Arsip Tag: Omelia Mercy Tikupadang

Pengumuman: Artikel Terbaik II Lomba Menulis Opini dengan Tema Aborsi

Pantaskah Aborsi Dilakukan?

Oleh: Omelia Mercy Tikupadang

bayi mungil
Ilustrasi: ceritayosi.files.wordpress.com

Aborsi bukan lagi fenomena yang baru kita dengar. Perempuan Indonesia khususnya mengalami kehamilan tanpa rencana dan sebagian perempuan melakukan aborsi untuk mengakhiri kehamilan, sekalipun menyadari bahwa aborsi adalah tindakan ilegal. Perempuan-perempuan Indonesia mencoba mencari praktek-praktek non-medis yang menggunakan cara-cara tradisional dan tidak melihat dampak jangka panjang yang kemudian membahayakan diri sendiri.Pada tahun 2000, sekitar dua juta perempuan Indonesia melakukan aborsi. Hal ini diketahui ketika fasilitas-fasilitas kesehatan melakukan penelitian di enam wilayah dan juga termasuk aborsi yang dilakukan secara spontan yang tidak diketahui jumlahnya. Pengukuran pada penelitian ini yakni 37 aborsi untuk setiap 1.000 perempuan usia reproduksi antara 15-49 tahun dan perkiraan ini cukup tinggi bila dibandingkan dengan beberapa negara di Asia yaitu 29 kasus aborsi untuk setiap 1.000 perempuan usia reproduksi.

Perempuan-perempuan yang melakukan aborsi dikarenakan ada dua hal, yaitu 1) kondisi ibu atau janin yang tidak memungkinkan untuk memiliki kehidupan di luar kandungan dan 2) kondisi ibu yang tidak menginginkan janin untuk hidup di dunia ini. Aborsi atau abortus (bahasa medis) merupakan pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan yang kurang dari 26 minggu dan berat janin kurang dari 500 gram. Hal-hal yang menyebabkan abortus itu dilakukan, yaitu : a) kelainan pada plasenta misalnya endarteritis dapat terjadi dalam vili koriales dan menyebabkan oksigenisasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kematian pada janin, b) ibu mengalami penyakit yang mendadak, seperti pneumonia, tifus abdominalis, anemia berat, dan keracunan, c) ibu mengalami kelainan bawaan uterus yang menyebabkan abortus. Dan selain itu, servik inkompeten disebabkan oleh kelemahaan bawaan pada serviks, dilatari serviks berlebihan, konisasi, amputasi atau robekan serviks luar yang tidak dijahit dan hal ini terjadi pada usia tiga bulan pertama kehamilan.

Proses abortus dalam dunia medis terjadi pendarahan dalam desidua basalis, diikuti oleh nekrosis jaringan di sekitarnya yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas. Uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut. Pada kehamilan kurang dari delapan minggu, vili korialis belum menembus desidua secara dalam, jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Sedangkan, pada kehamilan antara delapan sampai empat belas minggu menyebabkan perempuan mengalami pendarahan yang banyak karena penembusan lebih dalam sehingga plasenta tidak terlepas dengan sempurna. Usia kehamilan lebih dari empat belas minggu, janin dikeluarkan dari plasenta. Pendarahan tidak terlalu banyak, jika dilepas dengan lengkap dan peristiwa abortus seperti persalinan dalam bentuk miniatur.

Pada kondisi kedua, ibu memang tidak menginginkan adanya kehamilan sehingga memutuskan untuk aborsi dengan alasan bahwa a) masih menginginkan untuk tetap sekolah, b) belum siap menjadi ibu, dan c) tidak ingin menambah anak lagi. Alasan masih ingin tetap sekolah dan belum siap menjadi ibu kebanyakan terjadi pada kasus remaja yang melakukan seks pranikah tanpa menggunakan pengaman. Atau bisa jadi perempuan yang mengalami kasus pemerkosaan-tidak siap untuk menerima pengalaman ini karena trauma yang diderita. Selain itu, perempuan yang mengupayakan aborsi adalah mereka sudah mencapai jumlah anak yang diinginkan.

