Satu bulan berlalu sejak pengumuman penyelenggaraan lomba menulis RetakanKata menyusul lomba-lomba menulis yang pernah diselenggarakan di sini. Setelah lomba menulis cerpen, lomba menulis opini, lomba menulis resensi buku, dan kini lomba menulis flash fiction. Lomba kali ini diselenggarakan dalam waktu yang cukup panjang agar sahabat RetakanKata dapat mempersiapkan diri dengan baik. Tentu bukan soal kalah dan menang yang diutamakan, namun lomba lebih sebagai ruang belajar bersama. Maka RetakanKata memaklumi jika dalam prosesnya, beberapa sahabat masih bertanya tentang apa yang dimaksud dengan flash fiction. Antusiasme tersebut sangat menggembirakan sehingga dengan senang hati pula, RetakanKata menurunkan tulisan tentang bagaimana menulis flash fiction. Hal tersebut, selain sebagai sarana berbagi pengetahuan, juga sebagai pedoman para sahabat RetakanKata untuk menulis flash fiction yang kemudian dapat diikutsertakan dalam lomba. Maka tibalah hari ini, tanggal 30 November 2012 sebagai hari yang ditentukan untuk mengumumkan pemenang lomba menulis flash fiction dengan tema “Kebangkitan Pemuda”. RetakanKata mengucapkan terima kasih dan apresiasi terhadap karya-karya yang telah masuk. Karya-karya yang menarik dan menyenangkan. Tentu karya yang dikirim akan menjadi lebih menarik jika para penulis lebih bersedia untuk melakukan penyuntingan naskah, membenahi penulisan sehingga mengurangi salah tulis dan juga memperhatikan ketentuan lomba, khususnya pembatasan ‘hanya’ sampai 1000 kata. Kata ‘hanya’ ini diberi tanda kutip karena sebenarnya jumlah 1000 kata tersebut lebih dari cukup bagi penulis untuk ‘bermain-main’ dengan kata-kata. Kekurangsabaran penulis dalam melakukan penyuntingan berakibat fatal sebab naskah tidak akan diikutsertakan dalam penilaian. Semoga hal ini juga menjadi pembelajaran bagi para sahabat RetakanKata agar ke depannya, ketika sahabat mengikuti lomba, baik di RetakanKata maupun di tempat lain, senantiasa memperhatikan aturan main lomba yang ditentukan.
Menilik naskah yang dikirim dan memperhatikan kelayakan naskah, dengan berat hati dan permohonan maaf yang sebesar-besarnya, pada lomba kali ini, RetakanKata terpaksa tidak memilih pemenang lomba menulis flash fiction. Namun sebagai bentuk penghargaan, RetakanKata akan memberikan buku Antologi Cerpen RetakanKata kepada pengirim naskah lomba berikut:
Ika Hikmatilah
Nena Fauzia
Rofiatul Ainiyah
Agista Kylanti Firsaputri.
Alfian Nur Budiyanto
Kepada nama-nama tersebut di atas, mohon mengirim info alamat pengiriman buku lewat email retakankata@gmail.com. Selain itu, karya-karya yang masuk dan layak untuk dipublikasi, akan dipublikasikan di Blog RetakanKata.
Betapa haru ketika menyaksikan seorang ibu yang dengan sepenuh jiwa bertaruh nyawa demi menghadirkan sang cabang bayi yang telah 9 bulan bersemayam dalam rahimnya tak peduli rasa sakit itu menyayat tubuhnya. Detik demi detik serasa waktu begitu lama berlalu. Dan perlahan rasa sakit itu berganti bahagia ketika mendengar tangisan sang bayi dan itulah awal perngabdian seorang ibu membesarkan buah hatinya.
