Arsip Tag: seks pranikah

Virginitas dan Sekelumit Problematikanya

Oleh: Gyan Pramesty
Virginitas dianggap sebagai mahkota terindah yang melekat kepada diri wanita, terjaga, terlindungi dan tak diperkenankan diganggu-gugat. Sebagian manusia mempergunakan eksistensi virginitas sebagai alat untuk mengukur nilai seorang wanita. Selaput tipis yang membentengi liang peranakan wanita dianggap gerbang keramat yang tak boleh terkoyak, sebelum waktu yang ditetapkan, yakni pernikahan. Terkoyaknya selaput tipis tersebut akan merusak nilai seseorang, setidaknya itulah yang ditanamkan oleh ribuan orang kepada wanita-wanita muda yang akan menginjak vase matangnya keinginan akan persetubuhan. Dogma positive yang dimaksudkan untuk memberi pengertian tentang seberapa rendahnya wanita yang membiarkan benda tersebut terkoyak. Amat sangat positive.
Tetapi dogma tersebut, sering kali berpindah fungsi sebagai pembatas hak asasi manusia (HAM), khususnya wanita. Masa puber merupakan masa berkembangnya hasrat terdalam dari seorang wanita, dan dogma tersebut memaksa mereka mengungkung hasrat tersebut sedalam-dalamnya, kewajaran yang dialih-fungsikan menjadi ketidak-wajaran.
Para wanita mengkerut, menyembunyikan hasrat mereka dalam balutan jubah-jubah kehormatan yang digadang-gadang sebagai kesucian. Mereka takut mengekspresikan diri-mereka sendiri, mereka mengingkari eksistensinya sebagai makhluk yang berhasrat. Terpaku dalam keharusan berselaput. Terdidik untuk menyembunyikan kucuran yang hanya bisa terealisasi dalam mimpi. Terdiam.
Salah interpretasi sudah melanda dunia kewanitaan. Masyarakat menuntut mereka tetap virgin, selalu perawan, sebelum ijab kabul di depan penghulu. Mereka melupakan ada hasrat yang keberadaannya tak mampu disangkal siapapun. Hasrat biologis.
Wanita semakin tersudutkan. Mereka yang terlanjur memberikan keperawanannya kepada seseorang, akan terus mempertahankan hubungan tersebut. meskipun mereka terkukung dalam penderitaan. Karena tak dapat dipungkiri, pria yang telah merenggut virginitas seorang wanita akan memperlakukan wanita tersebut sesuai dengan kehendaknya, karena yang ada dalam benaknya adalah si wanita tidak akan meninggalkan si pria karena tidak akan ada pria lain yang sudi menikahi makhluk tak berselaput dara. Alhasil, wanita kehilangan keberhargaannya.
Hal tersebut akan berimbas kepada seluruh aspek kehidupan wanita. Ia akan terlihat lebih suram, wajahnya tak bercahaya. Karena benaknya dipenuhi oleh berbagai yang tak pasti, sudikah si pria yang telah merenggut keperawanannya mengiringi langkahnya hingga ke pelaminan, adakah pria lain yang sudi menjadi suaminya setelah mereka mengetahui ketidak-perawanannya. Ia tertekan.
Maka dari itu, solusi yang paling tepat untuk fenomena tersebut adalah solusi psikologis yang harus diamalkan oleh para wanita di seluruh dunia.
Sebelum melakukan hubungan pranikah, para wanita harus berfikir ulang, cukup kuatkah landasan berfikirnya. Apabila si wanita tidak dapat melepaskan diri dari paradigma tentang virginitas yang ditanamkan masyarakat kepadanya, lebih baik ia menjauhi perbuatan tersebut. karena hanya akan menimbulkan penderitaan jiwa terhadap dirinya.
Tetapi, apabila ia yakin mampu melepaskan diri dari paradigma tersebut yakinlah dengan apa yang dilakukan. Yakinlah bahwa ia dan nilai yang melekat dari padanya tidak berdasarkan kepada selaput tipis yang ada di selangkangannya. Yakinlah bahwa ia adalah mahkluk mulia yang mampu menaklukan dunia. Yakinlah bahwa ia hanya ia yang mampu mendeskripsikan, bukan masyarakat serta paradigma kunonya.

