi ke surga setidaknya memberikan penegasan kembali meski baru 23 cerpen seumur hidup sitor, sitor telah berhasil memadukan danau toba, perancis dan kepribadian yang mengukuhkan dia sebagai sastrawan Indonesia dan patut di perhitungkan dunia.

ibuJudul buku:  Ibu pergi ke surga
Penulis : Sitor situmorang
Penerbit: Komunitas bambu
Hal: 218 halaman
ISBN: 979-3731-88-5
harga: Rp.55.000,00
tahun: januari 2011

Kisah Seorang Putri Naga

Resensi Riza Rahmah Angelia

Patricia C. WredeSebuah novel fiksi terjemahan karya Patricia C.Wrede ini termasuk jenis roman yang penuh aksi dan humor. Novel dengan genre remaja yang berjudul Tantangan Naga ini mengulas banyak kisah-kisah inspiratif fantasi yang mampu mempengaruhi para pembaca untuk menikmati imajinasinya masing-masing. Novel yang diadaptasi oleh Fahmy Yamani dari novel asli terbitan Harcourt Publishers, Florida pada tahun 1990 dengan judul Dealing with Dragons: The Enchanted Forest Chronicles ini merupakan novel petualangan yang telah mendapat banyak pujian dari para pembaca di seluruh dunia.

Dalam roman ini, dikisahkan tentang kehidupan seorang putri raja yang dipandang abnormal oleh sekelilingnya, karena selalu bersikap yang tidak pantas di kalangan bangsawan. Putri Cimorene, putri bungsu di kerajaan besar yang terletak di sebelah timur Pegunungan Pagi, Linderwall. Kegemaran dan sikap putri Cimorene yang sangat berbeda dengan keenam kakaknya, membuat Raja dan Ratu Linderwall kesulitan untuk memberi pendidikan bak putri kepadanya. Berawal dari kesukaannya mencari gara-gara hingga menyukai pelajaran memasak, bermain pedang dan sihir, membuatnya mendapat julukan abnormal. Padahal Raja dan Ratu Linderwall telah mempersiapkan beberapa guru dan pengasuh untuk mengajarinya menari, menyulam, menggambar, membungkuk hormat di depan pangeran dan cara berteriak ketika diculik oleh raksasa.

“Hal tersebut sangatlah membosankan”, keluh putri Cimorene setiap mendapat teguran dari ibunya yang takut kalau saja tidak ada seorang pangeran pun yang akan melamar putri Cimorene, karena tingkahnya yang dikenal liar, keras kepala, juga memiliki rambut kepang berwarna hitam pekat dan tubuhnya tidak berhenti untuk bertambah tinggi tentunya inilah alasan bahwa putri Cimorene  sangat berbeda dari beberapa putri raja lainnya. Begitupun ketika putri Cimorene mengeluhkan keadaannya kepada ibu peri, bukannya mendukung putri Cimorene, ibu perinya malah membuat putri Cimorene semakin kesal bila berdebat dengannya.

Mendengar itulah ibu peri segera melakukan sesuatu, semata untuk masa depan putri Cimorene. Putri Cimorene mendapat kabar buruk untuk dirinya dan kabar baik untuk kedua orang tuanya juga ibu perinya bahwa dia akan dijodohkan dengan pangeran tampan berambut keemasan, bermata biru, anak dari kerajaan Sathem, dekat pegunungan yang pernah ditemui putri Cimorene sebelumnya ketika diajak orang tuanya menonton pertandingan di kerajaan Sathem tersebut.