Lain lagi cerita seorang ibu yang mendambakan kehadiran anak dalam perkawinannya yang telah dibina selama bertahun-tahun namun Tuhan belum juga menitipkan anugerah-Nya. Segala upaya pun ditempuh tak peduli berapapun biaya yang dikeluarkan hingga berobat keluar negeri demi kehadiran sang buah hati yang diharapkan akan semakin merekatkan ikatan perkawinannya. Kelak bayi-bayi di atas akan merasa beruntung dapat merasakan kasih yang tak terbatas dari sang bunda. Amat kontras dengan kehidupan bayi-bayi malang yang harus menelan pil pahit di kehidupan awal harus tersingkirkan karena kehadirannya tak dikehendaki. Di kolong jembatan, di hulu sungai, di tempat pembuangan sampah menjadi kuburan mereka. Atau bahkan sebelum mereka sempat menghirup udara dunia mereka para bayi malang itu dipaksa kembali ke surga lewat berbagai cara atau lazim disebut aborsi.
Menggugurkan kandungan atau dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah “abortus” berarti pengeluaran hasil konsepsi (pertemuan sel telur dan sel sperma) sebelum janin dapat hidup di luar kandungan. Ini adalah suatu proses pengakhiran hidup dari janin sebelum diberi kesempatan untuk bertumbuh. Tindakan aborsi diizinkan jika memang memiliki indikasi medis tertentu, misalnya kelahiran tersebut dapat membahayakan nyawa sang ibu. Tindakan aborsi yang dilakukan atas dasar indikasi medis disebut sebagai abortus provocatus medisinalis. yaitu aborsi yang dilakukan atas keinginan pasien (Wirawan, 2007). Istilah ini kontras dengan abortus provokatus medisinalis, yaitu aborsi yang dilakukan atas indikasi medis.
Setiap tahun, diperkirakan ada 2,5 juta nyawa tak berdosa melayang sia-sia akibat aborsi. Angka ini terhitung besar sebab jumlahnya separuh dari jumlah kelahiran di Indonesia, yaitu 5 juta kelahiran per tahun. Dari 2,5 jutaan pelaku aborsi tersebut, 1 – 1,5 juta di antaranya adalah remaja berusia 15 -24 tahun. ( detik Health30/5/2012). Dalam situs berita VIVA news (2011), tercatat bahwa terdapat 70.000 ibu yang meninggal dunia akibat praktik aborsi yang ilegal. Data lainnya dipublikasikan dalam situs VOA Indonesia (2012), bahwa diperkirakan terjadi lebih dari 45 juta kasus aborsi setiap tahunnya.
Seks bebas yang sekarang menjadi bagian dari gaya hidup hingga maraknya prostitusi khususnya di kalangan remaja menjadi pemicu tingginya angka aborsi. Ketidaksiapan mental untuk bertanggung jawab atas tindakannya serta anggapan bayi yang dikandungnya kelak hanya akan membawa aib menjadi alasan utama dan aborsi menjadi pilihan. Dan ironi, seringkali keputusan untuk melakukan aborsi kerap didukung oleh orang-orang terdekat pelaku dan lagi-lagi alasannya demi menutupi aib. Dan fenomena ini dimanfaatkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab untuk membuka praktek aborsi illegal. Padahal sejatinya melakukan aborsi bukanlah solusi dan hanya menutupi masalah dengan menghadirkan masalah baru Post abortion syndrome (PAS).
PAS adalah dampak dari pelaku aborsi berupa trauma emosional, psikologis, fisik, dan spiritual yang diakibatkan oleh aborsi, di mana kejadian tersebut berada di luar pengalaman manusia biasa (Rooyen & Smith, 2004). Babbel (2010) mengungkapkan gejala-gejala dari PAS, yaitu: (1) rasa bersalah, yang dialami karena membuat sebuah kesalahan atau melanggar moralitas; (2) gelisah atau anxiety, yang mungkin muncul pada isu-isu kemandulan dan kemungkinan untuk hamil kembali; (3) mati rasa atau depresi; (4) kilas balik atau flashback, aborsi dilakukan dengan operasi dan umumnya terjadi saat pasien dalam keadaan sadar sehingga dapat menjadi sebuah pengalaman yang menjadi sumber stres; (5) pemikiran untuk bunuh diri, terjadi dalam kasus-kasus ekstrim. Mencegah lebih baik dari mengobati. Sebagai bahan renungan adalah Penelitian dari Robert Blum, seorang profesor perkembangan remaja di University of Minnesota mengatakan bahwa remaja yang dekat dengan ibunya cenderung takut dalam melakukan hubungan seks (Harnowo, 2012).
