Arsip Tag: mary Wollstonecraft

Mary, Mary, Godwin, Shelley #3

Kolom John Kuan

Dua tahun setelah Mary dan Shelley minggat bersama, isteri sang penyair mati bunuh diri. Maka Mary Wollstonecraft Godwin pun resmi menikah dengan Shelley.

Mary selalu berdiskusi dengan Shelley seluruh rencana penulisannya. Mereka bersama-sama mengunjungi kota besar dan kecil juga hutan gunung dan tepi laut daratan Eropa, selain catatan harian ditulis bersama-sama, mereka juga memendam kepala masing-masing, menulis puisi dan novel sendiri, seringkali memasukkan negeri asing tempat mereka hidup bersama ke dalam tulisan, samar-samar sebagai latar, namun lebih sering melampaui, simbolis. Mary dengan bakat alamnya, ditambah pendidikan luar biasa dan harapan yang diberikan orangtuanya, saat itu sepenuh cinta dan saling menggetarkan dengan Shelley yang penuh daya imajinasi, wawasan, dan cita-cita yang menjulang, memberi dia daya kreasi yang tak terbayangkan, melepas keluar seluruh kekuatan terpendam seni dan filsafatnya.

~

Mary dan Shelley, juga banyak teman-teman mereka suka sekali berkisah cerita hantu, sekalipun mereka adalah intelektual menonjol yang rasional dan kaya rasa. Mary pernah menulis sebuah artikel tentang hantu (On Ghost), membaca ini bisa membuat bulu kuduk berdiri. Salah satu bagian konon adalah pengalaman pribadi salah satu temannya. Temannya bercerita bahwa tidak lama setelah seorang temannya meninggal dunia, almarhum tahu dia sangat mengenangnya, sehingga setiap malam mengunjunginya. Begitu dia berbaring di atas ranjang antara tidur dan tidak, temannya yang telah meninggal itu akan pelan-pelan mendekat dan menyentuh kedua pipinya, sehingga dia bisa dengan tenang tertidur. Demikian berlangsung beberapa hari. Mary menambah satu kesimpulan: Bisa dibayangkan, hal begini sangat bisa dipercaya; namun temannya berkata bahwa temannya yang telah meninggal dunia itu suatu hari berhenti mengunjunginya (sekalipun dia setiap malam masih berdebar baring di atas ranjang), hanya karena dia pindah rumah. Kalau menurut perkataannya ini, hantu ternyata tidak dapat menemukan alamat rumah barunya, dan sebagainya dan seterusnya.

~

Di sekitar hutan lebat sebelah timur Jerman, ada orang sedang memacu kuda menuju rumah teman, dan di sekitar pinggir hutan, dia tersesat. Orang itu terus mencari jalan di antara pepohonan, akhirnya tampak di jauh ada setitik cahaya remang. Dia berjalan ke arah cahaya, baru tahu ternyata cahaya berasal dari sebuah biara terlantar. Sebelum mengetuk pintu, dia merasa seharusnya mengintip sedikit bagian dalam dari jendela. Dia melihat sekelompok kucing berkerumun di depan sebuah liang lahat, dan empat ekor di antaranya sedang bekerja sama menurunkan sebuah peti mati, di atasnya tergeletak sebuah mahkota. Orang itu kaget setengah mati, hatinya menerka dia mungkin sudah masuk ke alam hantu atau kampung penyihir jahat, cepat-cepat melambungkan badan ke atas kuda, dengan kecepatan penuh lari dari tempat tersebut. Agak lama, akhirnya dia sampai di rumah teman, dan teman sedang duduk begadang menunggunya. Temannya bertanya kenapa wajahnya begitu pucat dan takut? Awalnya dia ragu-ragu, tidak ingin buka mulut, amat yakin temannya tidak akan percaya. Namun akhirnya juga membeberkan apa yang terjadi. Dia baru selesai menceritakan bagian peti mati yang ada mahkota di atasnya bagaimana diturunkan, tampak kucing temannya yang lelap di depan perapian tiba-tiba berdiri, langsung berkata: “Sekarang giliran aku jadi raja kucing!” cepat-cepat memanjat ke puncak cerobong, hilang tanpa bekas.

