Arsip Tag: menulis dapat pulsa

Pengumuman: Artikel Terbaik I Lomba Menulis Opini dengan Tema Aborsi

Post Abortion Syndrome (PAS)

Oleh: Era Sofiah

 

bayi mungil
Ilustrasi: ceritayosi.files.wordpress.com

Betapa haru ketika menyaksikan seorang ibu yang dengan sepenuh jiwa bertaruh nyawa demi menghadirkan sang cabang bayi yang telah 9 bulan bersemayam dalam rahimnya tak peduli rasa sakit itu menyayat tubuhnya. Detik demi detik serasa waktu begitu lama berlalu. Dan perlahan rasa sakit itu berganti bahagia ketika mendengar tangisan sang bayi dan itulah awal perngabdian seorang ibu membesarkan buah hatinya.

Lain lagi cerita seorang ibu yang mendambakan kehadiran anak dalam perkawinannya yang telah dibina selama bertahun-tahun namun Tuhan belum juga menitipkan anugerah-Nya.  Segala upaya pun ditempuh tak peduli berapapun biaya yang dikeluarkan hingga berobat keluar negeri demi kehadiran sang buah hati yang diharapkan akan semakin merekatkan ikatan perkawinannya. Kelak bayi-bayi di atas akan merasa beruntung dapat merasakan kasih yang tak terbatas dari sang bunda. Amat kontras dengan kehidupan bayi-bayi malang yang harus menelan pil pahit di kehidupan awal harus tersingkirkan karena kehadirannya tak dikehendaki.  Di kolong jembatan, di hulu sungai, di tempat pembuangan sampah  menjadi kuburan mereka. Atau bahkan sebelum mereka sempat menghirup udara dunia mereka para bayi malang itu dipaksa kembali ke surga lewat berbagai cara atau lazim disebut aborsi.

Menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah “abortus” berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh. Tindakan aborsi diizinkan jika memang memiliki indikasi medis tertentu, misalnya kelahiran tersebut dapat membahayakan nyawa sang ibu. Tindakan aborsi yang dilakukan atas dasar indikasi medis disebut sebagai abortus provocatus medisinalis. yaitu aborsi yang dilakukan atas keinginan pasien (Wirawan, 2007). Istilah ini kontras dengan abortus provokatus medisinalis, yaitu aborsi yang dilakukan atas indikasi medis.

Setiap tahun, diperkirakan ada 2,5 juta nyawa tak berdosa melayang sia-sia akibat aborsi. Angka ini terhitung besar sebab jumlahnya separuh dari jumlah kelahiran di Indonesia, yaitu 5 juta kelahiran per tahun. Dari 2,5 jutaan pelaku aborsi tersebut, 1 – 1,5 juta di antaranya adalah remaja berusia 15 -24 tahun. ( detik Health 30/5/2012). Dalam situs berita VIVA news (2011), tercatat bahwa terdapat 70.000 ibu yang meninggal dunia akibat praktik aborsi yang ilegal. Data lainnya dipublikasikan dalam situs VOA Indonesia (2012), bahwa diperkirakan terjadi lebih dari 45 juta kasus aborsi setiap tahunnya.

Seks bebas yang sekarang menjadi bagian dari gaya hidup hingga maraknya prostitusi khususnya di kalangan remaja menjadi pemicu tingginya angka aborsi. Ketidaksiapan mental untuk bertanggung jawab atas tindakannya serta anggapan bayi yang dikandungnya kelak hanya akan membawa aib menjadi alasan utama dan aborsi menjadi pilihan.  Dan ironi, seringkali  keputusan untuk melakukan aborsi kerap didukung oleh orang-orang terdekat pelaku dan lagi-lagi alasannya demi menutupi aib. Dan fenomena ini dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab untuk membuka praktek aborsi illegal. Padahal sejatinya melakukan aborsi bukanlah solusi dan hanya menutupi masalah dengan menghadirkan masalah baru Post abortion syndrome (PAS).

