novel bestseller

Sang Penebus; I Know It Must True

Resensi Wilibrodus Wonga

novel bestseller
Gambar diunduh dari bp.blogspot.com

“Kalau kau adalah saudara waras dari kembar identikmu yang menderita skizofernia, hal paling sulit dalam masalah menyelamatkan dirimu sendiri adalah darah yang ada di tanganmu, ketidaknyamanan melihat mayat yang mirip denganmu terbaring di bawah kakimu. Dan jika kau berusaha bertahan hidup dan sekaligus menjadi penjaga saudaramu karena kau berjanji pada ibumu yang sekarat maka katakan selamat tidur dan selamat datang tengah malam. Ambil buku dan bir. Biasakan diri melihat senyum ompong Letterman yang absurd, atau langit-Lngit kamarmu, atau mencari-cari gelombang radio sekenanya. Ini adalah pengalaman seorang insomnia tak berTuhan. Pengalaman saudara kembar yang tak gila yang berhasil menghindari penyimpangan biokimia.” (Bab 3; alinea pertama.)

Seperti dikatakan Glamour, novel ini merupakan Les Miserables abad dua puluh. Aspek kegilaan, kemarahan, kasih sayang dan penebusan dengan indahnya dijadikan satu paket oleh wally Lamb serta dinarasikan tanpa putus sehingga emosi pembaca akan ikut hanyut bersama karakter-karakter dalam novel ini.

Novel ini mengisahkan tentang konflik fraternal yang melibatkan dua saudara kembar; Thomas dan Dominick. Mereka lahir dengan beda waktu enam menit, namun yang menarik adalah Thomas terlahir pada desember pukul 23.57 tahun 1949 sementara saudaranya pada januari pukul 00.03 tahun berikutnya. Mereka membagi paruh awal dan paruh akhir abad dua puluh. Ibu mereka yang meninggal karena kangker payudara pada 1987 digambarkan sebagai wanita pemalu berbibir sumbing yang selalu menangkupkan satu tangan di daerah mulut sumbingnya setiap kali dia tersenyum. Sejak kecil, kedua kembar tersebut tidak mengenal ayah kandung mereka dan menghabiskan seluruh masa kecil dalam cengkeraman sang ayah tiri; Ray. Oleh seorang ayah angkat yang pemarah dan seorang ibu berbibir sumbing yang pemalu, Thomas dan Dominick bertumbuh dengan caranya masing-masing. Sejak kecil, Thomas sudah menjadi anak kesayangan Ibu mereka. Bagi Ma, Thomas seekor kelinci karena manis sebagai teman bermain, sementara Dominick seekor monyet karena rajin. Di masa depan, Dominick akan mengingat masa kanak-kanak mereka sebagai masa penuh penuh konflik keluarga yang timbul oleh sikap kejam Ray pada Thomas dan kebencian Dominick pada Ray sekaligus kemarahan pada ibunya yang tidak pernah sanggup membalas kekasaran Ayah angkatnya.

Pada suatu titik tertentu, salah satu dari kedua saudara kembar tersebut akhirnya harus menerima kenyataan bahwa saudaranya menderita skizofrenia. Seiring dengan itu, kegelapan-kegelapan mulai membayangi kehidupan salah satu yang waras. Disitulah elemen-elemen lain yang membuat novel ini mengalir seperti puisi mulai bermunculan.

Wally Lamb membuat sebuah novel dengan karakter orang pertama yang sangat manusiawi. Tokoh pertama Aku-an yang diperankan oleh Dominick penuh dengan kepedihan dan kemarahan yang sulit disamarkan. Perasaan bahwa dia adalah seorang yang lolos dari penyimpangan biokimia seperti yang dialami Thomas tidak melegakannya. Sebaliknya justru menumpuk beban sebagai penjaga ‘belahan’-nya yang gila. Terlebih lagi, Dominick telah berjanji kepada Ma, bahwa dia akan menjaga Thomas. Dia akan memastikan kelinci ibunya tetap aman.