Aborsi bukan lagi fenomena yang baru kita dengar. Perempuan Indonesia khususnya mengalami kehamilan tanpa rencana dan sebagian perempuan melakukan aborsi untuk mengakhiri kehamilan, sekalipun menyadari bahwa aborsi adalah tindakan ilegal. Perempuan-perempuan Indonesia mencoba mencari praktek-praktek non-medis yang menggunakan cara-cara tradisional dan tidak melihat dampak jangka panjang yang kemudian membahayakan diri sendiri.Pada tahun 2000, sekitar dua juta perempuan Indonesia melakukan aborsi. Hal ini diketahui ketika fasilitas-fasilitas kesehatan melakukan penelitian di enam wilayah dan juga termasuk aborsi yang dilakukan secara spontan yang tidak diketahui jumlahnya. Pengukuran pada penelitian ini yakni 37 aborsi untuk setiap 1.000 perempuan usia reproduksi antara 15-49 tahun dan perkiraan ini cukup tinggi bila dibandingkan dengan beberapa negara di Asia yaitu 29 kasus aborsi untuk setiap 1.000 perempuan usia reproduksi.
Perempuan-perempuan yang melakukan aborsi dikarenakan ada dua hal, yaitu 1) kondisi ibu atau janin yang tidak memungkinkan untuk memiliki kehidupan di luar kandungan dan 2) kondisi ibu yang tidak menginginkan janin untuk hidup di dunia ini. Aborsi atau abortus (bahasa medis) merupakan pengeluaran hasil konsepsi pada usia kehamilan yang kurang dari 26 minggu dan berat janin kurang dari 500 gram. Hal-hal yang menyebabkan abortus itu dilakukan, yaitu : a) kelainan pada plasenta misalnya endarteritis dapat terjadi dalam vili koriales dan menyebabkan oksigenisasi plasenta terganggu, sehingga menyebabkan gangguan pertumbuhan dan kematian pada janin, b) ibu mengalami penyakit yang mendadak, seperti pneumonia, tifus abdominalis, anemia berat, dan keracunan, c) ibu mengalami kelainan bawaan uterus yang menyebabkan abortus. Dan selain itu, servik inkompeten disebabkan oleh kelemahaan bawaan pada serviks, dilatari serviks berlebihan, konisasi, amputasi atau robekan serviks luar yang tidak dijahit dan hal ini terjadi pada usia tiga bulan pertama kehamilan.
Proses abortus dalam dunia medis terjadi pendarahan dalam desidua basalis, diikuti oleh nekrosis jaringan di sekitarnya yang menyebabkan hasil konsepsi terlepas. Uterus berkontraksi untuk mengeluarkan benda asing tersebut. Pada kehamilan kurang dari delapan minggu, vili korialis belum menembus desidua secara dalam, jadi hasil konsepsi dapat dikeluarkan seluruhnya. Sedangkan, pada kehamilan antara delapan sampai empat belas minggu menyebabkan perempuan mengalami pendarahan yang banyak karena penembusan lebih dalam sehingga plasenta tidak terlepas dengan sempurna. Usia kehamilan lebih dari empat belas minggu, janin dikeluarkan dari plasenta. Pendarahan tidak terlalu banyak, jika dilepas dengan lengkap dan peristiwa abortus seperti persalinan dalam bentuk miniatur.
Pada kondisi kedua, ibu memang tidak menginginkan adanya kehamilan sehingga memutuskan untuk aborsi dengan alasan bahwa a) masih menginginkan untuk tetap sekolah, b) belum siap menjadi ibu, dan c) tidak ingin menambah anak lagi. Alasan masih ingin tetap sekolah dan belum siap menjadi ibu kebanyakan terjadi pada kasus remaja yang melakukan seks pranikah tanpa menggunakan pengaman. Atau bisa jadi perempuan yang mengalami kasus pemerkosaan-tidak siap untuk menerima pengalaman ini karena trauma yang diderita. Selain itu, perempuan yang mengupayakan aborsi adalah mereka sudah mencapai jumlah anak yang diinginkan.
