Arsip Tag: musim gugur

24 Posisi Matahari ( 8 )

Kolom John Kuan

awal musim dingin
gambar diunduh dari desktopnexus.com

☉立冬

——— air jadi es; tanah membeku; ayam pegar masuk air jadi lokan.

Sepotong lorong sempit tepat di depan jendela. Hujan sedang membasuh ke dua tembok yang mengapitnya. Uap air dan cahaya petang mengisi sepanjang lorong, saya melihat sepasang kaki jenjang di bawah payung merah sedang terapung di tengah lorong. Petang Hangzhou, akhir musim gugur, gambar ini begitu akrab, saya pasti pernah mengenalnya. Sepuluh tahun lalu, dua puluh tahun lalu? Saya di dalam kamar yang nyaman dan hangat terus membaca dia yang basah kuyup mengalir ke ujung lorong, hilang bersama uap air dan rabun senja. Setelah menuang secangkir teh saya kembali berdiri di mulut jendela, berusaha keras ingin membuktikan kepada malam Hangzhou yang baru melangkah masuk bahwa kami memang pernah saling kenal. Mungkin setengah jam demikian berlalu, membuka gumpalan awan, menyibak tirai hujan, menerobos pancaran cahaya matahari, akhirnya saya sampai di suatu petang 1927 yang muram. Suatu petang milik Dai Wangshu:

Lorong Hujan

Dengan sepucuk payung kertas,

limbung sendiri pada sepi

dan panjang lorong hujan,

aku ingin bertemu dia

bagai bunga lilac memendam

sedih dan kesal, seorang gadis

serupa warna bunga lilac

serupa wangi bunga lilac

serupa risau bunga lilac

pilu lara di tengah hujan

melankoli juga gelisah

Dia bingung di sepi lorong hujan

dengan sepucuk payung kertas

serupa aku ini,

serupa aku ini sedang

diam-diam mondar-mandir

menyendiri, senyap, juga melankoli

Tanpa kata dia perlahan mendekat

kian dekat, lalu melempar

sorot mata bagai keluhan,

dia melayang lewat

seolah mimpi

pedih dan kabur seolah mimpi.

Bagai melayang lewat sekuntum

bunga lilac di tengah mimpi,

gadis yang melayang lewat di sisiku;

dia senyap menjauh, telah menjauh

sampai di tembok reruntuhan

melangkah habis lorong hujan

Warnanya pupus

wanginya lenyap

di dalam nyanyian pilu hujan

telah pupus lenyap, bahkan

sorot mata seolah keluhan itu

serupa melankoli bunga lilac.

Dengan sepucuk payung kertas

limbung sendiri pada sepi

dan panjang lorong hujan

aku ingin dia melayang lewat

gadis serupa bunga lilac

pendam sedih dan kesal

雨巷

撑着油纸伞,独自

彷徨在悠长、

悠长 又寂寥的雨巷,

我希望逢着

一个丁香一样的

结着愁怨的姑娘。

她是有

丁香一样的颜色,

丁香一样的芬芳,

丁香一样的忧愁,

在雨中哀怨,

哀怨又彷徨。

她彷徨在这寂寥的雨巷,

撑着油纸伞

像我一样,

像我一样地

默默彳亍着,

冷漠、凄清,又惆怅。

她静默地走近

走近,又投出

太息一般的眼光,

她飘过

像梦一般的,

像梦一般的凄婉迷茫。

像梦中飘过

一枝丁香的,

我身旁飘过这女郎;

她静默地远了,远了,

到了颓圮的篱墙,

走尽这雨巷。

在雨的哀曲里,

消了她的颜色,

散了她的芬芳

消散了,甚至她的

太息般的眼光,

丁香般的惆怅。

撑着油纸伞,独自

彷徨在悠长、悠长

又寂寥的雨巷,

我希望飘过 一

个丁香一样的

结着愁怨的姑娘。

24 Posisi Matahari ( 4 )

Kolom John Kuan

☉處暑

  ——— elang giat memburu; alam gugur luruh; bulir padi penuh

Seperti apa musim gugur itu? Musim gugur pernah adalah milik Qu Yuan, milik Du Fu dan Li Shangyin. Namun musim gugur kali ini milik Rilke. sebab musim gugur saya begini datangnya, malam buka jendela membaca, melihat orang lalu-lalang dengan langkah-langkah gegas, teringat Rilke; di dalam riuh rendah seharian merasa sangat lelah dan bosan, teringat Rilke; bertemu orang asing, berbincang dengan orang asing, berpisah dengan orang asing, pulang sendiri ke kamar hotel, juga teringat Rilke.