Penolakan yang dilakukan putri Cimorene tentang pesta pertunangannya dengan pangeran kerajaan Sathem yang bernama pangeran Therandil, sama dengan penolakannya terhadap kegiatan yang membuat dirinya bosan. Tentangan yang dilakukan putri Cimorene sama sekali tidak merobohkan keinginan ayah dan ibunya. Akhirnya, ia mendapatkan sebuah cara yang cukup mengerikan, yang diberitahu oleh seekor kodok yang ia temui di kolam saat itu. “Pergilah ke jalan utama di luar kota dan ikuti terus menjauhi pegunungan. Setelah beberapa lama, kamu akan menemukan sebuah pondok emas, dikelilingi pepohonan perak berdaun zamrud. Lanjutkan perjalananmu dan jangan singgah di pondok itu, dan jangan menjawab kalau ada yang memanggil dirimu dari dalam pohon tersebut. Teruslah  berjalan sampai kamu menemui sebuah gubuk. Dekati pintunya dan ketuklah tiga kali, lalu jentikkan jari-jarimu dan masuklah ke gubuk itu”, saran kodok yang membuat putrid Cimorene pergi dari kerajaan pada tengah malam untuk menjalankan saran tersebut.

Di gubuk itulah awal perkenalan putri Cimorene dengan para bangsa naga, dan putri Cimorene menobatkan dirinya untuk menjadi putri naga. Para naga pun terkejut mendengar permintaan penobatan putri Cimorene tersebut, baru kali ini mereka mendengar ada seorang putri yang ingin ditawan dengan cuma-cuma oleh bangsa naga. Salah seorang naga betina pun menyetujui keinginan putri Cimorene itu dan memulai hari-harinya dengan pelayanan putri Cimorene yang sangat membuat hatinya puas. Keahlian Cimorene untuk memasak, bersih-bersih rumah, menguasai bahasa Latin, dan mantra sihir membuat dirinya sangat berguna untuk  naga Kazul, yang memiliki gua cukup luas untuk tempat tinggal mereka berdua dan menyediakan berbagai gua dari mulai dapur, perpustakaan, hingga tempat penyimpanan harta karun naga yang kini berhak diatur oleh putri Cimorene seorang. Pelajaran pedang pun membuat dirinya terselamatkan dari para pangeran yang ingin menyelamatkannya, karena menurut tradisi, pangeran yang menyelamatkan seorang putri tawanan bangsa naga, berhak menikahi putri tersebut setelah mengalahkan seekor naga itu. “Kau tidak akan bisa mengalahkan naga pemilik gua ini. Sebelum kau menantang naga Kazul ini, kau harus berhadapan dengan putri naganya dulu, yaitu aku!” teriak putri Cimorene sembari mengacungkan pedang ketika menemui beberapa pangeran yang ingin menyelamatkannya.

Begitupun dengan kedatangan pangeran Therandil yang tidak hanya sekali, karena tekadnya tidak bisa membantah keinginan ayahnya tentang pertunangannya dengan putri Cimorene dari Linderwall. Kesabaran putri Cimorene pun habis seketika karena kedatangan para pangeran yang dianggap mengganggu pekerjaannya di gua Kazul, sehingga ia mendatangi penyihir yang bernama Morwen. Morwen dikenal baik oleh Kazul. Setelah mendapat mantra dan beberapa cara dari penyihir itu, Cimorene pun berhasil membuat jalur, agar tidak ada manusia yang mampu melaluinya, termasuk para pangeran yang dianggap sok hebat oleh putri Cimorene. Jalur yang dilalui harus menempuh pegunungan dan rintangan lainnya. Di tebing pegunungan itulah putri Cimorene ditemui oleh seorang penyihir yang tidak disukai oleh para bangsa naga, yaitu penyihir Zemenar mantan Raja Naga yang mana sekarang dipimpin oleh Raja Tokoz.

Zemenar yang pernah menemui Cimorene, dan mengetahui tempat kediaman Cimorene karena tawaran putri yang polos itu akan kunjungannya membuat Zemenar dan anaknya memiliki kesempatan bagus karena bisa memasuki gua milik naga yang memiliki perpustakaan lengkap tentang beberapa mantra yang dicarinya selama ini. Mendengar kunjungan itu, Kazul dan Morwen terkejut dan hampir menyalahkan putri Cimorene. Namun, kecerdasan yang dimiliki putri Linderwall ini mengurungkan niat keduanya, yaitu mengetahui apa yang dicari Zemenar ketika meminta putri Cimorene untuk mengizinkannya memasuki perpustakaan. Zemenar sempat membaca buku mantra yang juga dibaca oleh putri Cimorene dan putri Cimorene sangat hafal dengan halaman yang dibaca Zemenar.

