Puisi John Kuan
1. Santo Fransiskus Berkotbah pada Burung
Pak Fransiskus, santo dari Asisi, bruder kita
pendiri ordo Fransiskan: padang liar abad ke-13
Italia bagaimana? Berbagai rupa dan warna
burung berbaju bagaimana berbeda, berkicau
bagaimana memukau, membuat kau tidak bisa
menahan diri siapkan buat mereka satu pelajaran
demikian indah. Menguak satu tradisi baru, riang
fokus dan bebas begini sebuah ekstrakurikuler?
Mereka sebagai pendengarmu, kau anggap kawula
burung liar sebagai gurumu, membuat kau di abad 21
serentak diangkat sebagai ketua kehormatan WWF,
klub burung, dan perlindungan lingkungan hidup.
Hari itu cahaya matahari berkilau, kau melangkah
di jalan gunung pinggiran Asisi, melewati jembatan
kecil, sampai di bawah sebatang pohon ek hijau, duduk
istirahat di atas sebongkah batu, memandang lembah
di depan mata. Kau mendengar di balik hutan ek
mengapung datang suara nyanyian seekor robin, seolah
searus sungai kecil mengalir berbagai mutiara langka:
memakai satu topi indah berwarna hitam, dada merah
oranje, saudara kita bersayap ini. Kau sungguh
berharap bukan memakai ikat kepala bruder, tetapi
adalah topi hitam seperti dia, selanjutnya seekor wren
tampil melengking, gegas berputar, seolah dipental
ke sana kemari oleh tunas bening di langit, betapa lucu
burung merah kecil! Suster tekukur juga bersenandung
pelan-pelan, kemudian kau mendengar suster vireo
bertopi hitam bolak-balik mencat warna vokalnya
Ah, aku tahu, begini rupanya coloratura soprano berasal
Dia tarik datang lebih banyak kicauan, kau bahkan
mendengar siulan seekor robin kuning bagai tiupan
seruling di tepi mimpi, suaranya lincah seperti cikukua
di dalam senja bertabur cahaya permata, suaranya
terputus-putus mendendangkan suster kita remetuk laut…
Nyanyian mereka mengumpal jadi sebuah pulau suara
penuh bertebaran bermacam warna tanda seru,
tanda titik, tanda koma, titik koma, titik dua, kutip tunggal,
kutip ganda, elipsis terapung di atas laut berlangit biru
kidung mulia nan indah dari paduan suara semesta.
Memuji siapa? Memuji Sang Pencipta memberi mereka
keriangan dan kebebasan, gunakan warna dan irama
berbincang dengan langit dan bumi, berbincang
dengan Dia, dan Dia bersama langit dan bumi
juga membalas dalam warna dan irama…
Kau tiba-tiba bangkit dari bongkahan batu, melangkah
ke tengah jalan bergetar bayang pohon ek,
luruskan pinggang, mendongak bagai seorang tamu
mata telinga dan hati habis dijamu santapan enak,
tegak khidmat bersiap memberi seuntai terima
kasih. Kau tatap burung-burung bernyanyi
di dua sisi hutan pohon ek, mereka lalu heningkan diri,
bangga juga rendah hati berlagak menyambut piala
atau pidato ” Saudara-saudari burung yang tercinta ”
Kau mulai berbicara. ” Terima kasih kalian gunakan
bahasa malaikat, musik tanpa kata membantu aku
buktikan kebenaran Dia bocorkan kepada kami.
Dia beri kalian sepasang sayap lincah, beri kalian langit,
atmosfer, awan, angin, bulan, matahari dan bintang
sebagai pandu dan rambu lalu lintas kalian. Dia beri
kalian warna-warni, aneka bentuk pakaian bulu
dua lapis tiga lapis, walau kalian tidak tahu
merajut dan menjahit. Dia beri kalian pohon tinggi,
rumput hijau, lumut buat sarang, beri kalian air
sungai dan kolam lepas dahaga, sediakan makanan
kesukaan kalian, tidak usah tanam dan panen,
juga tidak usah gesek kartu atau bayar tunai.
Dia cinta kalian, mengajar kalian bersyukur indah
dan riangnya dunia, menikmati perjalanan gaib…
Ah, teruslah kalian memujiNya, dengan berbagai
warna suara, dengan berlembar-lembar gambar
berbeda, perangko berbeda, terbang ke empat penjuru,
bersama segala benda, di antara nyata dan hampa,
tembus waktu, jauh dekat satu cinta, begitu mengikat… ”
2. San Antonio Berkotbah pada Ikan
Melalui Des Knaben Wunderhorn ciptaan Mahler
di akhir abad ke-19 pertama kali mendengar kisah
kau berkotbah pada ikan: dari kampung halamanmu
Lisboa ke Italia, saudara fransiskan kita, bruder
Antonio, yang berusia 26 tahun dalam Kapitel Tikar di Asisi
tempat berkumpulnya 3000 bruder bertemu santo
Fransisikus yang 39 tahun. Kalian gelar tikar tidur,
pakai kain belacu, dengan kaki telanjang, dengan miskin,
dengan menyebar ajaran, dengan membantu orang
sebagai hiburan. Kau pasti pernah mendengar cerita
dia berkotbah pada burung ( atau mungkin kalian
bisa dengan daya komunikasi ajaib masing-masing
berdialog dengan bahasa ikan dan burung ) Dia minta
kau buka pikiran dulu baru belajar. Kau justru
menyebar ajaran kepada penganut agama lain
di dalam gereja suaramu lantang bergema,
di luar gereja mereka menutup telinga. Kau berjalan
sampai muara sungai, nelayan di atas perahu melihat
kau bagai transparan, kau berbicara pada air mengalir
ke laut, berbuih-buih tiada habis, emang sangat cair.
Tiba-tiba meloncat keluar seekor ikan barakuda
santai menembus permukaan air, dia sambil cuci telinga
sambil menegakkan badan dengar, bagai sebuah roket
didorong panah api semangat bersiap naik angkasa
Salmon yang sedang mudik juga datang, ikan mas
yang mengandung telur juga, belut plotos bermuka
mulus, juga ikan trout yang bergerak anggun.
Mereka begitu riang mengitarimu, bagai menunggu
undian promosi produk baru. Ketam yang malang
melintang, udang di balik batu, pelan-pelan bergerak
dari laut. Kau tersenyum pada mereka dan berkata:
” Aku tidak menjual barang, hanya memberi kalian
hadiah, Bapa yang setiap hari memberi kalian makan
tiga kali, memberi kalian kenikmatan ikan bertemu air
sungai dan laut itu, ingin aku menyampaikan kepada
kalian suaraNya. Dia memberi alam sebuah lemari baju
maha besar, agar kalian kawula ikan bisa memilih
sehelai baju renang atau baju kasual atau formal
sesuai selera masing-masing dan pas. Kalian sering
dengan gerakan tari paling luwes, suasana hati
paling gembira, memuji Bapa! ” Ikan-ikan setelah dengar
mata terbelalak, mulut menganga, berebut goyang
sisik-sisik ditubuhnya, suara sisik bagai suara lonceng
bergetar, segelombang-segelombang umpama tsunami
mencapai permukaan laut, perahu-perahu yang baru
bertolak lekas balik haluan, semua nelayan serentak
mengetuk papan geladak, dengan jempol mereka
menekan [ suka ], irisan-irisan sashimi di atas perahu
disayat hidup-hidup dari ikan tuna, ikan todak,
setengah mati berusaha menemukan jati diri, seolah
telah resureksi bergegas lompat ke dalam air.