Catatan:
Opini ini terpilih sebagai opini terbaik ketiga tentang ‘Seks Pranikah’

Keluargaku Adalah Segalanya Untukku

Oleh Anita Rachmawati

Fenomena SEKS PRANIKAH, merupakan sebuah fenomena yang menimbulkan persoalan sekaligus merugikan kehidupan kaum perempuan. Fenomena tersebut memunculkan luka mendalam bagi perempuan, terlebih lagi juga mengganggu psikologisnya. Pemikiran saya, sebagai kaum muda untuk membantu menyembuhkan ‘luka’ akibat seks yang dilakukan oleh perempuan yang terlanjur menyerahkan kehormatannya kepada lelaki yang ternyata tidak menjadi suaminya adalah dengan memberinya motivasi, memberikan banyak dukungan dan membangunkan semangatnya kembali. Memberi dukungan adalah hal yang sangat perlu diberikan karena hal tersebut merupakan salah satu obat yang bisa menyembuhkan luka terlebih lagi secara psikologisnya perempuan itu mengalami guncangan yang dahsyat. Karena dengan semangat yang kita berikan itulah ia merasa bahwa hidupnya belum berakhir dan ia tidak akan merasa hidup sendirian di dunia ini.
Seharusnya kesalahan yang telah diperbuatnya, kita sebagai sesama kaum perempuan tidak perlu mengejeknya atau bahkan mengucilkannya. Dukungan dari semua pihak yang terdiri dari dukungan kedua orang tua, teman-teman dan lingkungan di sekitarnya sangat diperlukan. Memberikan dia motivasi juga sangat perlu dilakukan karena hal tersebut dapat membuka hati dan pikirannya karena dengan mendapat motivasi dan dukungan dari semua pihak, perempuan tersebut dapat melanjutkan hidupnya, meraih masa depannya dan berada di jalan yang semestinya ia jalani seperti perempuan yang lainnya pada umumnya.
Konsultasi antar keluarga juga diperlukan untuk mengurangi beban yang ia pikul sendiri. Peran orang tua sangat diperlukan, dengan kasih sayang dan kehangatan dari keluargalah yang dapat menghapus beban dan pikirannya. Belajar dari pengalaman yang sudah terjadi, orang tua harus dengan senang hati dan tak pernah lelah memberikan nasehat dan tidak boleh lengah dalam mengawasi anak perempuannya. Hal tersebut sangat dianjurkan untuk mencegah agar tidak jatuh pada lubang yang sama. Keluarga merupakan segalanya untuk kita karena dalam kondisi apapun kita pasti kembalinya akan keluarga kita juga.

* Penulis adalah Mahasiswa Universitas Brawijaya, Malang.
Catatan:
Opini ini terpilih sebagai opini favorit dari rekan mahasiswa tentang ‘Seks Pranikah’

