Arsip Kategori: Kabar Budaya

Sekali Lagi: Menulis Opini, Dapat Pulsa!

RetakanKata – Mengingat jangka waktu ‘Menulis Opini Dapat Pulsa‘ sebelumnya sangat pendek (hanya 3 hari), saya memaklumi kesulitan rekan-rekan RetakanKata dalam membuat tulisan. Untuk menebus ‘dosa’ tersebut, maka sekali lagi RetakanKata menyelenggarakan sayembara menulis opini dapat pulsa lagi. Hadiah tetap sama, yaitu tulisan pertama terbaik mendapat pulsa Rp 100.000,- dan dua tulisan terbaik berikutnya mendapat pulsa Rp 50.000,- Jadi jangan sampai lupa mencantumkan nomor hape ya!
Ketentuan sayembara sebagai berikut:

  • Tema: ABORSI
  • Panjang tulisan: minimal 1 lembar A4, dengan huruf Times New Roman, spasi 1,5, margin 3 atas, 3 kiri, 2,5 kanan dan 2,5 bawah. Maksimal 2 lembar A4.
  • Menggunakan bahasa Indonesia sesuai EYD
  • Jika ada referensi, kutipan dan daftar pustaka, maka harus mencantumkan sumber-sumbernya. Sumber referensi tidak boleh mengambil dari wikipedia.
  • Batas waktu kirim artikel 3 Juni 2012 pukul 00.00 WIB
  • Cantumkan identitas pengirim secukupnya dan mudah dihubungi.
  • Pemenang adalah yang artikelnya dimuat pada minggu berikutnya (tanggal 10 Juni 2012)

Kami tunggu karya-karyamu!

Menulis Opini Dapat Pulsa, Mau?

RetakanKata – Fenomena SEKS PRANIKAH, siapa yang tidak tahu itu? Sebuah fenomena ‘kewajaran’ yang menimbulkan persoalan baru terutama bagi kaum muda perempuan. Kewajaran dalam tanda kutip yang berarti bahwa secara umum seks pranikah dianggap tabu namun pada kenyataannya telah dilakukan banyak orang sehingga menjadi sebuah rahasia umum. Beberapa penelitian yang telah dibukukan menunjukkan fenomena tersebut.
Fenomena tersebut bisa jadi memunculkan persoalan baru terutama bagi pihak perempuan, yaitu luka dalam arti sesungguhnya dan dalam arti psikologis. Pertanyaan yang ingin dijawab adalah: bagaimana pemikiran kamu, sebagai kaum muda, untuk menyembuhkan ‘luka’ akibat seks pranikah pada perempuan yang terlanjur menyerahkan kehormatannya kepada lelaki yang ternyata tidak menjadi suaminya.
Anggaplah salah satu temanmu curhat masalah yang dihadapinya yang intinya sudah terlanjur melakukan seks pranikah tetapi ditinggalkan pasangan lelakinya. Tulis pendapatmu dalam bentuk opini, dengan titik fokus pada pemecahan masalah (BUKAN MEMPERSOALKAN SEKS PRANIKAH ITU TABU ATAU TIDAK). Tidak ada batasan jumlah lembar dan kata. Kirim opinimu ke RetakanKata melalui menu ‘kirim naskah’ atau lewat email retakankata@gmail.com paling lambat (deadline) hari Minggu tanggal 13 Mei 2012 pukul 00.00. Cantumkan identitas pengirim dengan jelas.
Artikel terbaik pertama sampai ketiga akan dimuat pada minggu berikutnya dan mendapat pulsa sebesar:
Rp 100.000,- untuk artikel pertama terbaik.
Rp 50.000, untuk artikel kedua dan ketiga terbaik.

Ditunggu pemikiranmu!