Musim gugur tidak perlu basa-basi, dia begitu saja tiba. Sebab itu daun musim gugur yang diselip di halaman buku akhirnya tinggal urat-urat daun, semua urat daun juga memiliki masa lalu, juga pernah memikirkan isi hati. Musim gugur sering tiba di saat isi hati semua orang membisu, memberi isyarat kepada saya hidup pada dasarnya hanya mengikuti hati bagai awan berarak, namun juga dalam terukir bagai cetakan besi. Tetapi saya tetap ingin melakukan sesuatu, di saat mengutip selembar daun kuning tergenang air hujan, ada pergolakan yang bernama [sia-sia], sebab itu saya baca kembali Rilke:

Herbsttag

Herr: es ist Zeit. Der Sommer war sehr groß.
Leg deinen Schatten auf die Sonnenuhren,
und auf den Fluren laß die Winde los.

Befiel den letzten Früchten voll zu sein;
gib ihnen noch zwei südlichere Tage,
dränge sie zur Vollendung hin und jage
die letzte Süße in den schweren Wein.

Wer jetzt kein Haus hat, baut sich keines mehr.
Wer jetzt allein ist, wird es lange bleiben,
wird wachen, lesen, lange Briefe schreiben
und wird in den Alleen hin und her
unruhig wandern, wenn die Blätter treiben.

 

Musim Gugur

Tuan: ini saatnya. Musim panas pernah begitu montok.
Lemparkan bayang pekatmu ke arah jam matahari,
dan biarkan angin gila meniup lewat padang liar.

Perintahkan buah terakhir segera ranum;
tambah lagi dua hari terik tanah selatan,
desak mereka sintal dan penuh, agar harum
manis terakhir, tenggelam di anggur kental

Siapa kini tiada rumah, tidak usah lagi dibangun
Siapa kini sendiri, biarkan dia selamanya sepi
terjaga, membaca: menulis surat-surat panjang
dan biarkan dia mondar-mandir di setapak
melangkah ke dalam tarian daun gugur

☉白露

  ——— angsa liar terbang selatan; burung layang-layang ke utara; semua burung berbekal

Saya duduk menyandar di jendela kereta api, kereta melaju dengan ritme yang stabil dan teratur, bagai sebuah nyanyian yang akrab, saya mengatupkan mata merasakan bunyi repetisi begini. Setengah tertidur, seolah di mulut jendela mimpi. Tiba-tiba merasa ada sebiji mata lain terbuka, tampak benda-benda yang biasanya tidak mudah kelihatan. Saya melihat di atas punggung gunung ada bayang awan berpindah perlahan. Sepotong bayang hitam di atas punggung gunung yang amat hijau, bagai tanda lahir di tubuh manusia, seperti sedang mengisyaratkan sesuatu yang telah lama kita lupakan. Sebuah mitos purba yang menghubungkan lanskap dan gejala alam dengan tubuh manusia. Dan seluruh garis lekuk pegunungan, juga karena sepotong bayang awan yang bergerak itu, kelihatan luar biasa indah.

Perlahan tapi pasti, saya merasa cahaya matahari musim gugur miring menembus masuk dari jendela kereta, melumuri sebagian lengan dan wajah. Cahaya warna kuning emas dan hangat, mengikuti goyangan kereta sebentar kuat sebentar lemah. Di dalam cahaya matahari keemasan juga diaduk sedikit bayang hitam sekuntum awan itu, sedikit hijau ladang di dua sisi rel, dan sedikit silau pantulan air sungai yang bertebaran batu-batu bulat telur.

Kereta masuk terowongan, cahaya matahari disimpan di luar gua. Derit gesekan rel dan roda kereta kian tajam, seluruh gua penuh gema. Di dalam sebuah gua gelap dan panjang, segala mata di dalam setengah tidurku terbuka. Saya melihat cahaya-cahaya lemah berseliwer, berkedip-kedip di dinding gua.