~

Cerita di atas adalah salah satu bagian yang dicatat Mary di dalam On Ghost, cerita ini berasal dari seorang pengarang cerita misteri yang dia dan Shelley kenal di Jenewa.

 Ada orang mengatakan Mary tidak mendengar langsung dari penulis cerita misteri itu.

Mei 1816, Mary dan Shelley, bersama adik perempuannya yang lain bapak lain ibu, Claire pergi ke Swiss, tinggal di Jenewa yang dingin beku, kala malam sering bersama teman hidup api berkisah cerita hantu. Sekitar Agustus, Shelley dan seorang temannya pergi mengunjungi penulis cerita misteri itu, mendengar lima buah cerita hantu, dan semuanya dicatat, cerita di atas adalah salah satu. Teman yang bersama-sama Shelley pergi mendengar cerita hantu bukan orang lain, dia adalah Byron.

~

 A gentleman journeying towards the house of a friend, who lived on the skirts of an extensive forest, in the east of Germany, lost his way. He wandered for some time among the trees, when he saw a light at a distance. On approaching it he was surprised to observe that it proceeded from the interior of a ruined monastery. Before he knocked at the gate he thought it proper to look through the window. He saw a number of cats assembled round a small grave, four of whom were at that moment letting down a coffin with a crown upon it. The gentleman startled at this unusual sight, and, imagining that he had arrived at the retreats of fiends or witches, mounted his horse and rode away with the utmost precipitation. He arrived at his friend’s house at a late hour, who sate up waiting for him. On his arrival his friend questioned him as to the cause of the traces of agitation visible in his face. He began to recount his adventures after much hesitation, knowing that it was scarcely possible that his friend should give faith to his relation. No sooner had he mentioned the coffin with the crown upon it, than his friend’s cat, who seemed to have been lying asleep before the fire, leaped up, crying out, ‘Then I am king of the cats;’ and then scrambled up the chimney, and was never seen more.

 Mary Wollstonecraft Godwin Shelley suka nuansa misterius, suka mengali ke daerah yang dalam, mencari ke jaman kuno, pasti akan suka yang begini, setengah klasik setengah populer, suatu bentuk tulisan yang mencurigakan juga menggembirakan, bentuk ini juga pernah sangat populer, terselip di dalam tradisi besar kebudayaan, ditampilkan dalam bentuk cerita misteri, legenda, catatan, juga novel, dengan daya hidup yang demikian kuat, menggembirakan juga mencurigakan, kiranya Mary pasti sangat menyayangi, juga Shelley, juga Byron juga teman-teman mereka.

~

Kesulitan dalam mengarang, awalnya bukan masalah tema, adalah makna yang diberikan tidak menemukan sandaran yang dapat ditelusuri dan tepat, kata-kata tidak bisa secara efektif menjadi rujukan, menyebabkan hati dan pikiranmu menyelam terlalu lama, teori yang dibaca dan dipelajari terombang-ambing, pada saat itu, sekalipun sendiri merasa kata-kata telah selesai diungkapkan, orang lain merasa kamu samasekali belum bicara.

Atau, kamu belum berbicara, orang lain sangka kamu telah bicara, bahkan telah berbicara banyak; mereka menerka tujuanmu, dengan kata-kata yang terbatas sebagai landasan, sesuka hati intepretasi, mencemari karyamu, kadang-kadang seluruhnya salah.

Kadang-kadang, mereka sengaja salah.

~

 Kitab Sejarah Dinasti Jin – 晉書 mencatat suatu kali Raja Kuaiji ( 会稽 ) Sima Daozi – 司马道子 dan Xie Chong – 谢重 sedang duduk berbicara. (Saat itu malam berbulan, terang dan bersih, Daozi merasa pemandangan begini bagus sekali, sangat menikmati) Xie Chong menimpali: “lebih baik dihias sedikit awan tipis.” Sebab Daozi ingin bercanda sambil menyindir Xie Chong maka berkata: “Anda sengaja mengotori hati, bahkan mau memaksa langit ikut tercemar?”