Kedatangan tiga putri cantik yang menggunakan mahkota dan gaun anggun, yang tentu saja mereka adalah tawanan naga yang tidak sengaja menjadi tawanan bangsa naga, berbeda dengan putri Cimorene. Mereka bertiga lebih lama menjadi tawanan naga daripada putri Cimorene, sehingga mereka sangat penasaran dengan putri baru yang sangat nyaman menghabiskan waktunya di dalam gua itu. Putri Cimorene pun menceritakan sebabnya dia berada disini kepada putri Keredwel dari kerajaan Raxwel, kini tawanan naga Gornul yang mengerikan, putri Halanna dari kerajaan Poranbuth, kini tawanan naga Zareth, dan putri Alianora dari Duchy di Toure on Marsh, tawanan naga Woraug. Mereka bertiga sangat tidak menyangka mengetahui sikap putri Cimorene yang begitu berani dan menghalangi banyak pangeran untuk menolongnya, itu semua membuat ketiganya yang baru didatangi beberapa pangeran sangatlah iri. Akhirnya, kedatangan pangeran Therandil yang membuat putri Cimorene heran dengan ketangguhannya melawan rintangan di jalur baru yang dibuatnya itu membuahkan perbincanganka, “Aku sudah bilang, aku tidak ingin diselamatkan oleh pangeran siapapun, dari manapun. Kalau begitu, daripada kau kemari tanpa membawa hasil apa-apa, lebih baik kau menyelamatkan Keredwel di gua naga sebelah sana. Kau pun akan menikahi seorang putri, ya walaupun bukan dari Linderwall. Tapi, aku yakin ayahmu akan bangga dengan seorang putri yang kau selamatkan itu”, usul Cimorene, Therandil pun berpikir sejenak dan menyetujuinya.

Tak lama kemudian, putri Alianora pun menjadi akrab menghabiskan waktu berdua bersama putri Cimorene. Putri Alianora fikir kehidupan putri Cimorene bersama naga betina lebih baik ketimbang kehidupannya selama ini tinggal bersama Woraug, naga jantan yang menurutnya semakin hari perlakuannya semakin tidak bisa diduga saja, pernah ketika sore hari putri Halanna datang ke guanya. Sepertinya saat itu emosi Woraug pun terlihat sedang tidak terkendali sehingga tiba-tiba saja Woraug mengeluarkan percikan-percikan apinya dan membuat Halanna menjerit ketakutan. Mendengar kesedihan putri Alianora, putri Cimorene pun berusaha menghiburnya dan menceritakan kepada Kazul yang lebih mengetahui sifat Woraug. Alhasil, Kazul pun mendukung ide putri Cimorene untuk mempelajari mantra penangkal hembusan api naga, putri Cimorene pun mulai mencari bahan-bahan yang dibutuhkan sesuai buku petunjuk yang ia temui di perpustakaan gua Kazul. Mantra tersebut pun berhasil dilakukan dengan bantuan putri Alianora.

Hal menarik rasa keingintahuan putri Cimorene dan putri Alianora ketika penjelajahannya menuruni gua api malam demi mendapatkan bahan-bahan yang dibutuhkan untuk mantranya itu, mereka sempat bertemu Antorell (anak Zemenar) yang sedang memetik bunga langka di lembah tersebut dan hanya bisa ditemui di titik tempat dia berpijak saja. Dari kecurigaan itulah, putri Cimorene menceritakannya kepada Kazul dan Morwen. Masalah yang datang dari pengaduan putri Cimorene menjadi cukup rumit, banyak kejanggalan yang terjadi di dunia para penyihir. Ditambah dengan kematian Raja Tokoz yang tidak dapat disangka apa penyebabnya.