Di dalam indera penglihatan tidak ada gelap absolut, di dalam penglihatan batin juga tidak ada kegelapan absolut.

Di dalam gelap penuh dengan cahaya yang bergetar, persis seperti melihat lukisan Rembrandt, pertama kali melihat adalah selapis hitam; tenangkan pikiran sedetik lalu cermati, akan menemukan sebersit cahaya.

Rembrandt di abad ke-17 melukis di dalam cahaya lilin dan obor. Dia juga mengamati cahaya dari fajar menyingsing hingga matahari terbenam, lalu dari matahari terbenam hingga bulan muncul. Di musim dingin negeri utara yang kelam, dia akan konsentrasi menatap sedikit cahaya di atas salju malam yang tidak mudah terasa, dia akan konsentrasi hingga lelah, lalu mengatup mata.

Saya selalu merasa, setelah mengatup mata, Rembrandt baru benar-benar melihat cahaya yang paling indah. Cahaya itu bergerak di punggung telapak tangan renta ibu yang membuka kitab suci, punggung telapak tangan yang penuh garis-garis keriput, di celah garis-garis keriput yang gelap penuh berisi cahaya tipis.

Kwatrin Musim Gugur

Setelah mendapat contoh puisi bentuk tanka, kali ini RetakanKata menampilkan puisi bentuk kwatrin yang diambil dari buku kumpulan puisi Goenawan Mohamad.

(1)

Di udara dingin proses pun mulai: malam membereskan daun
menyiapkan ranjang mati.
Hari akan melengkapkan tahun
sebelum akhirnya pergi.

(2)

Kini akan habis matahari
yang membujuk anak ke pantai.
Tinggal renyai.
Warna berganti-ganti. Dan engkau tak mengerti.

(3)

Pada kalender musim pun diam.
Pada kalender aku pun bosan.
Di bawah daun-daun merah, bersembunyi jejak-Mu singgah
Sunyi dan abadi. Musim panas begitu megah.

(4)

Kabar terakhir hanya salju.
Suara dari jauh, dihembus waktu.
Kita tak lagi berdoa. Kita tak bisa menerka.
Hanya ada senja, panas penghabisan yang renta.

 

 

Autumn Quatrains

(1)

And so, in the cold, the process begins: the night arrays the leaves,
making the death bed.
Day will end the year
befor it finally departs.

(2)

Soon it will die,
the sun that herds children to the beach.
Leaving only drizzle.
Shifting colors. And you do not understand.

(3)

On the calendar the season is mute.
Even I am bored with the calendar.
Beneath the red leaves, Your footprints are buried,
still and unchanged. The summer was so great.

(4)

The latest news is snow.
A distant murmur, ushered by time.
We pray no more. We fail to know.
We have only dusk, the worn-out final heat.

 

 

(Diambil dari Goenawan Mohamad: Selected Poems)

 

 
Membaca puisi yang lain:
September Suatu Hari
A JUBILEE
Puisi-Puisi Paulus Catur Wibawa