Di Indonesia, perempuan-perempuan seringkali melakukan aborsi tidak pada tenaga-tenaga medis melainkan tenaga-tenaga non-medis yang memungkinkan tidak diketahui oleh pihak lain, biaya yang relatif murah, dan tanpa menyadari bahwa risiko-risiko negatif yang akan dialami. Aborsi yang dilakukan dengan tidak aman menimbulkan gangguan kesehatan hingga kematian pada perempuan itu sendiri. Kenyataan yang lain bahwa perempuan-perempuan Indonesia lebih memilih dukun bersalin, dukun tradisional yang menggunakan cara pemijatan untuk melakukan tindakan aborsi. Aborsi yang tidak aman dapat menyebabkan pendarahan yang berat, infeksi dan keracunan dari bahan yang digunakan untuk pengguguran kandungan, mengalami kerusakan pada alat kemaluannya, rahim, dan perforasi rahim.
Setelah melihat kenyataan-kenyataan di atas, masih pantaskah aborsi dilakukan? Ketika kita berbicara dari sudut etika, baik etika agama maupun hukum, maka aborsi tidak bisa dibenarkan, karena hal ini menyangkut pembunuhan nyawa manusia dengan kata lain kita merampas hak orang lain atau nyawa manusia yang tidak berdosa untuk memiliki kehidupan di dunia ini. Sehingga, perempuan-perempuan Indonesia perlu menyadari bahwa kehamilan sesungguhnya bagian dari anugerah Yang Maha Kuasa-yang tidak bisa ditolak.
Pada akhirnya, semua keputusan ada di tangan setiap orang, khususnya perempuan untuk secara bijak perlu memikirkan kondisi-kondisi lain yang lebih memungkinkan bernilai positif bagi diri ketimbang hal-hal negatif yang merugikan diri sepanjang hidup.
SUMBER – SUMBER:
Badan Kesehatan Dunia (WHO), Aborsi Tidak Aman: Estimasi Globaldan Regional dari Insiden AborsiTidak Aman dan Kematian yangBerkaitan pada tahun 2003. (UnsafeAbortion: Global and RegionalEstimates of the Incidence of UnsafeAbortion and Associated Mortality in2003), edisi kelima, Geneva:WHO, 2007.
Badan Pusat Statistik (BPS) dan ORC Macro, Survei Demographi danKesehatan Indonesia 2002-2003 (Indonesia Demographic and HealthSurvey 2002-2003), Calverton, MD.USA: BPS dan ORC Macro, 2003.
Grimes DA dkk., Aborsi yang tidak aman: pandemik yang dapat dihindari (Unsafe abortion: thepreventable pandemic), Lancet, 2006, 368(9550):1908-1919.
Supriyadi, 2001, ”Politik Hukum Kesehatan terhadap Pengguguran Kandungan”, Makalah disampaikan dalam Diskusi Ilmiah, ”Aborsi Dari kajian Ilmu Politik Hukum” (Hukum Kesehatan dan Hukum Pidana), Yogyakarta: Bagian Hukum Pidana, FH-UAJY, tanggal 2 Juli 2002
Wignyosastro, G. 2001. Masalah Kesehatan Perempuan Akbat Reproduksi, Makalah Seminar Penguatan Hak-Hak Reproduksi Perempuan, diselenggarakan PP Fatayat NU dan Ford Foundation, Jakarta, 1 September 2001.
Dalam kamus besar bahasa Indonesia, aborsi diartikan sebagai pengguguran. Dan aborsi juga dibedakan menjadi dua, yaitu aborsi kriminalis dan aborsi legal. Aborsi kriminalis adalah aborsi yang dilakukan dengan sengaja karena suatu alasan dan bertentangan dengan undang-undang yang berlaku. Sedangkan aborsi legal adalah pengguguran kandungan dengan sepengetahuan pihak berwenang.Sementara itu, yang lebih berbahaya dan secara tidak langsung sedang menjadi trend di jaman sekarang adalah aborsi kriminalis, dan pelakunya adalah mayoritas pelajar dan mahasiswa. Berkembangnya jaman bukan membuat generasi muda makin pintar malah makin sesat. Pergaulan yang menggila, kebebasan yang keblabasan, dan mulai terkikisnya budaya timur, mungkin tiga hal tersebutlah yang menjadi pencetus lahirnya pikiran sempit yang tak bertanggung jawab. Dan pada akhirnya yang menjadi korban adalah perempuan serta calon manusia yang tak berdosa.