Ini adalah pelajaran yang sangat bagus

Su Dongpo ketika menulis buku esainya (zhilin – 志林), tidak dapat menahan diri menambah beberapa goresan pena: (Langit biru bulan putih, tentu merupakan satu hal yang menyenangkan di dunia; atau masih ada yang berkata: Lebih baik dihias sedikit awan tipis. Sebab tahu hati memang tidak bersih, sering ingin mencemari langit.)

Tahun 1100 Masehi, Su Dongpo di dalam pembuangan di Pulau Hainan mendapat pengampunan Kaisar, dalam perjalanan pulang melewati Qiongzhou, pada malam tanggal 20 bulan 6 menyeberangi lautan, menggunakan maksud di atas, berputar jadi sebait puisi begini:

Awan bubar bulan terang siapa menghias?

Langit rangkul laut warnanya memang jernih.

云散月明谁点缀?天容海色本澄清

~

Februari 1821 John Keats meninggal dunia di Roma karena sakit, saat itu Mary dan Shelley menetap di Pisa, latar belakang Shelley dan Keats sangat berbeda, samasekali tidak ada hubungan persahabatan, mereka juga tidak saling mengapresiasi. Namun kematian John Keats di usia muda, 25 tahun, membuat Shelley sangat sedih, terutama karena dia mendengar bahwa John Keats menderita sakit dan ambruk, disebabkan oleh para kritikus menyerang puisi-puisinya, lalu menulis sebuah elegi panjang (Adonais) untuknya.

~

Kritikus dapat memarahi seorang penyair sampai sakit, sampai mati?

Tidak mungkin.

 ~

Januari 1818 Mary Wollstonecraft Godwin Shelley menerbitkan Frankenstein, tidak lama kemudian bersama sang penyair berangkat ke Italia. Tahun itu Shelley mulai menulis drama liris Prometheus Unbound. Selain itu, karya puisi tidak putus, ada panjang ada pendek, salah satu adalah sebuah soneta yang berubah bentuk:

Ozymandias

Aku bertemu seseorang datang dari tanah purba

Berkata padaku: Dua potong paha besar pahatan batu

Tegak di atas gurun, tanpa batang tubuh… tak jauh di dalam pasir

Setengah terkubur satu wajah hancur, mengernyit,

Bibir berkerut, aba-aba sinis dingin yang angkuh

Buktikan pematung kala itu demikian bisa membaca hatinya

Dalam-dalam memahat ke benda mati itu, bertahan hingga kini

Lebih lama dari hati yang menjaga dan tangan tukang yang meniru;

Dan di atas dudukan patung hanya muncul beberapa kata:

Aku bernama Ozymandias, Raja Segala Raja

Lihat hasil karyaku, alangkah perkasa, mengeluhlah!

Di sisinya tiada apapun, hanya kelihatan tumpukan serpihan

Dikelilingi kehancuran, tak bertepi, mati senyap

Adalah pasir rata yang luas dan sunyi menjulur hingga jauh.

 

I met a traveller from an antique land

Who said: Two vast and trunkless legs of stone

Stand in the desart. Near them, on the sand,

Half sunk, a shattered visage lies, whose frown,

And wrinkled lip, and sneer of cold command,

Tell that its sculptor well those passions read

Which yet survive, stamped on these lifeless things,

The hand that mocked them and the heart that fed:

And on the pedestal these words appear:

“My name is Ozymandias, king of kings:

Look on my works, ye Mighty, and despair!”

Nothing beside remains. Round the decay

Of that colossal wreck, boundless and bare

The lone and level sands stretch far away.

Mary, Mary, Godwin, Shelley #2

Kolom John Kuan

Cerita Detektif

mary Wollstonecraft
gambar diunduh dari exhibition.nypl.org

Cerita detektif seandainya hanya untuk membuang waktu, ditulis dengan plot berdebar dan mengundang curiga sebagai hiburan, maka tidak akan jauh berbeda dengan cerita-cerita silat, dengan bayang pisau cahaya pedang, getaran angin pukulan, jurus-jurus tombak memilin, ditambah dengan amis darah petarungan dan pengejaran cinta yang bertepuk sebelah tangan sebagai titik koma, garis lintang dan bujur, ditulis buat main-main, samasekali tidak ada hubungan dengan genre sastra, dengan penjelajahan dan pembacaan sastra.