Cerita Bersambung: Tunangan #Tamat#

Cerita Anton Chekhov
Alih Bahasa RetakanKata

kasih tak sampai
Ilustrasi dari 3_bp_blogspotdotcom1
Musim gugur telah berlalu, dan musim dingin juga telah pergi. Nadya mulai rindu dan setiap hari berpikir tentang ibu dan neneknya. Dia juga memikirkan Sasha. Surat-surat dari rumah terasa baik dan lembut, seolah-olah semua kejadian masa lalu telah diampuni dan dilupakan. Pada bulan Mei, setelah ujian, dia berangkat pulang ke rumah dalam keadaan sehat dan semangat yang tinggi, dan berhenti sejenak di Moskow untuk melihat Sasha. Sasha masih sama dengan tahun sebelumnya, jenggot yang sama dan rambut acak-acakan, mata yang sama -indah dan besar- dan dia masih mengenakan mantel serta celana panjang kanvas yang sama. Tetapi ia tampak tidak sehat dan khawatir. Ia tampak lebih tua dan lebih kurus, dengan batuk yang terus menerus, dan untuk beberapa alasan hati Nadya terpukul dengan warna kelabu dan tampang Sasha yang seperti orang asing.
“Ya Tuhan, Nadya telah datang!” katanya, dan tertawa riang. “Gadisku tersayang!”
Mereka duduk di ruang percetakan yang penuh dengan asap tembakau, berbau kuat, gerah dengan tinta India dan cat. Kemudian mereka pergi ke kamar Sasha, yang juga berbau tembakau dan penuh dengan jejak meludah; dekat Samovar dingin berdiri sebuah piring pecah dengan kertas gelap di atasnya. Beberapa lalat terkapar mati di atas meja dan di lantai. Semua itu menunjukkan bagaimana Sasha mengatur kehidupan pribadinya dengan cara jorok, dan hidup bagaimanapun, mengucapkan kenyamanan adalah penghinaan. Dan jika ada yang mulai bicara dengannya tentang kebahagiaan pribadinya, kehidupan pribadinya, kasih sayang baginya, ia tidak akan mengerti dan hanya akan tertawa.
“Semua baik-baik saja, segala sesuatu yang telah berlalu, telah kembali berjalan baik,” kata Nadya buru-buru. “Ibu datang menemuiku di Petersburg pada musim gugur, ia mengatakan bahwa Nenek tidak marah. Nenek hanya masuk ke kamarku dan membuat tanda salib di dinding.”
Sasha tampak ceria, tapi ia terus batuk, dan berbicara dengan suara serak, dan Nadya terus memandangi dia, tidak dapat memutuskan apakah dia benar-benar sakit parah atau hanya berpura-pura.
“Sasha sayang,” kata Nadya, “kamu sakit.”
“Tidak, ini tidak masalah. Aku memang sakit, tapi biasa saja…”
“Oh, Sayang!” seru Nadya, dalam nada agitasi. “Mengapa kamu tidak pergi ke dokter. Mengapa kamu tidak merawat kesehatanmu? Sayangku, Sasha sayang…,” katanya, dan air mata mengalir keluar dari matanya dan entah mengapa tiba-tiba bayangan Andrey Andreitch dengan wanita telanjang dan vas, muncul di benaknya beserta semua masa lalu yang tampaknya sekarang sudah menjauh seperti masa kecilnya. Lalu ia mulai menangis karena Sasha terlihat tidak lagi baru, tidak semenarik dan berbudaya dengan tahun sebelumnya.
“Sasha sayang, kamu sangat…, sangat sakit … Aku akan melakukan apa saja untuk membuatmu tidak begitu pucat dan kurus. Aku sangat berhutang budi kepadamu. Kamu tidak akan dapat membayangkan berapa banyak yang telah kamu lakukan buatku, Sashaku yang baik! Kenyataannya hanya kamulah orang terdekat dan terkasih bagiku.”
Mereka duduk dan berbicara, dan sekarang, setelah Nadya menghabiskan musim dingin di Petersburg, Sasha, karya-karyanya, senyumnya, dan segala sesuatu yang ada padanya seperti berkata tentang sesuatu yang ketinggalan zaman, kuno, sesuatu dari masa lalu dan mungkin sudah mati dan dikuburkan.
“Lusa, aku akan turun ke Volga,” kata Sasha, “kemudian minum koumiss. Maksudku minum koumiss. Seorang teman dengan istrinya akan pergi denganku. Istrinya seorang wanita yang indah; Aku selalu berusaha membujuknya untuk pergi ke universitas yang kuinginkan. Aku ingin ia mengubah hidupnya.”