Novel ini melenakan sejak halaman pertama. Beberapa saat setelah membaca, saya merenung sejenak tentang kehidupan orang-orang yang terlahir kembar. Di lain kisah yang pernah saya baca, mereka itu menakjubkan, sulit terpisahkan, memiliki kelebihan indra yakni empati; dan saya membayangkan betapa asyiknya kalau saya terlahir kembar. Keren rasanyakalau memiliki seseorang yang adalah cermin dirimu! Tetapi novel ini seolah menampar saya pada tepat awal bab ke-3. Itu merupakan narasi yang merisaukan bahkan sebelum pembaca mengetahui apa sebenarnya yang terjadi. Memiliki saudara kembar yang menderita skizofernia sedikit bisa diterima selama kita berhasil mengawasinya selama ini, namun sangat menakutkan setelah dia memutilasi tangannya sendiri di sebuah perpustakaan. Dan kita bahkan bisa ikut gila bila si penderita dengan sangat yakin mengatakan bahwa tindakannya itu semata kehendak Tuhan.

Waktu itu, hubungan antara Amerika dan Timur Tengah sudah tegang dan presiden Bush mengumumkan bahwa konflik itu sendiri mungkin tidak bisa dihindari lagi. Suatu hari, Thomas duduk seorang diri di pojok perpustakaan dan berdoa. Dia yakin dirinya adalah utusan Tuhan untuk meyakinkan Amerika agar menghentikan pertikaian. Sebagai bukti pengorbanannya dan kegilaannya, dia memotong telapak tangannya sendiri dengan pisau upacara Gurkha milik Ray. Thomas tampaknya tidak kesakitan sehingga Dominick harus menelan kemarahannya sendiri. Memendam kemarahannya untuk dirinya sendiri.

Selain pengkarakteran yang kuat, Novel Sang Penebus juga kaya akan tokoh-tokoh yang sulit dilupakan. Sebelum kematiannya, Ma memberikan Dominick sebuah manuskrip yang ditulis oleh Ayahnya. Jauh-jauh hari kemudian, saat membaca kembali kisah kakeknya, Dominick menyadari bahwa kakeknya tersebut tidak hanya sekedar legenda seorang lelaki dari sisilia yang berhasil menjadi kaya di tanah Amerika. Dia adalah lelaki yang membuat Dominick membencinya sekaligus mencintainya. Tokoh-tokoh lain pun bermunculan. Disinilah munculnya uraian tentang cinta dan perjuangan, nafsu dan dosa, sihir dan Tuhan. Sekali lagi Wally Lamb membuat larutan yang membius dari aspek-aspek tersebut. Misterius  tetapi ringan. Mengalir tetapi pedih dan penuh amarah. Manuskrip yang ditulis sang kakek mengisahkan tentang seorang lelaki sisilia yakni dirinya sendiri yang telah meninggalkan Italia dan mulai hidup baru dari awal di tanah Amerika. Hidup berdampingan dengan orang Indian dan lelaki ini berhasil membuat sejarah untuk dirinya sendiri serta menciptakan legenda keluarga. Namun jiwanya penuh dengan amarah. Dia telah menghina Tuhan dan hidup mengutukinya. Dia menikahi seorang istri yang telah mencintai lelaki lain, lalu mereka hidup serumah bersama teman wanita istrinya yang disebutnya sebagai muka monyet. Betapa dia membenci si muka monyet dan ingin membunuhnya, tetapi ternyata wanita tersebut memiliki sejarah gelap di belakangnya. Juga sihirnya. Anak lelaki dari kakek Dominick lahir dan meninggal sementara yang hidup hanyalah anak perempuannya yang berbibir sumbing; Ma. Kemalangan berikutnya akhirnya merenggut nyawa nenek Dominick saat Ma masih sangat belia.

