parade orang

Torsa Sian Tano Rilmafrid* #17

Cerita Bersambung Martin Siregar
Bagian 17
parade orang
Ilustrasi dari febhkfileswordpressdotcom

Tak terasa waktu berjalan terus. Seakan hari yang berkesan di FDP datang kembali  bersama Tigor dan Mikail. Kesibukan menyusun laporan tahunan membuat iklim FDP mengenang dan merenungkan kedua rekan sejati yang telah kembali ke pangkuan Illahi. Tampak kapasitas Dirga Belanta dan Dewi Lyana kurang mampu mengimbangi semangat kerja kedua teman tercinta itu. Susanti yang paling repot dibikinnya. Harus ajari Dewi menyusun laporan keuangan, harus juga dialog panjang dengan Ucok, Arman dan Dirga merancang program kerja tahun mendatang.

Tapi, di sisi lain FDP merasa gembira. Karena Muslimin sudah mulai pintar menulis artikel, opini dan apa saja untuk diterbitkan mass media atau pun jadi bahan baku refleksi internal FDP. Tak perlu lagi DR Pardomuan pakai nama samaran di koran. Karya orisinil Muslimin sudah lolos seleksi artikel di media massa.

Kemampuan sosialisasi di tengah masyarakat umum dengan suguhan lelucon-lelucon segar adalah cara khusus Muslimin di FDP. Singkat cerita cita rasa Muslimin sudah berubah. Sudah tak kampungan lagi karena kepercayaan dirinya meningkat tajam. Muslimin sekarang memangku jabatan ketua 1 Senat Mahasiswa.

Kota Rilmafrid sudah menjelma menjadi kota metropolitan. Bangunan gedung mewah gemerlapan bertaburan menambah kesesakan kota. Berjalan seiring dengan meningkatnya masyarakat urban memadati sudut-sudut Trieste. Sebuah konsekwensi logis akibat dari perkembangan Rilmafrid tanpa kontrol adalah: biaya hidup meningkat tajam, kriminalitas semakin tinggi, kehidupan malam yang melecehkan harkat kaum hawa dan masih banyak lagi dampak negatif yang terjadi.

Beberapa LSM baru tumbuh mengkonsentrasikan programnya untuk mengantisipasi akibat-akibat buruk yang disebabkan oleh paham developmentalis yang dianut Trieste sebagai negara boneka kapitalisme.

Beberapa kali diusahakaan ada kerja sama yang baik antar FDP dengan LSM yang bekerja diperkotaan. Tapi, sampai sekarang belum ada program kongkrit yang dapat dikerjakan secara bersama-sama. Sedangkan tentara, polisi dan preman mendapat tugas tambahan guna menghadang keberadaan LSM yang dituduh anti pemerintah.

Tanpa disadari, FDP juga harus ikut menyesuaikan diri terhadap realitas Rilmafrid yang berubah ini. Citra diri FDP juga harus bergeser. Sudah jauh dari apa yang ada di kepala Tigor dan Mikail yang terobsesi gerakan radikal revolusioner.

Dalam diskusi perdana FDP Januari 1984 terjadi perdebatan yang keras antar sesama staf dalam rangka merumuskan arah gerakan FDP ke depan. DR Pardomuan yang memulai pembicaran dalam rapat tersebut: “Revolusi Perancis adalah revolusi yang dilakukan oleh kaum proletar. Kaum proletar adalah kelas sosial yang paling rasionil dalam sejarah peradaban manusia. Karena mereka yang secara langsung dapat mengikuti proses produksi di pusat-pusat industri. Misalnya saja seorang buruh rendahan yang bekerja memotong tali listrik dalam pabrik yang memproduksi lampu neon. Kalau kita tanya dia  tentang tahapan produksi di pabrik tersebut, maka dengan lancar dapat diterangkannya dengan lengkap. Termasuk kalau dia diberi tugas untuk mencatat berapa banyak bahan baku yang masuk setiap hari ke pabrik. Dan, berapa banyak hasil produksi yang dikeluarkan oleh pabrik tersebut setiap hari, pasti dia dengan mudah dapat memahaminya. Dan, seandainya buruh pabrik mempelajari manajemen keuangan perusahaan, pasti mereka dapat paham seberapa banyak uang yang harus diterimanya setiap bulan. Pasti jumlahnya jauh di bawah gajinya. Oleh sebab itu untuk membangun tingkat kesadaran buruh dengan menguraikan realitas yang terjadi lebih gampang dari pada kaum tani.

Beda dengan kaum tani. Ada dua orang petani memiliki lahan pertanian yang sama luasnya.  Dan menanam tanaman yang sama dari bibit yang sama pula. Tapi, seorang petani lebih sejahtera dari pada kawannya. Hasil panennya jauh lebih banyak dari pada petani lain. Maka dengan gampang si petani akan menuduh bahwa lahan itu bisa berhasil karena ada arwah nenek moyang mereka yang memberkati lahan pertanian tersebut. Sangat gampang mitos-mitos ditelan begitu saja oleh kaum tani. “Nah, apakah dalam FDP program pembelaan petani kita konsentrasikan untuk penyadaran hukum, atau kita beri dana khusus untuk mengelolah usaha produktif lainya di samping usaha tani yang sudah mereka geluti sejak 2-3  generasi yang terdahulu?”

Inilah pangkal perdebatan yang tajam di FDP.

Susanti bersitegang untuk mengatakan bahwa gerakan seperti yang digariskan pada awal FDP menjalankan program sudah tidak tepat dilaksanakan saat sekarang ini. Karena kesempatan petani untuk banyak berpikir tentang pembelaan secara hukum sudah tidak ada lagi. Mereka sudah sangat letih dan miskin untuk penyadaran hukum. Oleh sebab itu pengembangan ekonomi melalui  bidang usaha pertanian lainnya sebagai konsentrasi program FDP pada tahun ini.

“Kita harus mengubah cita rasa petani terhadap kehidupan ini. Peluang untuk bertani tanaman lainnya yang lebih produktif masih terbuka luas. Sedangkan  usaha menuntut dinas pertanian untuk menyalurkan bibit dan pupuk kepada petani sangatlah memerlukan energi yang besar.”

Ucok keberatan atas sikap Susanti. “Apa kita akan menciptakan kaum kapitalisme kelas rendah di masyarakat petani? Dan, membiarkan korupsi terus merajarela di pemerintahan?”

Pendapat Ucok didukung oleh Dirga Beranta dan Arman. Sedangkan Muslimin walaupun tidak terlalu ekspresif sebenarnya mendukung pikiran Susanti. DR Pardomuan yang bingung untuk memfasilitasi dua arus pemikiran yang bertentangan ini. “Nampaknya kita butuh satu kali pertemuan lagi untuk mentuntaskan masalah ini. Pertemuan kita malam ini hanya sampai di sini.”

Ningsih dan Dewi Lyana sudah menyediakan dirinya untuk tidak perlu terlalu paham atas perbedaan pendapat yang sedang terjadi di tubuh FDP. Dewi katakan, “Makan merekalah program itu sampai mual. Yang penting soal duit dan kerapian administrasi dapat kita kerjakan dengan baik.” Ningsih hanya senyum simpul mendengar pernyataan Dewi yang sangat mencintai pekerjaan keuangan FDP.

bersambung…

Kisah Sebelumnya: Bagian 16

*) Bahasa batak yang berarti ‘Kisah dari Tanah Rilmafrid’

Satu komentar pada “Torsa Sian Tano Rilmafrid* #17”

Beri Tanggapan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Gambar Twitter

You are commenting using your Twitter account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s