~

Siapa berani bayangkan Godwin menulis Caleb Williams hanya untuk menyediakan hiburan kepada pembaca London? Tentu tidak, siapa itu Godwin! Bapak Kaum Anarkis, tahu! Namun saya berani mengatakan bahwa cerita silat maupun tidak silat yang heboh di rak-rak laris, tidak peduli kata-katanya bisa dicerna atau tidak, jalan ceritanya dan tokoh-tokohnya seberapa hidup, temanya berbobot atau tidak, tidak peduli keluar dari ujung pena siapa, saat dia pegang pena menulis, tujuannya hanya untuk memikat perhatianmu, sedapat mungkin berusaha jangan sampai hatimu bercabang di tengah jalan, lempar buku terlelap, mengerek daya hiburan hingga lapisan teratas, buat merebut kepercayaanmu akan kemampuannya membantu kau menghabiskan waktu.

 ~

Sirkus pada masa-masa awal hanya memiliki satu lingkaran besar, sebagai tempat pertunjukan ( ring ). Orang-orang duduk menggelilingi tempat pertunjukan, serentak memandang ke lingkaran, orang-orang yang memandang begini, disebut penonton ( audience ). Di dalam lingkaran petunjukan ada berbagai kegiatan terus berlangsung, satu menyambung satu, ini disebut acara ( program ).

Lihat sekarang! Seorang badut berbaju bintik topi berbunga sedang lenggang lenggok bergaya, selanjutnya adalah monyet naik sepeda, gajah berdiri tegak berbaris, menumpang kaki depannya di punggung koleganya yang berjalan di depan, kemudian adalah kuda putih dan kuda hitam yang dihias indah berlari kecil dengan teratur. Lihat, manusia terbang, orang perkasa menelan pedang, sang jelita meloncat lewat lingkaran api penuh mata pisau, cambuk pawang binatang buas berambut pirang berlengan tato melayang menjerit, perintah singa jantan duduk baik-baik, lalu sendiri menyodorkan sepotong daging ke mulut singa, selanjutnya badut keluar lagi, mengitari lingkaran pertunjukan satu kali, melambaikan tangan kepada penonton, sekarang suara musik sedikit agak membosankan, sebab pemain-pemain musik sedang istirahat, minum dan merokok. Tidak lama, dari belakang meloncat keluar dua ekor monyet, bersama badut berlari beriring, dan melambaikan tangan kepada penonton…

Acara begini, lihat saja, sirkus jaman dulu umumnya demikian, hiruk-pikuk, penuh gaya penuh warna, permainan bagus sambung menyambung. Namun bagaimanapun juga, di dalam seluruh acara sekalipun sebagian besar waktu kau tetap bersemangat, antusias, riang, sesekali juga merasa ada acara tertentu yang tidak begitu memikat, oleh sebab itu ketika singa jantan akhirnya berhasil duduk dengan baik, kau angkat tangan melihat jarum arloji, mengetahui sekarang sudah jam sekian sekian, ada sedikit lelah, tidak tahu acara apa selanjutnya?

Suatu kali dalam acara yang sedang berlangsung, serentak ada seperempat penonton (termasuk lelaki perempuan tua dan muda) yang sedang menonton di lingkaran pertunjukan menunjukkan ekspresi kebosanan, dan di antaranya (seperempat penonto ) ada separuh serentak angkat tangan melihat jarum arloji, sesaat ketika pawang berambut pirang berlengan tato menarik kembali cambuknya yang panjang, singa jantan pelan-pelan duduk sempurna, menunggu dia menyodorkan sepotong daging ke dalam mulutnya.