Pentingnya Dukungan Sosial bagi Kaum Muda (Perempuan) Seks Pranikah

Oleh Omelia Mercy Tikupadang

Berbicara mengenai seks bukan lagi hal yang tabu dan terkadang pembicaraan tentang seks dijadikan bahan lelucon di kalangan kaum muda. Pendidikan seks diberikan tidak hanya melalui sekolah formal namun juga melalui didikan yang diberikan dari orang tua. Orang tua memiliki kewajiban untuk memberikan informasi tentang seks ketika anak pada masa pubertas, sebelum diberikan oleh pendidikan formal.
Pada masa kini, seks tidak lagi dilakukan dalam koridor yang tepat dan dengan bebasnya kaum muda melakukan hubungan seks tanpa adanya status pernikahan. Bagi budaya Indonesia, seks pranikah tidak bisa diterima dan dianggap memalukan. Memalukan yang dimaksud adalah karena seks hanya dilakukan ketika dua manusia yang berakal itu telah berstatus suami-isteri.
Banyak kaum muda melakukan hubungan seks dengan pasangannya yang pada akhirnya tidak menjadi suami mereka dengan mengatasnamakan “CINTA” tanpa menyadari resiko atau konsekuensi di kemudian hari. Resiko atau konsekuensi seperti penyesalan seumur hidup dan atau hamil. Kaum muda yang tidak bisa menikmati masa mudanya dengan baik memilih untuk menjadi ibu muda di usia yang muda dan belum matang baik secara psikologis (mental) dan secara finansial menjadi sebuah bencana dalam rumah tangga. Anak menjadi korban karena ketidaksiapan orang tua.
Resiko lain yakni penyesalan seumur hidup dengan memberikan pernyataan negatif pada diri “kenapa aku bisa sebodoh ini melakukan hal itu dengan laki-laki yang bukan suamiku?” atau “betapa tidak berharganya diriku. Aku sudah kotor, tidak layak lagi untuk dicintai orang lain”. Dan atau pertanyaan lainnya yang menjurus pada hal negatif tentang diri. Beberapa perempuan yang saya temui dan mereka menceritakan betapa menyesal mereka karena telah melakukan seks pranikah. Pemikiran negatif yang melahirkan perasaan negatif menyebabkan perempuan-perempuan tersebut seakan tidak ingin memiliki kehidupan yang lebih baik. Apalagi ditambah dengan cibiran negatif dari lingkungan yang semakin memperparah kondisi psikologis perempuan tersebut.
Mungkin benar, perempuan-perempuan yang terlanjur memberikan kehormatan pada pria yang bukan suaminya adalah tindakan yang keliru, tetapi ketika dilakukan secara sadar dan bertanggung jawab sekiranya bukanlah hal yang salah, melainkan pemikiran negatif dari orang lain tentang mereka adalah salah. Apa hak kita untuk mencibir atau memberikan pernyataan negatif terhadap mereka, seakan kita tidak pernah melakukan kesalahan di dunia ini. Kaum muda (perempuan-perempuan) yang sudah terlanjur “terjatuh” ada baiknya kita rangkul dan memberikan dukungan sosial baik secara dukungan emosional, penghargaan, informasi, dan appraisal.
Secara tidak sadar, dukungan sosial menjadi penting dalam kehidupan setiap orang, terlebih khusus bagi kaum muda yang terlanjur melakukan seks pranikah. Dukungan sosial berupa emosional yakni dengan memberikan ekspresi simpati, perhatian, dan keprihatinan. Pastikan bahwa kaum muda tersebut merasa nyaman, dicintai, dimiliki, dan menjadi bagian dalam relasi dengan kita.
Dukungan sosial dalam bentuk penghargaan yakni dengan memberikan penghargaan positif, dorongan, penguatan, membantu membangun perasaan harga-diri, rasa dihormati dan dibangun. Dukungan sosial dalam bentuk informasi yakni saran, arahan dan umpan-balik yang mengarahkan mereka pada kondisi yang lebih baik. Dukungan appraisal dalam bentuk informasi yang menolong untuk penilaian-diri dan penilaian atas suatu situasi atau kejadian. Dukungan dalam bentuk ini akan membantu mereka dalam mengatasi masalah dalam segala situasi atau bagaimana situasi itu harus dihadapi.
Kaum muda membutuhkan perhatian dalam bentuk dukungan sosial dari lingkungan baik keluarga, teman, sahabat, maupun pihak lain yang menjadi bagian dalam kehidupan mereka. Tanpa dukungan bagaimana kehidupan mereka selanjutnya, mereka juga masih menginginkan kehidupan yang lebih baik di kemudian hari. Karena itu, dukungan sosial menjadi sangat penting tanpa harus kita mengenal mereka secara lebih dekat, tetapi mulailah dari lingkungan yang terdekat yang membantu mereka mengembangkan potensi mereka jauh lebih baik. Kaum muda lebih membutuhkan hal itu ketimbang penilaian negatif tentang mereka dan perlu diingat bahwa mereka sama berharganya dengan kita.

