Arsip Tag: perahu

Puisi-puisi Ragil Koentjorodjati #5

1. Ketika Malam
 
Cinta-cinta bersandar,
di gigir bening,

sungai cintamu.

mengalir,
begitu hening.

2. Kita mencinta, seperti tak mencinta

Lama,
seperti selamanya.
-tanpa kata, -tanpa bicara.

Diam ini,
terlalu dalam, -teramat dalam.
hingga batas, -tanpa batas.
-tanpa henti, -tanpa tepi.

Letihmu lelah,
lelahku letih.
Kita mencinta, seperti tak mencinta.

Teronggok bagai batubatu,
yang tenggelam makin dalam.
-dalam diam, -dalam dalam.

Diam ini, seperti selamanya.

gambar diunduh dari http://ismimei.files.wordpress.com
gambar diunduh dari http://ismimei.files.wordpress.com

3. Perahu Kertas

Seharusnya kita tidak terkejut,
bila musim hujan datang sedikit lebih cepat,
atau sedikit lebih lambat.
Perahu kita akan mengapung,
begitu hening, begitu tenang,

Dua atau tiga nelayan cukup membuat bahagia,
seorang memancing nila, yang lain menyiapkan penggorengan,
masa bodoh dengan semua hal yang tidak masuk akal.
Dari balik jendela bambu, kita bahagia bersama mereka.
Biasanya engkau tidak tahan untuk tidak campur tangan,

Sungai menggelora, menerabas akar bunga bakung,
air tumpah ruah,
Nelayanmu menangis, engkau pun menangis,
Perahu kita kandas,
kembali terurai menampilkan harga makanan yang tak mampu kita beli.
Lain waktu, itu mengajarimu melipat daun pisang membuat payung.

: kita buat satu lagi, kataku

Kita tertawa, memayungi perahu dan nelayan kita,
menyusuri sungai entah sejauh apa,
begitu mudahnya lapar terlupa,
begitu sulitnya bertahan pada bahagia.

Hujan yang datang sedikit lebih cepat, atau sedikit lebih lambat,
Tidak pernah mengejutkan hati yang bahagia.

Engkau dalam Lima Elemen

Puisi John Kuan

five element
gambar diunduh dari http://www.ariellucky.files.wordpress.com

Jika kau adalah mimpi, bagai api di sumbu
lilin, cahayamu di kaca jendela menjilat embun beku.
Jika kau adalah api, mata hangat, nostalgia mendidih,
udara kamar menggelegak, bara cengkeh berdesis
di antara bibir. Jika kau adalah mimpi, iya, kau adalah api,
petir, guruh, lintang kemukus, setitik lampu tidak sengaja
terbuka di satu sudut badai, mimpi menyala

Jika kau adalah mimpi, bagai air mencair di dasar
tempayan musim semi, selamatkan dahaga seekor burung sesat.
Jika kau adalah air, sepenuh rongga tubuh, bawa perahu
ke lengkung teluk, hujan menjelang subuh, menetes tembus
buah rindu. Jika kau adalah mimpi, iya, kau adalah air,
salju, sungai, kelenjar, uap, setetes kafein di petang senyap
mengapungkan serpihan waktu, mimpi hanyut

Jika kau adalah mimpi, bagai logam di tungku
ingatan, melebur setiap partikel giwang rebah di bantal.
Jika kau adalah logam, sebuah hati emas, setua bumi
gantung di lekuk leher, mendekati jantung, cakram rem
di tikungan maut. Jika kau adalah mimpi, iya, kau adalah logam,
rambut perak, kulit tembaga, jarum dalam tumpukan jerami
cahaya mata seribu satu malam, mimpi memuai

Jika kau adalah mimpi, bagai kayu seranting
bunga plum, makin dingin makin pecah kecambah.
Jika kau adalah kayu, suara bakiak tersenyum di ujung lorong,
empat kaki meja, satu bangku di stasiun terlantar, selembar kertas
tertulis rapi. Jika kau adalah mimpi, iya, kau adalah kayu,
duri mawar, inang benalu, pijar batubara, menunggumu sejajar
di luar garis lingkaran tahun, mimpi membatu

Jika kau adalah mimpi, bagai tanah penuh
debu cinta, diterbangkan angin hasrat ke ladang-ladang kekal.
Jika kau adalah tanah, segel sebuah fosil di antara bibir,
jejak kaki hujan, aroma lumpur musim semi, rawa ilalang
persembunyian angsa liar. Jika kau adalah mimpi, iya, kau adalah tanah,
bejana, malam savana, pagi tundra, sungai-sungai mengalir
lewat, aku mengayuh sampai di jendelamu, mimpi tumbuh