Di era globalisasi di mana pertukaran budaya sedang gencar dipromosikan, menggeser budaya kolot ke budaya modern, yang kini berpacaran di tempat-tempat umum sudah bukan hal tabu lagi malah dapat dilihat dengan mata telanjang oleh semua orang, seperti tontonan adegan romantis gratis. Tapi sayang, mereka tidak mengimbanginya dengan proses kontrol diri. Dan nasi telah menjadi bubur.
Sebenarnya tidak semua kesalahan harus ditumpahkan kepada dua insan yang sedang dimabuk cinta saja namun peran masyarakat, pemerintah dan orang tua juga sangat berpengaruh penting. Jika tiga elemen tersebut bersatu padu dan saling berpegangan tangan untuk lebih peduli maka persentase tingkat aborsi akan turun dengan signifikan dan nasib generasi muda juga akan terselematkan.
Peran masyarakat dibutuhkan untuk mengurangi beban batin bagi para perempuan yang sudah terlanjur mengandung. Biasanya, para tetangga malah menggunjing, mengolok, dan bergosip jika diketahui memiliki tetangga yang hamil duluan sebelum nikah. Bukankah hal inilah yang menjadi salah satu penyebab terjadinya aborsi? Bukankah seharusnya yang tua yang dewasa? Rangkul dan dekati, karena tidak ada satu manusia pun yang luput dari khilaf dan dosa. Setiap manusia berhak mempunyai kesempatan kedua, dan mereka semua juga tahu, bahwa hanya keledailah yang akan jatuh untuk kedua kalinya di lubang yang sama.
Selain itu, ada fakta yang mencengangkan, jasa aborsi dijadikan sebagai lahan untuk mengais rejeki. Yang lebih menyedihkan lagi, yang menyediakan jasa tersebut adalah mereka yang berkecimpung di dunia kesehatan yang katanya berpendidikan serta memiliki tugas mulia menolong sesama. Sangat disayangkan, kesempatan dan keahlian yang telah dianugerahkan oleh Tuhan disalahgunakan hanya untuk mengantongi pundi-pundi dari hasil membunuh yang sudah tentu haram.
Dan untuk peran pemerintah sendiri, masih terkesan malu-malu kucing dalam bersosialisasi pada masyarakat luas. Karena dapat dilihat, bahwa para pelaku aborsi masih lebih takut aibnya tersebar luas dari pada resiko dari aborsi itu sendiri, yaitu yang biasanya sering terjadi adalah pendarahan dan tidak jarang berujung pada kematian. Acara talkshow di televisi memang sudah ada yang membahas mengenai bahaya aborsi namun masih kurangintens. Masih sekedar topik pilihan. Seharusnya bisa dibuatkan iklan di televisi, seperti iklannya keluarga berencana yang dibintangi oleh pasangan artis papan atas, dengan slogan yang membahana dan selalu terngiang di otak pemirsanya.
Meskipun nantinya pemerintah sudah getol mengkampanyekan anti aborsi tapi jika peran orang tua tidak ada, mustahil persentase aborsi di seluruh dunia bisa menurun. Karena pada hakekatnya, yang sedang dibutuhkan remaja bukan belaian pacar yang jika berlebihan akan berakibat fatal namun mereka butuh perhatian, pengertian, dan persahabatan dari orang tuanya. Jangan sungkan jika berdiskusi mengenai pacar anak-anak kalian, jangan menggurui juga jika anak sudah mulai membahas soal ketertarikan mereka pada lawan jenis, dan ini yang lebih penting jangan pelit waktu pada anak sendiri. Nah, bukan teori yang sulit kan? Sekarang tinggal mempraktekannya saja.