PAS adalah dampak dari pelaku aborsi berupa trauma emosional, psikologis, fisik, dan spiritual yang diakibatkan oleh aborsi, di mana kejadian tersebut berada di luar pengalaman manusia biasa (Rooyen & Smith, 2004). Babbel (2010) mengungkapkan gejala-gejala dari PAS, yaitu: (1) rasa bersalah, yang dialami karena membuat sebuah kesalahan atau melanggar moralitas; (2) gelisah atau anxiety, yang mungkin muncul pada isu-isu kemandulan dan kemungkinan untuk hamil kembali; (3) mati rasa atau depresi; (4) kilas balik atau flashback, aborsi dilakukan dengan operasi dan umumnya terjadi saat pasien dalam keadaan sadar sehingga dapat menjadi sebuah pengalaman yang menjadi sumber stres; (5) pemikiran untuk bunuh diri, terjadi dalam kasus-kasus ekstrim.      Mencegah lebih baik dari mengobati. Sebagai bahan renungan adalah Penelitian dari Robert Blum, seorang profesor perkembangan remaja di University of Minnesota mengatakan bahwa remaja yang dekat dengan ibunya cenderung takut dalam melakukan hubungan seks (Harnowo, 2012).

Pengumuman: Artikel Terbaik II Lomba Menulis Opini dengan Tema Aborsi

Pantaskah Aborsi Dilakukan?

Oleh: Omelia Mercy Tikupadang

bayi mungil
Ilustrasi: ceritayosi.files.wordpress.com

Aborsi bukan lagi fenomena yang baru kita dengar. Perempuan Indonesia khususnya mengalami kehamilan tanpa rencana dan sebagian perempuan melakukan aborsi untuk mengakhiri kehamilan, sekalipun menyadari bahwa aborsi adalah tindakan ilegal. Perempuan-perempuan Indonesia mencoba mencari praktek-praktek non-medis yang menggunakan cara-cara tradisional dan tidak melihat dampak jangka panjang yang kemudian membahayakan diri sendiri.Pada tahun 2000, sekitar dua juta perempuan Indonesia melakukan aborsi. Hal ini diketahui ketika fasilitas-fasilitas kesehatan melakukan penelitian di enam wilayah dan juga termasuk aborsi yang dilakukan secara spontan yang tidak diketahui jumlahnya. Pengukuran pada penelitian ini yakni 37 aborsi untuk setiap 1.000 perempuan usia reproduksi antara 15-49 tahun dan perkiraan ini cukup tinggi bila dibandingkan dengan beberapa negara di Asia yaitu 29 kasus aborsi untuk setiap 1.000 perempuan usia reproduksi.

Perempuan-perempuan yang melakukan aborsi dikarenakan ada dua hal, yaitu 1) kondisi ibu atau janin yang tidak memungkinkan untuk memiliki kehidupan di luar kandungan dan 2) kondisi ibu yang tidak menginginkan janin untuk hidup di dunia ini. Aborsi atau abortus (bahasa medis) merupakan pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan yang kurang dari 26 minggu dan berat janin kurang dari 500 gram. Hal-hal yang menyebabkan abortus itu dilakukan, yaitu : a) kelainan pada plasenta misalnya endarteritis dapat terjadi dalam vili koriales dan menyebabkan oksigenisasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kematian pada janin, b) ibu mengalami penyakit yang mendadak, seperti pneumonia, tifus abdominalis, anemia berat, dan keracunan, c) ibu mengalami kelainan bawaan uterus yang menyebabkan abortus. Dan selain itu, servik inkompeten disebabkan oleh kelemahaan bawaan pada serviks, dilatari serviks berlebihan, konisasi, amputasi atau robekan serviks luar yang tidak dijahit dan hal ini terjadi pada usia tiga bulan pertama kehamilan.

Proses abortus dalam dunia medis terjadi pendarahan dalam desidua basalis, diikuti oleh nekrosis jaringan di sekitarnya yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas. Uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut. Pada kehamilan kurang dari delapan minggu, vili korialis belum menembus desidua secara dalam, jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Sedangkan, pada kehamilan antara delapan sampai empat belas minggu menyebabkan perempuan mengalami pendarahan yang banyak karena penembusan lebih dalam sehingga plasenta tidak terlepas dengan sempurna. Usia kehamilan lebih dari empat belas minggu, janin dikeluarkan dari plasenta. Pendarahan tidak terlalu banyak, jika dilepas dengan lengkap dan peristiwa abortus seperti persalinan dalam bentuk miniatur.