Badut berbaju bintik topi berbunga memperhatikan kondisi begini, hatinya sangat galau: “Banyak orang merasa membosankan, pada saat ini.” Dia melapor kepada kepala penyusun acara, si Kumis: “Harus dicari solusinya.” Si Kumis menghela nafas berkata, dia telah memperhatikan masalah ini, sebab manusia terbang nomor dua sudah pernah melapor kepadanya, lalu orang Kazak penuntun kuda juga, pemain alat musik tiup juga, Jenny pelompat lingkaran api juga, dan beberapa anggota lain, semuanya pernah mengutarakan bahwa tidak peduli acara apapun sedang berlangsung, sedikit banyak pasti ada penonton menunjukkan kebosanan. “Bagaimana menyedot perhatian semua orang sehingga hatinya tidak bercabang di tengah jalan, bahkan berebutan meninggalkan tempat duduk?” Kumis kepala penyusun acara masuk ke dalam renungan: “Bagaimana mengerek daya hiburan hingga lapisan teratas. buat merebut kepercayaan mereka akan kemampuannya membantu mereka menghabiskan waktu?”

“Saya punya solusi!” Badut berbaju bintik topi berbunga pecah ilham berkata: “Tempat pertunjukan dari satu lingkaran ditambah menjadi tiga lingkaran, setiap menit setiap detik, biarkan tiga macam acara berbeda berlangsung di dalam tiga lingkaran pada waktu bersamaan, dan penonton tetap duduk mengelilingi, mengelilingi di luar area tiga lingkaran, suka melihat acara di lingkaran mana, tinggal pilih, kalau bosan, boleh memilih lingkaran lain, selamanya tidak akan kehabisan tontonan, selamanya tidak lelah, tidak bosan, terus menjaga hati yang mengebu, hingga acara berakhir bersamaan.”

 ~

Pemaparan di atas, adalah cikal bakal three-ring circus.

Nama badut tidak dicantum, namun sumbangannya terhadap industri hiburan amat kasat mata, tidak bisa diabaikan, perihal ini bukan saja terjadi di sirkus, juga mempengaruhi pembuatan film, penyusunan acara di parlemen, media berita, juga memberikan inspirasi yang amat besar kepada semua orang yang bertekad menulis novel, tentu bukan hanya cerita detektif atau cerita silat saja.

~

Godwin menggunakan cerita detektif sebagai kritik sosial, di Inggris pada ujung abad kedelapan belas Masehi. Mary Wollstonecraft Godwin Shelley juga mengikuti langkahnya. Dia menulis Frankenstein, menciptakan monster rekayasa ilmuwan pertama dalam sejarah. Sebuah fiksi ilmiah begini sesungguhnya juga merupakan kritik sosial, mencerminkan intelektual Eropa Barat hidup di pembukaan abad kedelapan belas, sebuah jaman yang penuh tantangan, bagaimana memandang sifat manusia dan sains, dan juga sisi gelap sifat manusia dan sains.

Mary, Mary, Godwin, Shelley #1

Kolom John Kuan

mary Wollstonecraft
gambar diunduh dari exhibition.nypl.org

Mary Shelley adalah isteri sang penyair, Shelley. Nama lengkapnya adalah Mary Wollstonecraft Godwin Shelley. Seuntai nama yang begini panjang, di antaranya (Godwin) berasal dari nama ayahnya, (Wollstonecraft) berasal dari nama ibu kandungnya. Baru lahir sepuluh hari, ibunya sudah mati; ayahnya demi mengenang isteri, seuntai nama panjang ini langsung diberikan kepada putri kecilnya.

~

Mary Wollstonecraft Godwin Shelley sangat berbakat, mandiri dan berpendirian seperti suaminya, juga menulis banyak buku. Dia adalah perempuan yang memukau, sungguh. Namun, seandainya ingin benar-benar mengenal dia, kita perlu terlebih dahulu mengenal ibunya, Mary Wollstonecraft, penulis, pemikir, pengagas dan aktivis gerakan emansipasi, seorang perempuan yang luar biasa begini. Mary Wollstonecraft di ujung abad ke delapan belas Masehi sudah sangat jelas mengetahui betapa brutal dan hipokritnya masyarakat yang dikuasai lelaki; dia tahu lelaki meminta perempuan patuh, tergantung, inferior, tidak ambisius, tidak lebih hanya karena lelaki egois dan lemah. Cita-citanya adalah pada kemandirian, menciptakan karier, sebab itu dia terus bekerja, menulis novel, menulis buku politik, bahan kuliah, catatan perjalanan, opini, dan kritik sastra, menganjurkan sebuah landasan yang memiliki kebebasan yang sesungguhnya untuk membangun sebuah masyarakat yang benar-benar demokratis.

