Ketika Aku Mencintaimu

Oleh Rizki Mulya Pratiwi

Salah satu kata pepatah yang kini berperan penting dalam perjalanan hidupku adalah “benci dan cinta memiliki perbedaan yang sangat tipis. Kalau kau terlalu mencintai seseorang, kelak kau akan sangat membencinya. Dan bila kau sangat membenci seseorang, maka kelak kau akan sangat mencintainya.”

Dulu aku sama sekali tak pernah membayangkan dapat hidup bersama Ahmad Muamar, seorang pemuda yang awalnya sangat kubenci. Beberapa tahun silam, ketika kami masih sama-sama bekerja di sebuah restoran, ia jatuh cinta padaku karena aku membuatkannya segelas teh manis. Pada waktu itu aku sama sekali tidak membayangkan bahwa ia akan jatuh cinta padaku, karena aku membuatkan minuman itu bukan untuk menarik perhatiannya, tapi karena ia temanku.

Ia mulai meneleponku tiap malam, membuatkanku minuman di pagi hari, sampai akhirnya ia menyatakan perasaan cintanya padaku. Aku tak pernah menyalahkan rasa cintanya, karena mencintai adalah hak semua orang. Tapi ia mulai menuntut alasanku ketika aku katakan bahwa aku tak mencintainya. Aku hanya menyukainya sebagai teman baik.

Ia terus memaksaku agar aku mencintainya dan itu membuat aku sangat membencinya. Aku tak bisa memaksakan hatiku untuk mencintai orang yang tak aku cintai. Aku mencari alasan untuk menolaknya. Seminggu kemudian aku mengatakan padanya bahwa aku sudah bertunangan dengan orang yang dijodohkan ayahku. Aku sampai harus menyewa seorang teman untuk aku kenalkan sebagai tunanganku di depan Amar.

Lambat laun ia tahu kalau aku berbohong. Ia mulai menuntutku lagi untuk menerima cintanya. Aku benar-benar merasa tertekan dibuatnya. Karena tak tahan lagi, aku menjanjikan waktu tiga bulan. Barangkali saja tiga bulan ke depan aku bisa mencintainya. Tapi kenyataan berkata lain. Aku malah jatuh cinta pada pemuda lain bernama Ikhsan.

Janji adalah hutang, dan hutang harus dilunasi. Mau tak mau aku harus menerima cinta Amar. Aku pun mulai mencoba menjalani hubungan dengannya dan mengesampingkan perasaanku pada Ikhsan. Baru seminggu menjadi pacarnya, aku sudah tidak kerasan. Ia terlalu protektif bagiku yang hobi jalan-jalan. Aku mulai membesar-besarkan kesalahan-kesalahan kecilnya. Setelah dua minggu aku bertahan, aku pun memutuskan hubungan kami.

Seminggu setelah aku putus dengan Amar, aku menjalani hubungan dengan Ikhsan yang ternyata juga mencintaiku. Aku tahu, pasti itu sangat menyakiti hati Amar. Bahkan beberapa temanku mencap aku brengsek karena menyakiti hati Amar. Tapi pada waktu itu aku tak pedulikan apa pun, karena aku sedang jatuh cinta dan sedang terbang mengangkasa menuju nirwana cinta. Lima bulan kemudian aku resign dari restoran dan banting stir jadi penjaga toko yang gajinya sangat pas-pasan. Sebagai seorang perantau, dengan gaji setengah dari gaji lama, hidupku jadi serba kekurangan. Di saat aku terpuruk, Ikhsan malah meninggalkanku. Ia lebih memilih jabatannya daripada aku. Aku luntang-lantung, hilang arah, kerjaanku mulai berantakan, juga hidupku mulai tak karuan.

Empat bulan setelah putus dari Ikhsan, aku dapatkan pekerjaan di sebuah perusahaan yang bergerak di bidang jasa keuangan dan mulai menata hidupku kembali. Saat itu aku merasa sangat kesepian. Hati kecilku berharap Amar kembali. Aku baru menyadari bahwa hanya dia yang mencintaiku dengan tulus. Sikap protektifnya kepadaku adalah salah satu caranya mencintaiku. Di setiap sholatku aku memohon pada Tuhan agar memberikanku kesempatan untuk memperbaiki kesalahanku pada Amar. Jika Amar sudah sangat membenciku dan tak tersisa lagi cinta untukku, aku harap ia masih bisa memaafkanku.

Setiap ada telepon atau SMS bernomor asing masuk ke Hp-ku, aku akan berharap itu Amar. Sampai akhirnya ia benar-benar meneleponku seminggu sebelum hari ultahku. Baru kali itu aku merasa sangat bahagia sekaligus lega menerima telepon darinya. Aku segera meminta maaf dan mengatakan padanya bahwa ternyata aku membutuhkannya. Aku sangat beruntung karena Amar masih mencintaiku, katanya meskipun ia mencoba membenciku, ia tak pernah bisa melakukannnya.

Lagi-lagi sikap protektif dan tempramentalnya membuatku jengah. Ia juga sangat egois. Ia mau mengkritik tanpa mau dikritik orang lain. Akhirnya untuk kedua kalinya aku putus dengan Amarku.

Tiga bulan kemudian ia datang lagi dan meminta maaf kepadaku. Aku – yang mungkin telah ditakdirkan Tuhan untuk melabuhkan hatiku padanya – pun memaafkannya. Pada malam itu ia mengatakan bahwa ia tak ingin kehilangan aku lagi dan berniat untuk mempersuntingku. Aku bahagia mendengarnya. Aku tak  pernah memikirkan ini sebelumnya. Selamat tinggal masa lalu, karena awal tahun 2013 ini aku akan menikah dengan Amar dan memulai kehidupan baru bersamanya. Aku bersyukur dulu sangat membencinya hingga sekarang aku sangat mencintainya dan tak ingin kehilangan dia sampai nanti maut yang mengambilnya dariku.

*) Artikel terpilih dari weekly writing challenge (WWC) RetakanKata karya Rizki Mulya Pratiwi.

Satu komentar pada “Ketika Aku Mencintaimu”

Beri Tanggapan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s