Pada kondisi kedua, ibu memang tidak menginginkan adanya kehamilan sehingga memutuskan untuk aborsi dengan alasan bahwa a) masih menginginkan untuk tetap sekolah, b) belum siap menjadi ibu, dan c) tidak ingin menambah anak lagi. Alasan masih ingin tetap sekolah dan belum siap menjadi ibu kebanyakan terjadi pada kasus remaja yang melakukan seks pranikah tanpa menggunakan pengaman. Atau bisa jadi perempuan yang mengalami kasus pemerkosaan-tidak siap untuk menerima pengalaman ini karena trauma yang diderita. Selain itu, perempuan yang mengupayakan aborsi adalah mereka sudah mencapai jumlah anak yang diinginkan.

Di Indonesia, perempuan-perempuan seringkali melakukan aborsi tidak pada tenaga-tenaga medis melainkan tenaga-tenaga non-medis yang memungkinkan tidak diketahui oleh pihak lain, biaya yang relatif murah, dan tanpa menyadari bahwa risiko-risiko negatif yang akan dialami. Aborsi yang dilakukan dengan tidak aman menimbulkan gangguan kesehatan hingga kematian pada perempuan itu sendiri. Kenyataan yang lain bahwa perempuan-perempuan Indonesia lebih memilih dukun bersalin, dukun tradisional yang menggunakan cara pemijatan untuk melakukan tindakan aborsi. Aborsi yang tidak aman dapat menyebabkan pendarahan yang berat, infeksi dan keracunan dari bahan yang digunakan untuk pengguguran kandungan, mengalami kerusakan pada alat kemaluannya, rahim, dan perforasi rahim.

Setelah melihat kenyataan-kenyataan di atas, masih pantaskah aborsi dilakukan? Ketika kita berbicara dari sudut etika, baik etika agama maupun hukum, maka aborsi tidak bisa dibenarkan, karena hal ini menyangkut pembunuhan nyawa manusia dengan kata lain kita merampas hak orang lain atau nyawa manusia yang tidak berdosa untuk memiliki kehidupan di dunia ini. Sehingga, perempuan-perempuan Indonesia perlu menyadari bahwa kehamilan sesungguhnya bagian dari anugerah Yang Maha Kuasa-yang tidak bisa ditolak.

Pada akhirnya, semua keputusan ada di tangan setiap orang, khususnya perempuan untuk secara bijak perlu memikirkan kondisi-kondisi lain yang lebih memungkinkan bernilai positif bagi diri ketimbang hal-hal negatif yang merugikan diri sepanjang hidup.

 

 

SUMBER – SUMBER:

  • Badan Kesehatan Dunia (WHO), Aborsi Tidak Aman: Estimasi Globaldan Regional dari Insiden AborsiTidak Aman dan Kematian yangBerkaitan pada tahun 2003. (UnsafeAbortion: Global and RegionalEstimates of the Incidence of UnsafeAbortion and Associated Mortality in2003), edisi kelima, Geneva:WHO, 2007.
  • Badan Pusat Statistik (BPS) dan ORC Macro, Survei Demographi danKesehatan Indonesia 2002-2003 (Indonesia Demographic and HealthSurvey 2002-2003), Calverton, MD.USA: BPS dan ORC Macro, 2003.
  • Grimes DA dkk., Aborsi yang tidak aman: pandemik yang dapat dihindari (Unsafe abortion: thepreventable pandemic), Lancet, 2006, 368(9550):1908-1919.
  • Supriyadi, 2001, ”Politik Hukum Kesehatan terhadap Pengguguran Kandungan”, Makalah disampaikan dalam Diskusi Ilmiah, ”Aborsi Dari kajian Ilmu Politik Hukum” (Hukum Kesehatan dan Hukum Pidana), Yogyakarta: Bagian Hukum Pidana, FH-UAJY, tanggal 2 Juli 2002
  • Wignyosastro, G. 2001. Masalah Kesehatan Perempuan Akbat Reproduksi, Makalah Seminar Penguatan Hak-Hak Reproduksi Perempuan, diselenggarakan PP Fatayat NU dan Ford Foundation, Jakarta, 1 September 2001.