* Penulis adalah Mahasiswa, tinggal di Salatiga.
Catatan:
Opini ini terpilih sebagai opini terbaik kedua tentang ‘Seks Pranikah’

PEMAAFAN

Oleh Paulus Catur Wibawa
ilustrasi 3.bp.blogspot.com
Seks pranikah punya sejarah yang sangat panjang. Barangkali sejak pernikahan itu sendiri ada dan dilembagakan. Dan itu artinya sejak dahulu kala, sebelum Joko Tarub mengintip bidadari mandi, sebelum Kertanegara memuja Tantra sambil pesta orgy, sebelum para gundik dipelihara kumpeni. Sampai zaman ketika para artis suka merekam perzinahannya sendiri, ketika undang-undang mengatur rok mini dan ketika tetek palsu menambah percaya diri dan perasaan sexy.
Seks pranikah dan seks bebas tentu adalah istilah masa kini untuk menunjuk pada perilaku seksual—katakanlah, persetubuhan—yang dilakukan di luar ikatan perkawinan. Perbedaan dua istilah itu terletak pada cakupannya. Seks bebas dilakukan tak peduli dengan pacar, teman, kenalan atau bahkan orang yang—secara pribadi—tidak saling kenal. Seks pranikah dilakukan dengan orang yang (seolah-olah) akan menikah, meskipun pada akhirnya belum tentu menikah.
Banyak pihak telah berusaha menyadarkan betapa tindakan seksual harus dilakukan secara benar dan bijaksana. Seks bebas dan seks pranikah telah melahirkan berbagai gangguan kesehatan, rumahtangga yang hancur atau terpuruk karena ketidaksiapan, anak-anak “haram” yang tidak siap secara sosial.
Dalam masalah ini, perempuan sering menjadi korban. Terutama, bila ia sudah menyerahkan (atau dirampas) kehormatannya. Terlebih lagi bila laki-laki tersebut ternyata tidak menjadi suaminya. Sangat mungkin itu mengakibatkan luka yang dalam dan tak mudah diobati seperti misalnya, dendam pada laki-laki, penolakan pada konsekuensi dari hubungan seksual itu sendiri, pengucilan diri, stigma dari masyarakat sekitar dsb. Lalu bagaimana mensikapinya? Banyak solusi praktis sudah sering dikemukakan. Pertama, sekedar mengulang beberapa pendapat itu, laki-laki yang berbuat harus (dituntut untuk) bertanggungjawab. Salah satunya adalah dengan cara menikahi secara resmi. Tapi jika itu tidak mungkin, misalnya karena ia sudah beristri, pertanggungjawabannya harus dalam bentuk lain, entah secara kekeluargaan atau secara hukum. Kedua, perempuan yang menjadi korban juga harus bertanggungjawab. Sekalipun korban, ia juga terlibat dalam kondisi yang tidak diinginkan ini. Karenanya, ia harus juga bertanggungjawab, terlebih bila hubungan seks pranikah tersebut menyebabkan kehamilan. Sekarang ini banyak LSM dan lembaga keagamaan punya perhatian pada persoalan semacam ini. Ada yang concern pada ibu-ibu yang hamil di luar nikah, ada juga yang concern pada anak-anak yang lahir di luar pernikahan. Keempat, keluarga dan masyarakat sekitar perlu memberikan dukungan. Para korban tidak semestinya dijauhkan dari lingkungan, atau dikecam. Sebaliknya, mereka perlu dimaafkan dan dibantu untuk melanjutkan kehidupan mereka. Kelima, meminjam pendapatnya Hannah Arrent, perlulah memaafkan. Forgiveness is the exact opposite of vengeance, which acts in the form of re-enacting against an original trespassing whereby far from putting an end to the consequences of the first misdeed, everybody remains bound to the process, permitting the chain reaction contained in every action to take its unhindered course. Arrent memang pertama-tama bicara soal politik, yakni tentang korban Nazi. Tetapi saya kira ia benar, bahwa proses pemulihan hanya bisa terjadi setelah didahului dengan memaafkan—betapapun sulitnya—pihak-pihak yang bersalah. Tanpanya, pemulihan hanya seperti tongkat ajaib yang kekurangan mantra. Bisakah seorang korban memaafkan? Mungkin sangat sulit. Apalagi jika luka yang disebabkannya sangat dalam. Tetapi tanpa memaafkan, luka itu akan tetap ada, korban selamanya terbuang di alam dendam dan kekecewaan.