Tahun 1792 Mary Wollstonecraft menerbitkan Vindication of the Right of Woman, berpendirian bahwa hanya ketika perempuan memiliki kesempatan memperoleh pendidikan yang sama, dapat bebas memilih pekerjaan, dan memiliki sebagaimana umumnya hak rakyat di atas bumi, baru mungkin ada masyarakat yang demokratis dan bermoral. Para penggagas dan aktivis gerakan feminisme di ujung abad ke dua puluh Masehi umumnya kenal dengan Mary Wollstonecraft sebagai perintis gerakan mereka.

Mary Wollstonecraft sering seorang diri mengunjungi berbagai tempat, dalam maupun luar negeri, dan pada masa itu seorang perempuan melangkah sendiri di jalan saja bisa menjadi gunjingan. Dia mendukung Revolusi Perancis, berharap perubahan di Paris suatu hari akan mempengaruhi London, memicu demokratisasi di Inggris.

~

 Satu tahun setelah Vindication of the Right of Woman terbit, William Godwin menerbitkan sebuah buku ajaib yang menganjurkan rasionalitas, pendidikan umum, dan ingin pemerintah sedapat mungkin tidak mengatur: Enquiry Concerning Political Justice, mengundang reaksi yang sangat besar. Setahun kemudian, Godwin menerbitkan sebuah cerita detektif. Ada orang percaya Godwin adalah Bapak Cerita Detektif Inggris. Namun cerita detektif bukan ditulis buat menggosok waktu, bagi Godwin, ditulis buat menyindir keadaan sosial masa itu.

Mary Wollstonecraft dan William Godwin saling tertarik, sangat pasti, bisa dibayangkan, dan keduanya sama-sama menolak institusi perkawinan. Mary Wollstonecraft samasekali tidak ragu, sebelum dirinya dan Godwin saling mencintai, dia telah melahirkan seorang anak perempuan dari hubungan dengan seorang lelaki dari Amerika Serikat bernama Imlay, menurut cerita, dia melahirkan anak perempuan ini karena pandangan politik lelaki tersebut searah dengannya; tujuan? Untuk membuktikan perkawinan sah adalah sangat tidak berarti.

~

 Mary Wollstonecraft Godwin Shelley, isteri sang penyair, sejak kecil hidup di dalam lingkungan begini, segala macam pendapat termasuk dari pemerintah dengan ibunya sebagai salah satu contoh dosa pembaharu ekstremis, seringkali melecutnya. Ayahnya, William Godwin, duduk di ruang tengah rumah tua yang penuh lemari buku, mengenang kecantikan, kebaikan, kepintaran dan keberanian isterinya. Mary kecil selalu berlama-lama duduk mendengarnya, mendengar ayahnya menceritakan kisah ibunya yang dia tidak pernah bertemu, tersentuh, sepenuh hati; mendengar sahabat-sahabat ayahnya, Coleridge, William Hazlitt, Charles Lamb, berbincang politik, sastra, dan filsafat, bahkan sering mengungkit -rupanya dia sangat menyerupai ibunya-. Ini membuat dia merasa tenang, bahagia, dan bangga. Dia sejak kecil sudah selesai membaca semua tulisan ibunya, maka setiap kali pergi ke pemakaman di St Pancras, ia hendak mengungkapkan semua pemahamannya kepada ibunya yang tidur panjang di bawah tanah. Dia demikian pasti demikian percaya diri, merasa dirinya tentu adalah kelahiran kembali ibunya. Sepanjang hidup, tanda tangannya tidak pernah melupakan kata Wollstonecraft yang panjang itu.