Pengumuman: Artikel Terbaik III Lomba Menulis Opini dengan Tema Aborsi

Aborsi Bukan Tanggung Jawab Individu

Oleh: Inggi Tri Noviarianti

bayi mungil
Ilustrasi: ceritayosi.files.wordpress.com

Dalam kamus besar bahasa Indonesia, aborsi diartikan sebagai pengguguran. Dan aborsi juga dibedakan menjadi dua, yaitu aborsi kriminalis dan aborsi legal. Aborsi kriminalis adalah aborsi yang dilakukan dengan sengaja karena suatu alasan dan bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Sedangkan aborsi legal adalah pengguguran kandungan dengan sepengetahuan pihak berwenang.Sementara itu, yang lebih berbahaya dan secara tidak langsung sedang menjadi trend di jaman sekarang adalah aborsi kriminalis, dan pelakunya adalah mayoritas pelajar dan mahasiswa. Berkembangnya jaman bukan membuat generasi muda makin pintar malah makin sesat. Pergaulan yang menggila, kebebasan yang keblabasan, dan mulai terkikisnya budaya timur, mungkin tiga hal tersebutlah yang menjadi pencetus lahirnya pikiran sempit yang tak bertanggung jawab. Dan pada akhirnya yang menjadi korban adalah perempuan serta calon manusia yang tak berdosa.

Di era globalisasi di mana pertukaran budaya sedang gencar dipromosikan, menggeser budaya kolot ke budaya modern, yang kini berpacaran di tempat-tempat umum sudah bukan hal tabu lagi malah dapat dilihat dengan mata telanjang oleh semua orang, seperti tontonan adegan romantis gratis. Tapi sayang, mereka tidak mengimbanginya dengan proses kontrol diri. Dan nasi telah menjadi bubur.

Sebenarnya tidak semua kesalahan harus ditumpahkan kepada dua insan yang sedang dimabuk cinta saja namun peran masyarakat, pemerintah dan orang tua juga sangat berpengaruh penting. Jika tiga elemen tersebut bersatu padu dan saling berpegangan tangan untuk lebih peduli maka persentase tingkat aborsi akan turun dengan signifikan dan nasib generasi muda juga akan terselematkan.

Peran masyarakat dibutuhkan untuk mengurangi beban batin bagi para perempuan yang sudah terlanjur mengandung. Biasanya, para tetangga malah menggunjing, mengolok, dan bergosip jika diketahui memiliki tetangga yang hamil duluan sebelum nikah. Bukankah hal inilah yang menjadi salah satu penyebab terjadinya aborsi? Bukankah seharusnya yang tua yang dewasa? Rangkul dan dekati, karena tidak ada satu manusia pun yang luput dari khilaf dan dosa. Setiap manusia berhak mempunyai kesempatan kedua, dan mereka semua juga tahu, bahwa hanya keledailah yang akan jatuh untuk kedua kalinya di lubang yang sama.

Selain itu, ada fakta yang mencengangkan, jasa aborsi dijadikan sebagai lahan untuk mengais rejeki. Yang lebih menyedihkan lagi, yang menyediakan jasa tersebut adalah mereka yang berkecimpung di dunia kesehatan yang katanya berpendidikan serta memiliki tugas mulia menolong sesama. Sangat disayangkan, kesempatan dan keahlian yang telah dianugerahkan oleh Tuhan disalahgunakan hanya untuk mengantongi pundi-pundi dari hasil membunuh yang sudah tentu haram.

Dan untuk peran pemerintah sendiri, masih terkesan malu-malu kucing dalam bersosialisasi pada masyarakat luas. Karena dapat dilihat, bahwa para pelaku aborsi masih lebih takut aibnya tersebar luas dari pada resiko dari aborsi itu sendiri, yaitu yang biasanya sering terjadi adalah pendarahan dan tidak jarang berujung pada kematian. Acara talkshow di televisi memang sudah ada yang membahas mengenai bahaya aborsi namun masih kurang intens. Masih sekedar topik pilihan. Seharusnya bisa dibuatkan iklan di televisi, seperti iklannya keluarga berencana yang dibintangi oleh pasangan artis papan atas, dengan slogan yang membahana dan selalu terngiang di otak pemirsanya.