Setelah berbicara, Sasha mengantar Nadya ke stasiun. Sasha membawa serta teh dan apel, dan ketika kereta mulai bergerak, Sasha melambaikan sapu tangannya ke arah Nadya, tersenyum, dan bisa dilihat bahkan dari getar kakinya, Sasha terlihat sakit -sangat sakit- dan tidak akan hidup lama.
Nadya mencapai kota asalnya pada tengah hari. Perjalanan pulang dari stasiun terasa bagai siksaan yang mendera dirinya. Begitu jauh dan rumah-rumah terlihat kecil seperti sedang jongkok; tidak ada orang, tidak ada siapa pun yang ditemui kecuali seorang pianis Jerman dalam mantel berkarat. Dan semua rumah tampak terkubur debu. Nenek, yang tampak menua, tetapi tetap gemuk dan sederhana seperti biasa, melempar lengannya memeluk Nadya, menyandarkan wajahnya di bahu Nadya dan menangis untuk waktu yang lama. Nadya tidak mampu membebaskan dirinya dari pelukan yang merobek dirinya. Nina Ivanovna tampak jauh lebih tua dan tampak layu, tapi pakaian ketat berenda masih lekat di tubuhnya dan berlian berkedip di jarinya.
“Sayangku..,” katanya, gemetar seluruh tubuhnya, “sayangku!”
Kemudian mereka duduk dan menangis tanpa berbicara. Ini adalah bukti bahwa ibu dan nenek menyadari bahwa masa lalu telah hilang dan pergi, tidak pernah kembali, mereka sekarang tidak memiliki posisi dalam masyarakat, tidak ada prestise seperti sebelumnya, tidak berhak untuk mengundang pengunjung, dan semua itu seperti -ketika di tengah-tengah mudahnya hidup ceroboh, polisi tiba-tiba mendobrak pintu di malam hari dan mencari pencuri, dan ternyata kepala keluarga telah menggelapkan uang atau memalsukan dokumen- dan selamat tinggal kemudahan hidup ceroboh untuk selama-lamanya!
Nadya naik ke atas dan melihat tempat tidur yang sama, jendela yang sama dengan tirai putih naif, dan di luar jendela ada taman yang sama, renta dan berisik, bermandikan sinar matahari. Dia menyentuh meja, duduk dan tenggelam dalam pikiran. Dan dia harus makan malam yang baik dan minum teh kaya krim yang lezat. Tetapi ada sesuatu yang hilang, ada rasa kekosongan di kamar dan langit-langit yang menggantung rendah. Pada malam hari ia pergi tidur, menutupi dirinya dan untuk beberapa alasan, tampaknya dia menjadi lucu terbaring di tempat tidur yang nyaman dan sangat lembut.
Tidak berapa lama kemudian Nina Ivanovna datang, duduk sebagai orang yang merasa bersalah duduk, takut-takut memandang Nadya.
“Nah, katakan padaku, Nadya,” dia bertanya setelah beberapa saat, “kau puas? Cukup puas?”
“Ya, ibu.”
Nina Ivanovna bangun, membuat tanda salib di atas Nadya dan jendela.
“Aku telah beragama, seperti yang kamu lihat,” katanya. “Lagipula aku belajar filsafat sekarang, dan aku selalu berpikir dan berpikir …. Dan bagiku, banyak hal telah menjadi sejelas siang hari. Bagiku, tidak ada yang lebih diperlukan dalam hidup selain bahwa hidup harus terus berjalan seolah-olah kita melewati sebuah prisma.”
“Katakan padaku, ibu, bagaimana kesehatan Nenek?”
“Dia tampak baik-baik saja. Ketika kamu pergi waktu itu dengan Sasha dan telegram darimu datang, Nenek jatuh di lantai saat dia membacanya. Selama tiga hari ia berbaring tanpa bergerak. Setelah itu dia selalu berdoa dan menangis. Tapi sekarang.. dia baik-baik lagi.”
Nina Ivanovna berdiri dan berjalan sekitar ruangan.
“Tik-tok,” ketukan penjaga malam terdengar di kejauhan. “Tik-tok, tik-tok ….”
“Di atas semua yang diperlukan dalam hidup adalah bahwa hidup harus terus berjalan seolah-olah kita melewati sebuah prisma,” katanya, “dengan kata lain, bahwa hidup dalam kesadaran berarti menganalisis hidup menjadi elemen-elemen yang paling sederhana, menjadi tujuh warna utama, dan setiap elemen harus dipelajari secara terpisah.”
Apa yang dikatakan Nina Ivanovna semakin tidak terjangkau dan ketika dia pergi, Nadya tidak mendengar, karena dia sudah tertidur.