Di Indonesia, perempuan-perempuan seringkali melakukan aborsi tidak pada tenaga-tenaga medis melainkan tenaga-tenaga non-medis yang memungkinkan tidak diketahui oleh pihak lain, biaya yang relatif murah, dan tanpa menyadari bahwa risiko-risiko negatif yang akan dialami. Aborsi yang dilakukan dengan tidak aman menimbulkan gangguan kesehatan hingga kematian pada perempuan itu sendiri. Kenyataan yang lain bahwa perempuan-perempuan Indonesia lebih memilih dukun bersalin, dukun tradisional yang menggunakan cara pemijatan untuk melakukan tindakan aborsi. Aborsi yang tidak aman dapat menyebabkan pendarahan yang berat, infeksi dan keracunan dari bahan yang digunakan untuk pengguguran kandungan, mengalami kerusakan pada alat kemaluannya, rahim, dan perforasi rahim.

Setelah melihat kenyataan-kenyataan di atas, masih pantaskah aborsi dilakukan? Ketika kita berbicara dari sudut etika, baik etika agama maupun hukum, maka aborsi tidak bisa dibenarkan, karena hal ini menyangkut pembunuhan nyawa manusia dengan kata lain kita merampas hak orang lain atau nyawa manusia yang tidak berdosa untuk memiliki kehidupan di dunia ini. Sehingga, perempuan-perempuan Indonesia perlu menyadari bahwa kehamilan sesungguhnya bagian dari anugerah Yang Maha Kuasa-yang tidak bisa ditolak.

Pada akhirnya, semua keputusan ada di tangan setiap orang, khususnya perempuan untuk secara bijak perlu memikirkan kondisi-kondisi lain yang lebih memungkinkan bernilai positif bagi diri ketimbang hal-hal negatif yang merugikan diri sepanjang hidup.

 

 

SUMBER – SUMBER:

  • Badan Kesehatan Dunia (WHO), Aborsi Tidak Aman: Estimasi Globaldan Regional dari Insiden AborsiTidak Aman dan Kematian yangBerkaitan pada tahun 2003. (UnsafeAbortion: Global and RegionalEstimates of the Incidence of UnsafeAbortion and Associated Mortality in2003), edisi kelima, Geneva:WHO, 2007.
  • Badan Pusat Statistik (BPS) dan ORC Macro, Survei Demographi danKesehatan Indonesia 2002-2003 (Indonesia Demographic and HealthSurvey 2002-2003), Calverton, MD.USA: BPS dan ORC Macro, 2003.
  • Grimes DA dkk., Aborsi yang tidak aman: pandemik yang dapat dihindari (Unsafe abortion: thepreventable pandemic), Lancet, 2006, 368(9550):1908-1919.
  • Supriyadi, 2001, ”Politik Hukum Kesehatan terhadap Pengguguran Kandungan”, Makalah disampaikan dalam Diskusi Ilmiah, ”Aborsi Dari kajian Ilmu Politik Hukum” (Hukum Kesehatan dan Hukum Pidana), Yogyakarta: Bagian Hukum Pidana, FH-UAJY, tanggal 2 Juli 2002
  • Wignyosastro, G. 2001. Masalah Kesehatan Perempuan Akbat Reproduksi, Makalah Seminar Penguatan Hak-Hak Reproduksi Perempuan, diselenggarakan PP Fatayat NU dan Ford Foundation, Jakarta, 1 September 2001.