Meskipun nantinya pemerintah sudah getol mengkampanyekan anti aborsi tapi jika peran orang tua tidak ada, mustahil persentase aborsi di seluruh dunia bisa menurun. Karena pada hakekatnya, yang sedang dibutuhkan remaja bukan belaian pacar yang jika berlebihan akan berakibat fatal namun mereka butuh perhatian, pengertian, dan persahabatan dari orang tuanya. Jangan sungkan jika berdiskusi mengenai pacar anak-anak kalian, jangan menggurui juga jika anak sudah mulai membahas soal ketertarikan mereka pada lawan jenis, dan ini yang lebih penting jangan pelit waktu pada anak sendiri. Nah, bukan teori yang sulit kan? Sekarang tinggal mempraktekannya saja.

Virginitas dan Sekelumit Problematikanya

Oleh: Gyan Pramesty
Virginitas dianggap sebagai mahkota terindah yang melekat kepada diri wanita, terjaga, terlindungi dan tak diperkenankan diganggu-gugat. Sebagian manusia mempergunakan eksistensi virginitas sebagai alat untuk mengukur nilai seorang wanita. Selaput tipis yang membentengi liang peranakan wanita dianggap gerbang keramat yang tak boleh terkoyak, sebelum waktu yang ditetapkan, yakni pernikahan. Terkoyaknya selaput tipis tersebut akan merusak nilai seseorang, setidaknya itulah yang ditanamkan oleh ribuan orang kepada wanita-wanita muda yang akan menginjak vase matangnya keinginan akan persetubuhan. Dogma positive yang dimaksudkan untuk memberi pengertian tentang seberapa rendahnya wanita yang membiarkan benda tersebut terkoyak. Amat sangat positive.
Tetapi dogma tersebut, sering kali berpindah fungsi sebagai pembatas hak asasi manusia (HAM), khususnya wanita. Masa puber merupakan masa berkembangnya hasrat terdalam dari seorang wanita, dan dogma tersebut memaksa mereka mengungkung hasrat tersebut sedalam-dalamnya, kewajaran yang dialih-fungsikan menjadi ketidak-wajaran.
Para wanita mengkerut, menyembunyikan hasrat mereka dalam balutan jubah-jubah kehormatan yang digadang-gadang sebagai kesucian. Mereka takut mengekspresikan diri-mereka sendiri, mereka mengingkari eksistensinya sebagai makhluk yang berhasrat. Terpaku dalam keharusan berselaput. Terdidik untuk menyembunyikan kucuran yang hanya bisa terealisasi dalam mimpi. Terdiam.
Salah interpretasi sudah melanda dunia kewanitaan. Masyarakat menuntut mereka tetap virgin, selalu perawan, sebelum ijab kabul di depan penghulu. Mereka melupakan ada hasrat yang keberadaannya tak mampu disangkal siapapun. Hasrat biologis.
Wanita semakin tersudutkan. Mereka yang terlanjur memberikan keperawanannya kepada seseorang, akan terus mempertahankan hubungan tersebut. meskipun mereka terkukung dalam penderitaan. Karena tak dapat dipungkiri, pria yang telah merenggut virginitas seorang wanita akan memperlakukan wanita tersebut sesuai dengan kehendaknya, karena yang ada dalam benaknya adalah si wanita tidak akan meninggalkan si pria karena tidak akan ada pria lain yang sudi menikahi makhluk tak berselaput dara. Alhasil, wanita kehilangan keberhargaannya.
Hal tersebut akan berimbas kepada seluruh aspek kehidupan wanita. Ia akan terlihat lebih suram, wajahnya tak bercahaya. Karena benaknya dipenuhi oleh berbagai yang tak pasti, sudikah si pria yang telah merenggut keperawanannya mengiringi langkahnya hingga ke pelaminan, adakah pria lain yang sudi menjadi suaminya setelah mereka mengetahui ketidak-perawanannya. Ia tertekan.
Maka dari itu, solusi yang paling tepat untuk fenomena tersebut adalah solusi psikologis yang harus diamalkan oleh para wanita di seluruh dunia.
Sebelum melakukan hubungan pranikah, para wanita harus berfikir ulang, cukup kuatkah landasan berfikirnya. Apabila si wanita tidak dapat melepaskan diri dari paradigma tentang virginitas yang ditanamkan masyarakat kepadanya, lebih baik ia menjauhi perbuatan tersebut. karena hanya akan menimbulkan penderitaan jiwa terhadap dirinya.
Tetapi, apabila ia yakin mampu melepaskan diri dari paradigma tersebut yakinlah dengan apa yang dilakukan. Yakinlah bahwa ia dan nilai yang melekat dari padanya tidak berdasarkan kepada selaput tipis yang ada di selangkangannya. Yakinlah bahwa ia adalah mahkluk mulia yang mampu menaklukan dunia. Yakinlah bahwa ia hanya ia yang mampu mendeskripsikan, bukan masyarakat serta paradigma kunonya.