Catatan:
Opini ini terpilih sebagai opini terbaik pertama tentang ‘Seks Pranikah’

Pengumuman ‘Menulis Opini Dapat Pulsa’: Seks Pranikah

RetakanKata – Terima kasih kepada sahabat RetakanKata dan rekan-rekan mahasiswa yang telah berpartisipasi aktif dalam sayembara ‘menulis opini dapat pulsa’ dengan tema SEKS PRANIKAH. Jangka waktu tiga hari ternyata tetap tidak membatasi semangat para sahabat untuk mengirimkan opininya.
Dan berikut ini diumumkan nama penulis dan opini yang terpilih sebagai opini terbaik pertama, kedua dan ketiga.

Selain ketiga opini tersebut, sebagai bentuk penghargaan RetakanKata kepada rekan-rekan mahasiswa, maka RetakanKata juga memilih satu opini favorit dari rekan mahasiswa berjudul “Keluargaku Adalah Segalanya Untukku” karya Anita Rachmawati.
Opini terbaik pertama akan mendapat hadiah pulsa senilai Rp 100.000,00. Opini terbaik kedua dan ketiga akan mendapat pulsa senilai Rp 50.000,00. Untuk opini favorit dari rekan mahasiswa akan mendapat pulsa senilai Rp 25.000,00. Pastikan nomor hape yang dicantumkan aktif sebab RetakanKata akan menghubungi anda dengan nomor 085958551155 untuk memastikan pengiriman pulsa jarak jauh.
Semoga pengumuman ini dapat memacu gairah menulis para sahabat RetakanKata dan rekan-rekan mahasiswa di seluruh penjuru Nusantara yang ingin ikut berpartisipasi atau yang karyanya belum terpilih untuk dimuat di blog RetakanKata. Sahabat RetakanKata dan rekan-rekan mahasiswa dapat mengikuti sayembara ‘menulis opini dapat pulsa’ berikutnya, dengan tema ABORSI.
Selamat mengikuti sayembara berikutnya! Salam membaca dan menulis!

Menulis Opini Dapat Pulsa, Mau?

RetakanKata – Fenomena SEKS PRANIKAH, siapa yang tidak tahu itu? Sebuah fenomena ‘kewajaran’ yang menimbulkan persoalan baru terutama bagi kaum muda perempuan. Kewajaran dalam tanda kutip yang berarti bahwa secara umum seks pranikah dianggap tabu namun pada kenyataannya telah dilakukan banyak orang sehingga menjadi sebuah rahasia umum. Beberapa penelitian yang telah dibukukan menunjukkan fenomena tersebut.
Fenomena tersebut bisa jadi memunculkan persoalan baru terutama bagi pihak perempuan, yaitu luka dalam arti sesungguhnya dan dalam arti psikologis. Pertanyaan yang ingin dijawab adalah: bagaimana pemikiran kamu, sebagai kaum muda, untuk menyembuhkan ‘luka’ akibat seks pranikah pada perempuan yang terlanjur menyerahkan kehormatannya kepada lelaki yang ternyata tidak menjadi suaminya.
Anggaplah salah satu temanmu curhat masalah yang dihadapinya yang intinya sudah terlanjur melakukan seks pranikah tetapi ditinggalkan pasangan lelakinya. Tulis pendapatmu dalam bentuk opini, dengan titik fokus pada pemecahan masalah (BUKAN MEMPERSOALKAN SEKS PRANIKAH ITU TABU ATAU TIDAK). Tidak ada batasan jumlah lembar dan kata. Kirim opinimu ke RetakanKata melalui menu ‘kirim naskah’ atau lewat email retakankata@gmail.com paling lambat (deadline) hari Minggu tanggal 13 Mei 2012 pukul 00.00. Cantumkan identitas pengirim dengan jelas.
Artikel terbaik pertama sampai ketiga akan dimuat pada minggu berikutnya dan mendapat pulsa sebesar:
Rp 100.000,- untuk artikel pertama terbaik.
Rp 50.000, untuk artikel kedua dan ketiga terbaik.

Ditunggu pemikiranmu!