Pentingnya Dukungan Sosial bagi Kaum Muda (Perempuan) Seks Pranikah

Oleh Omelia Mercy Tikupadang

Berbicara mengenai seks bukan lagi hal yang tabu dan terkadang pembicaraan tentang seks dijadikan bahan lelucon di kalangan kaum muda. Pendidikan seks diberikan tidak hanya melalui sekolah formal namun juga melalui didikan yang diberikan dari orang tua. Orang tua memiliki kewajiban untuk memberikan informasi tentang seks ketika anak pada masa pubertas, sebelum diberikan oleh pendidikan formal.
Pada masa kini, seks tidak lagi dilakukan dalam koridor yang tepat dan dengan bebasnya kaum muda melakukan hubungan seks tanpa adanya status pernikahan. Bagi budaya Indonesia, seks pranikah tidak bisa diterima dan dianggap memalukan. Memalukan yang dimaksud adalah karena seks hanya dilakukan ketika dua manusia yang berakal itu telah berstatus suami-isteri.
Banyak kaum muda melakukan hubungan seks dengan pasangannya yang pada akhirnya tidak menjadi suami mereka dengan mengatasnamakan “CINTA” tanpa menyadari resiko atau konsekuensi di kemudian hari. Resiko atau konsekuensi seperti penyesalan seumur hidup dan atau hamil. Kaum muda yang tidak bisa menikmati masa mudanya dengan baik memilih untuk menjadi ibu muda di usia yang muda dan belum matang baik secara psikologis (mental) dan secara finansial menjadi sebuah bencana dalam rumah tangga. Anak menjadi korban karena ketidaksiapan orang tua.
Resiko lain yakni penyesalan seumur hidup dengan memberikan pernyataan negatif pada diri “kenapa aku bisa sebodoh ini melakukan hal itu dengan laki-laki yang bukan suamiku?” atau “betapa tidak berharganya diriku. Aku sudah kotor, tidak layak lagi untuk dicintai orang lain”. Dan atau pertanyaan lainnya yang menjurus pada hal negatif tentang diri. Beberapa perempuan yang saya temui dan mereka menceritakan betapa menyesal mereka karena telah melakukan seks pranikah. Pemikiran negatif yang melahirkan perasaan negatif menyebabkan perempuan-perempuan tersebut seakan tidak ingin memiliki kehidupan yang lebih baik. Apalagi ditambah dengan cibiran negatif dari lingkungan yang semakin memperparah kondisi psikologis perempuan tersebut.
Mungkin benar, perempuan-perempuan yang terlanjur memberikan kehormatan pada pria yang bukan suaminya adalah tindakan yang keliru, tetapi ketika dilakukan secara sadar dan bertanggung jawab sekiranya bukanlah hal yang salah, melainkan pemikiran negatif dari orang lain tentang mereka adalah salah. Apa hak kita untuk mencibir atau memberikan pernyataan negatif terhadap mereka, seakan kita tidak pernah melakukan kesalahan di dunia ini. Kaum muda (perempuan-perempuan) yang sudah terlanjur “terjatuh” ada baiknya kita rangkul dan memberikan dukungan sosial baik secara dukungan emosional, penghargaan, informasi, dan appraisal.
Secara tidak sadar, dukungan sosial menjadi penting dalam kehidupan setiap orang, terlebih khusus bagi kaum muda yang terlanjur melakukan seks pranikah. Dukungan sosial berupa emosional yakni dengan memberikan ekspresi simpati, perhatian, dan keprihatinan. Pastikan bahwa kaum muda tersebut merasa nyaman, dicintai, dimiliki, dan menjadi bagian dalam relasi dengan kita.
Dukungan sosial dalam bentuk penghargaan yakni dengan memberikan penghargaan positif, dorongan, penguatan, membantu membangun perasaan harga-diri, rasa dihormati dan dibangun. Dukungan sosial dalam bentuk informasi yakni saran, arahan dan umpan-balik yang mengarahkan mereka pada kondisi yang lebih baik. Dukungan appraisal dalam bentuk informasi yang menolong untuk penilaian-diri dan penilaian atas suatu situasi atau kejadian. Dukungan dalam bentuk ini akan membantu mereka dalam mengatasi masalah dalam segala situasi atau bagaimana situasi itu harus dihadapi.
Kaum muda membutuhkan perhatian dalam bentuk dukungan sosial dari lingkungan baik keluarga, teman, sahabat, maupun pihak lain yang menjadi bagian dalam kehidupan mereka. Tanpa dukungan bagaimana kehidupan mereka selanjutnya, mereka juga masih menginginkan kehidupan yang lebih baik di kemudian hari. Karena itu, dukungan sosial menjadi sangat penting tanpa harus kita mengenal mereka secara lebih dekat, tetapi mulailah dari lingkungan yang terdekat yang membantu mereka mengembangkan potensi mereka jauh lebih baik. Kaum muda lebih membutuhkan hal itu ketimbang penilaian negatif tentang mereka dan perlu diingat bahwa mereka sama berharganya dengan kita.

* Penulis adalah Mahasiswa, tinggal di Salatiga.
Catatan:
Opini ini terpilih sebagai opini terbaik kedua tentang ‘Seks Pranikah’