Di sela-sela konflik yang timbul dalam manuskrip, si penulis novel menyisipkan kilas balik-kilas balik yang ditutur dengan pola yang sangat halus. Sebuah masa lalu yang dipilin kembali sehingga tidak terasa membosankan dalam karya ini. Di sana ada kisah masa remaja antara Dominick, Thomas, Leo dan Ralph Drinkwater. Ralph adalah seorang Indian serta memiliki seorang kembar pula. Persahabatan terjalin antara tiga orang tersebut yang tidak sportif terhadap Ralph. Lahir sebagai seorang Indian membuat Ralph sulit untuk disukai, dia bahkan menjadi lebih tertutup setelah kematian saudari kembarnya yang dramatis. Persahabatan mereka yang tidak adil terhadap Ralph ini nyaris terjadi sepanjang hidup mereka seandainya rasa ingin tahu Dominick terhadap ayah kandungnya tidak kesampaian.

Kisah cinta serta konflik lainnya akan melibatkan Dessa, Joy dan Angie. Kemarahan dalam diri Dominick telah membuat dessa pergi dari hidupnya. Cintanya pada Dessa membuat Dominick semakin menderita, bahkan saat dia telah hidup serumah dengan Joy dia masih akan selalu membayangkan Dessa. Hubungan suami istri Leo dan Angie akan membawa pembaca pada kisah asmara Thomas yang gagal. Selain itu, kepribadian Joy yang ganjil juga akan semakin menyemarakan karakter dalam novel ini.

Menjelang akhir cerita, Wally Lamb menyuguhkan lagi sebuah babak dimana sihir mengambil peran dalam novelnya. Disinilah, kenyataan tentang kehidupan dua saudara kembar yang selalu pedih tersebut terkuak. Inilah mengapa Thomas harus mati demi Dominick dan Drinkwater yang satu harus mati demi saudara kembarnya. Semua bermula saat seekor kelinci disihir jadi dua oleh wanita dalam kehidupan kakeknya, dan oleh Dominick sendiri dua kelinci tersebut disatukan kembali oleh wanita sihir yang sama.

Tetapi seperti buku-buku lain, novel ini juga belum terlalu sempurna. Terdapat sebuah penyelesaian masalah yang menurut saya kurang valid dan menggugah setelah sebuah perjalanan kisahnya yang luar biasa. Aspek mistis dalam novel ini yakni sihir yang semula dalam cerita kakek Dominick sangat menarik, ternyata berakhir terlalu cepat. Wally Lamb meringkaskan pertemuan antara Dominick dengan sang penyihir sebagai sebuah kebetulan, padahal akan lebih menarik bila dibuat sebuah konflik lain saat Dominick berusaha menemukan sang penyihir. Mengingat bahwa penyihir tersebut telah hidup selama tiga generasi sejak kakeknya, rasanya terlalu dipaksakan jikalau pertemuan mereka dibuat secara kebetulan. Bukankah sihir tersebut telah berpengaruh pada kehidupan dua anak kembar? Lalu mengapa penulis kurang tajam dalam menyelesaikan konflik antara sihir dan kehidupan tersebut? Selain itu, Wally Lamb hanya menyebut sihir dan Tuhan secara berdampingan, namun hingga akhir cerita tidak pernah ada narasi atau penjelasan tentang hubungan antara keduanya.

Namun, terlepas dari pandangan saya tentang penyelesaian masalah sihir yang kurang memuaskan, novel ini tetap menjadi salah satu yang terbaik. Wally Lamb dan bukunya telah masuk dalam kategori New York’s Bestseller serta menuai beragam pujian dari banyak media cetak. Salah satu pujian datang dari New Orleans Time-Picayune:”Buku yang murah hati dan berjiwa besar. Ini adalah kisah setiap orang, pencarian mistis, kisah tentang penciptaan jati diri, Wally Lamb adalah seorang suhu.” Ya, novel setebal ini seharusnya menguras energi pembaca, tetapa keahlian bercerita sang penulis mampu membuat pembaca akhirnya menyadari bahwa ceritanya berakhir terlalu cepat.

novel bestseller
Gambar diunduh dari bp.blogspot.com

Judul   buku: Sang Penebus; I Know It Must True

Pengarang: Wally Lamb

Penerbit: Qanita

Tahun Terbit: Cetakan I, November 2007; 1460  halaman

2 tanggapan untuk “Sang Penebus; I Know It Must True”

Beri Tanggapan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s