Banyak sekali teka-teki yang membuat kita penasaran untuk mengungkapnya dalam kisah hutan pesona ini, hutan teraneh nan ajaib di dunia penyihir dan bangsa naga yang tidak mampu dilewati oleh manusia. Ada apakah di balik hutan pesona itu? Lalu, siapakah dalang dibalik kematian Raja Tokoz yang tentunya dengan dalih untuk mendapatkan gelar raja naga? Bagaimana kelanjutan petualangan putri Cimorene dan naganya? Tentunya kisah ini diakhiri dengan happy ending, namun masih meninggalkan teka-teki di benak pembaca. Imajinatif yang dimiliki Patricia inilah yang mampu membawa pembaca kepada khayalan yang amat luar biasa, cerita penuh mistis, keajaiban yang tidak dapat kita temukan di dunia nyata. Penulis seri “Hutan Pesona” ini mampu menciptakan fantasi yang hidup dalam fikiran para pembaca. Novel dengan ilustrasi yang sangat mewakili isinya ini, ditambah dengan warna hijau alami yang dapat menyegarkan fikiran para pembaca mampu membuat para readers terlena, akan tetapi jangan khawatir! Karena Patricia masih menyuguhkan readers dengan novel yang masih mengisahkan hutan pesona yang tentunya lebih memiliki  jenis roman yang kuat. So, untuk para penggemar cerita fantasi, tidak akan menyesal membaca “Tantangan Naga” ini.

Patricia C. WredeJudul buku: Tantangan Naga
Pengarang: Patricia C. Wrede
Penerjemah: Fahmy Yamani
Penerbit: Kaifa
Jenis Buku: Novel fiksi terjemahan
Cetakan: I, Agustus 2004
Tebal: 297 halaman

Lomba Menulis Resensi Buku

one day writing
Ilustrasi dari ioneday.blogspot.com

Kabar RetakanKata – Ingin mendapat buku Antologi Cerpen RetakanKata 2012: Hari Ketika Seorang Penyihir Menjadi Naga? Ikuti saja lomba menulis resensi di Blog RetakanKata.Sesuai dengan yang telah diumumkan melalui funpage RetakanKata di facebook, maka untuk bulan Juli ini, Blog RetakanKata kembali mengadakan lomba menulis berhadiah. Kali ini lebih seru lagi, sebab hadiah dan pemenangnya diperbanyak. Jika sebelumnya kami hanya memilih dua pemenang, maka pada acara lomba kali ini, kami akan memilih tiga pemenang. Hadiahnya pun semakin menarik. Dan yang paling penting, lomba ini tetap gratis!

Lomba menulis kali ini dikhususkan untuk menulis RESENSI BUKU dengan ketentuan lomba sebagai berikut:

  1. Kamu dapat mengirim naskah lombamu sebanyak-banyaknya.
  2. Tentu saja karya yang dikirim dilampiri dengan kartu identitas (KTP/KTM/SIM/Kartu Pelajar atau Pasport Indonesia) dan alamat email atau nomor handphone yang mudah dihubungi.
  3. Resensi adalah karya asli, bukan saduran, bukan jiplakan dan belum pernah dipublikasikan.
  4. Buku yang diresensi berupa buku fiksi.
  5. Resensi ditulis pada kertas A4 dengan menggunakan huruf Times New Roman, font 12, dengan spasi 1,5 margin 3 cm dari atas, 2 cm dari kiri, 3 cm dari bawah, 2 cm dari kanan, dengan jumlah kata antara 1200 sampai dengan 2000 kata
  6. Hadiah:
  • Pemenang I mendapat pulsa sebesar Rp100.000,00 ditambah buku Antologi Cerpen RetakanKata 2012.
  • Pemenang II mendapat pulsa sebesar Rp 50.000,00 ditambah buku Antologi Cerpen RetakanKata 2012.
  • Pemenang III mendapat buku Antologi Cerpen RetakanKata 2012.
Batas akhir pengiriman naskah tanggal 29 Juli 2012. Naskah dikirim ke retakankata@gmail.com.
Keputusan juri atas lomba ini tidak dapat diganggu gugat.
Selamat Berkarya!