Catatan:
Opini ini terpilih sebagai opini terbaik ketiga tentang ‘Seks Pranikah’

Pentingnya Dukungan Sosial bagi Kaum Muda (Perempuan) Seks Pranikah

Oleh Omelia Mercy Tikupadang

Berbicara mengenai seks bukan lagi hal yang tabu dan terkadang pembicaraan tentang seks dijadikan bahan lelucon di kalangan kaum muda. Pendidikan seks diberikan tidak hanya melalui sekolah formal namun juga melalui didikan yang diberikan dari orang tua. Orang tua memiliki kewajiban untuk memberikan informasi tentang seks ketika anak pada masa pubertas, sebelum diberikan oleh pendidikan formal.
Pada masa kini, seks tidak lagi dilakukan dalam koridor yang tepat dan dengan bebasnya kaum muda melakukan hubungan seks tanpa adanya status pernikahan. Bagi budaya Indonesia, seks pranikah tidak bisa diterima dan dianggap memalukan. Memalukan yang dimaksud adalah karena seks hanya dilakukan ketika dua manusia yang berakal itu telah berstatus suami-isteri.
Banyak kaum muda melakukan hubungan seks dengan pasangannya yang pada akhirnya tidak menjadi suami mereka dengan mengatasnamakan “CINTA” tanpa menyadari resiko atau konsekuensi di kemudian hari. Resiko atau konsekuensi seperti penyesalan seumur hidup dan atau hamil. Kaum muda yang tidak bisa menikmati masa mudanya dengan baik memilih untuk menjadi ibu muda di usia yang muda dan belum matang baik secara psikologis (mental) dan secara finansial menjadi sebuah bencana dalam rumah tangga. Anak menjadi korban karena ketidaksiapan orang tua.
Resiko lain yakni penyesalan seumur hidup dengan memberikan pernyataan negatif pada diri “kenapa aku bisa sebodoh ini melakukan hal itu dengan laki-laki yang bukan suamiku?” atau “betapa tidak berharganya diriku. Aku sudah kotor, tidak layak lagi untuk dicintai orang lain”. Dan atau pertanyaan lainnya yang menjurus pada hal negatif tentang diri. Beberapa perempuan yang saya temui dan mereka menceritakan betapa menyesal mereka karena telah melakukan seks pranikah. Pemikiran negatif yang melahirkan perasaan negatif menyebabkan perempuan-perempuan tersebut seakan tidak ingin memiliki kehidupan yang lebih baik. Apalagi ditambah dengan cibiran negatif dari lingkungan yang semakin memperparah kondisi psikologis perempuan tersebut.
Mungkin benar, perempuan-perempuan yang terlanjur memberikan kehormatan pada pria yang bukan suaminya adalah tindakan yang keliru, tetapi ketika dilakukan secara sadar dan bertanggung jawab sekiranya bukanlah hal yang salah, melainkan pemikiran negatif dari orang lain tentang mereka adalah salah. Apa hak kita untuk mencibir atau memberikan pernyataan negatif terhadap mereka, seakan kita tidak pernah melakukan kesalahan di dunia ini. Kaum muda (perempuan-perempuan) yang sudah terlanjur “terjatuh” ada baiknya kita rangkul dan memberikan dukungan sosial baik secara dukungan emosional, penghargaan, informasi, dan appraisal.
Secara tidak sadar, dukungan sosial menjadi penting dalam kehidupan setiap orang, terlebih khusus bagi kaum muda yang terlanjur melakukan seks pranikah. Dukungan sosial berupa emosional yakni dengan memberikan ekspresi simpati, perhatian, dan keprihatinan. Pastikan bahwa kaum muda tersebut merasa nyaman, dicintai, dimiliki, dan menjadi bagian dalam relasi dengan kita.
Dukungan sosial dalam bentuk penghargaan yakni dengan memberikan penghargaan positif, dorongan, penguatan, membantu membangun perasaan harga-diri, rasa dihormati dan dibangun. Dukungan sosial dalam bentuk informasi yakni saran, arahan dan umpan-balik yang mengarahkan mereka pada kondisi yang lebih baik. Dukungan appraisal dalam bentuk informasi yang menolong untuk penilaian-diri dan penilaian atas suatu situasi atau kejadian. Dukungan dalam bentuk ini akan membantu mereka dalam mengatasi masalah dalam segala situasi atau bagaimana situasi itu harus dihadapi.
Kaum muda membutuhkan perhatian dalam bentuk dukungan sosial dari lingkungan baik keluarga, teman, sahabat, maupun pihak lain yang menjadi bagian dalam kehidupan mereka. Tanpa dukungan bagaimana kehidupan mereka selanjutnya, mereka juga masih menginginkan kehidupan yang lebih baik di kemudian hari. Karena itu, dukungan sosial menjadi sangat penting tanpa harus kita mengenal mereka secara lebih dekat, tetapi mulailah dari lingkungan yang terdekat yang membantu mereka mengembangkan potensi mereka jauh lebih baik. Kaum muda lebih membutuhkan hal itu ketimbang penilaian negatif tentang mereka dan perlu diingat bahwa mereka sama berharganya dengan kita.

