Arsip Tag: air hujan

Bukan Sebuah Anti-Travelouge

Puisi John Kuan

Setetes Air Hujan

setetes air hujan juga bisa nyanyi

bisa menari di atas jamur tumbuh

bunga mekar sebatang flamboyan

ekor anjing liar, ujung lancip bulan sabit

saat mereka berbaris ketuk sekali

tap dance, riang saat kau juga sudi

mengerutkan diri, membuka selaput

agar-agar waktu, ketuk tapak kaki

menari, bawa lapisan atsmosfer kalbu

pergi bersama, telah lama kau ingin

satu perjalanan tapi tidak terbentang

pada terang dan malam, bagai sepotong

agar-agar, kenyal melompat ke jauh

ke tempat setetes air hujan, begitu

leha-leha, bagai seorang gelandangan

membawa seluruh kisahnya, lupa

dirinya, pernah adalah setetes hujan

Lewat Gubuk Rumput Du Fu

kau di dalam senja sebiji jeruk

mengapit tunas rumput, angin sepoi,

dataran luas, musim gugur segera

matang, umpama kuning kepodang

papan catur baru digambar isteri

Gubuk berjingkat, langkahi dangkal

dalam sealir sungai, dari sana waktu

pasang naik, lalu diam-diam surut

biji catur masih di tangan, sisi depan

kabut, sisi belakang sedikit debu

ikan juga arak juga, dari celah-celah

waktu disodor keluar, matahari terbenam

juga, saat begini tiada orang datang

tiada orang pergi, titian di bawah kaki awan

dijalan jadi selembar peta, tampak jauh

adalah papan catur, siapa masih di dalam

angin malam bermain, taruh dua biji

tiga biji bintang tidak kalah tidak menang

dari mana ada pasukan tentara musuh

pada hidup itu ( atau hidup ini )

kau angkat kepala adalah dataran luas

( atau pantulan dataran luas ), sejarah

juga bukan sejarah, kekacauan atau bukan

kekacauan sekejap itu, dalam hening kelam

malam kepak sayap terbang ke angkasa

Mykonos Terapung

Salju yang siuman, jatuh di punggung

atap rumah musim panas, salah sangka

adalah mimpi lupa dibawa pergi rusa

waktu itu, orang-orang terapung di tengah

angkasa, dengan gaya punggung dan

kupu-kupu berenang, melampaui

hidup lalu yang diterjang ombak

juga hidup lalu yang lalu, dari jauh

terapung datang, di luar bingkai mimpi

kampung halaman entah siapa.

penjaja ikan keliling satu teriakan

sudah pecah berderai

Seekor Rusa Hujan di Nara

Kau pelan-pelan mengunyah

Opium. Ranting zaitun.

Tiga puluh juta seketika

Hujan jatuh di telapak licin

tumbuh jadi sebatang

pohon di tengah mimpi gelap

disambung dengan benang

Esok. Tak terhitung jamur,

serangga juga burung dara

pasti akan terbang naik

putus-putus nyala-nyala

di dalam hujan

di dalam lidah api

Dan kau hanya mengunyah

dedaunan yang riang

menari sepenuh langit

jatuh ke bumi lapuk

bagai lautan termanis

tetesan air paling asin

kau hanya mengunyah

sebatang pohon hidup

dengan langkah tidak bisa

kuberi nama, berkedip mata

ah, perahu biji zaitun itu

menumpang onak mimpi

di saat warna langit

menginjak pingsan senja

luap keluar indah kilau cahaya

 

Artikel Terkait:

Sebuah Anti Travelogue

Tiga Kilasan Gaya John Kuan.

Bersama Selembar Daun

Puisi Anwari WMK

daun gugur
ilustrasi diunduh dari iwanandesta.blogspot.com

Pagi hari di akhir bulan Januari
Dalam dekapan tahun penuh resah
Engkau datang bersama selembar daun

Ucapanmu waktu itu:
Di selembar daun ini tertulis tergores
Rajutan-rajutan takdir cinta
Cinta yang tak sampai

Saat hendak kutanya:
Cinta siapakah itu?

Tiba-tiba runtuh air hujan
Dan engkau bergegas pergi
Bersama selembar daun itu
Daun yang hendak kumiliki

Sejak saat itu
Sajak-sajak cinta dan rindu
Puisi-puisi cinta dan rindu
Bersimbah airmata

(2013)