Mei berlalu; Juni datang. Nadya sudah terbiasa berada di rumah. Nenek menyibukkan diri dengan Samovar, menghela desah dalam. Di malam hari Nina Ivanovna berbicara tentang filosofi hidupnya dan dia masih saja tinggal di rumah seolah dalam situasi yang buruk, dan harus pergi ke Nenek untuk setiap pengeluaran yang dibutuhkan. Ada banyak lalat di rumah, dan langit-langit tampak menjadi lebih rendah dan lebih rendah. Nenek dan Nina lvanovna tidak lagi keluar jalan-jalan karena takut bertemu Bapa Andrey dan Andrey Andreitch. Nadya berjalan di sekitar taman dan jalan-jalan, melihat pagar abu-abu, dan tampaknya, segala sesuatu di kota itu menjadi tua, ketinggalan zaman dan hanya menunggu hari baik untuk berakhir, atau awal dari sesuatu yang muda dan segar. Oh, andai saja sesuatu yang baru, andai kehidupan yang cerah datang lebih cepat – kehidupan di mana seseorang dapat menatap langsung nasibnya dengan berani, mengetahui bahwa ada sesuatu yang benar, menjadi bahagia dan gratis! Dan cepat atau lambat, kehidupan seperti itu akan datang. Saatnya akan tiba ketika rumah Nenek, yang mana hal-hal begitu diatur, -seperti empat pelayan hanya bisa hidup dalam satu ruang kotor di bawah tanah -. Saatnya akan tiba ketika rumah yang tidak lagi punya jejak tetap dan dilupakan, tidak ada yang akan mengingatnya. Dan satu-satunya hiburan bagi Nadya adalah olok-olok anak-anak sebelah, ketika ia berjalan di kebun, mereka mengetuk pagar dan berteriak: “tunangan, sudah tunangan!”
Surat dari Sasha tiba dari Saratov. Dalam tulisan tangan menari bahagia ia mengatakan kepada mereka bahwa perjalanannya di Volga telah meraih sukses, tetapi dia telah menjadi agak sakit setibanya kembali di Saratov. Ia telah kehilangan suaranya, dan sudah dua minggu terakhir di rumah sakit. Nadya tahu arti semua itu, dan dia mulai kewalahan dengan firasat bahwa sesuatu telah terjadi. Firasat yang menjengkelkan dan pikiran tentang Sasha yang terancam bahaya menjadi begitu banyak, tidak seperti sebelumnya. Nadya merasakan gairah kerinduan pada kehidupan, rindu untuk berada di Petersburg, dan persahabatannya dengan Sasha begitu terasa manis, namun sesuatu tiba-tiba terasa menjauh dan begitu jauh! Dia tidak tidur sepanjang malam, dan di pagi hari duduk di jendela, mendengarkan. Dan pada kenyataannya dia mendengar suara-suara di bawah ruangannya; Nenek, sangat gelisah, bertanya ke sana kemari dengan pertanyaan yang cepat. Kemudian seseorang mulai menangis. Ketika Nadya turun, Nenek berdiri di sudut, berdoa di hadapan gambar suci dan wajahnya penuh air mata. Sebuah telegram tergeletak di meja.
Untuk beberapa saat Nadya mondar-mandir dalam ruangan, mendengarkan tangisan Nenek, kemudian dia mengambil telegram dan membacanya. Telegram yang mengabarkan bahwa pagi sebelumnya Alexandr Timofeitch, atau lebih sederhana, Sasha, diumumkan telah meninggal di Saratov.
Nenek dan Nina lvanovna pergi ke gereja untuk menyiapkan pelayanan berbela sungkawa, sementara Nadya terus berjalan mondar-mandir di kamar dan berpikir. Dengan jelas Nadya mengakui bahwa hidupnya telah berubah total dan berjungkir balik sesuai keinginan Sasha; bahwa -di sini –dia asing, terisolasi, tidak berguna dan bahwa segala sesuatu di sini adalah tidak berguna baginya; bahwa semua masa lalu telah tercabik darinya dan menghilang seolah dibakar dan abunya disebar kepada angin. Dia pergi ke kamar Sasha dan berdiri di sana untuk sementara waktu.
“Selamat tinggal, Sasha Sayang,” pikirnya, dan dalam benaknya, hamparan ketakjuban hidup baru yang lebar, luas, dan -bahwa hidup masih tidak jelas dan penuh misteri-, mengulurkan tangan dan menenggelamkannya.
Dia naik ke lantai atas, ke kamarnya sendiri untuk berkemas, dan pagi berikutnya mengatakan selamat tinggal kepada keluarganya, dan dengan penuh semangat kehidupan ia meninggalkan kota – ke tempat ia seharusnya tinggal selamanya.

Catatan:
koumiss: sejenis minuman hasil fermentasi dan beragi.

Baca Kisah Sebelumnya: Cerita Bersambung: Tunangan (6)