* Penulis adalah Mahasiswa, tinggal di Salatiga.
Catatan:
Opini ini terpilih sebagai opini terbaik kedua tentang ‘Seks Pranikah’

Menulis Opini Dapat Pulsa, Mau?

RetakanKata – Fenomena SEKS PRANIKAH, siapa yang tidak tahu itu? Sebuah fenomena ‘kewajaran’ yang menimbulkan persoalan baru terutama bagi kaum muda perempuan. Kewajaran dalam tanda kutip yang berarti bahwa secara umum seks pranikah dianggap tabu namun pada kenyataannya telah dilakukan banyak orang sehingga menjadi sebuah rahasia umum. Beberapa penelitian yang telah dibukukan menunjukkan fenomena tersebut.
Fenomena tersebut bisa jadi memunculkan persoalan baru terutama bagi pihak perempuan, yaitu luka dalam arti sesungguhnya dan dalam arti psikologis. Pertanyaan yang ingin dijawab adalah: bagaimana pemikiran kamu, sebagai kaum muda, untuk menyembuhkan ‘luka’ akibat seks pranikah pada perempuan yang terlanjur menyerahkan kehormatannya kepada lelaki yang ternyata tidak menjadi suaminya.
Anggaplah salah satu temanmu curhat masalah yang dihadapinya yang intinya sudah terlanjur melakukan seks pranikah tetapi ditinggalkan pasangan lelakinya. Tulis pendapatmu dalam bentuk opini, dengan titik fokus pada pemecahan masalah (BUKAN MEMPERSOALKAN SEKS PRANIKAH ITU TABU ATAU TIDAK). Tidak ada batasan jumlah lembar dan kata. Kirim opinimu ke RetakanKata melalui menu ‘kirim naskah’ atau lewat email retakankata@gmail.com paling lambat (deadline) hari Minggu tanggal 13 Mei 2012 pukul 00.00. Cantumkan identitas pengirim dengan jelas.
Artikel terbaik pertama sampai ketiga akan dimuat pada minggu berikutnya dan mendapat pulsa sebesar:
Rp 100.000,- untuk artikel pertama terbaik.
Rp 50.000, untuk artikel kedua dan ketiga terbaik.

Ditunggu pemikiranmu!