Merunut Kejayaan Batik Plentong

batik plentongRetakanKata – Asal usul tradisi batik di wilayah Yogyakarta dimulai sejak kerajaan Mataram Islam pada paruh keempat abad 16 yang pusatnya terletak di seputaran kawasan Kotagede dan Plered namun masih terbatas dalam lingkungan keluarga kraton yang dikerjakan oleh wanita-wanita abdi dalem. Pada perkembangannya, tradisi batik meluas ke kalangan kraton lainnya, yakni istri para abdi dalem dan prajurit. Ketika rakyat mengetahui keberadaan kain bercorak indah tersebut, lambat laun mereka menirunya dan tradisi batik pun mulai tersebar di masyarakat.
Proses pembuatan batik yang cukup lama dan memerlukan modal yang tidak sedikit membuat tidak banyak orang yang sanggup menekuni usaha ini. Kebanyakan warga di Yogyakarta memilih sekedar menjadi buruh pembatik. Mereka mengambil kain dari perusahaan batik (juragan batik) dan mengerjakan proses pembatikan di rumah masing-masing. Proses yang mereka kerjakan hanya menyerat (membatik pola dengan malam). Setelah itu mereka jual kain itu ke pengusaha batik dengan harga tergantung kerumitan motif yang dibatik. Pengusaha batik itu yang nantinya akan melanjutkan proses berikutnya, yakni pencelupan hingga menjadi kain batik yang siap pakai. Biaya celup satu lembar kain rata-rata Rp100.000 dan hingga saat ini banyak pengusaha batik yang belum bisa melakukannya sendiri. Mereka harus membawa ke tempat pencelupan batik, sehingga wajar jika harga selembar kain batik rata-rata mencapai ratusan ribu rupiah.

Proses Membatik

Ngecap: Menorehkan lilin cair panas pada selembar kain dengan menggunakan alat stempel yang terbuat dari tembaga yang dicebut cap. Stempel biasanya berpola geometris yang menjadikan pola berulang.
Ngerok (mengerok): menghilangkan lilin dari beberapa bagian kain dengan cara dikerik.
Nglorot (meluruh): menghilangkan lilin dari kain dengan cara memasukkannya ke dalam air mendidih.

Masa kejayaan batik terjadi pada kurun waktu tahun 1970-an sampai tahun 1990-an ketika mesin printing menggeser keberadaan pembatik tradisional dengan segala kelebihannya sehingga banyak pengusaha batik mengalami kesulitan dalam mempertahankan kelangsungan usahanya. Disisi lain para pengusaha batik berusaha untuk mempertahankan keaslian batik sebagai warisan budaya yang telah dijalani secara turun menurun.
Seiring perkembangan jaman dan perubahan pola hidup masyarakat dalam penggunaan kain tradisional ke kain modern ikut menyebabkan kain batik kurang diminati oleh konsumen khususnya kaum muda. Banyak yang menganggap bahwa kain batik merupakan pakaian bagi kalangan orang dewasa dan dipergunakan pada saat-saat tertentu.
Usaha yang telah dilakukan oleh Pengusaha Batik Plentong untuk mempertahankan eksistensi dalam bisnis batik antara lain dengan mengembangkan produk dari kain yang hanya bisa dipakai untuk jarit dan kemeja menjadi kain yang bisa dibuat untuk jenis pakaian lainnya, membuka show room, mengikuti pameran, baik yang diselenggarakan di dalam maupun luar negeri dan bekerja sama dengan travel biro untuk menarik wisatawan domestik maupun manca negara. Diharapkan dari usaha-usaha ini dapat mempertahankan dan meningkatkan produksi batik.
Pada era tahun 1990-an guna meningkatkan produktifitas, pengusaha batik plentong pernah mendapatkan kesempatan untuk menjalin kerjasama dengan pihak luar menggunakan teklnologi modern (mesin printing). Namun kesempatan ini tidak di terima oleh pihak pengusaha batik plentong karena masih ingin mempertahankan keaslian ciri batik yang sesungguhnya, sehingga proses pembuatan kain batik tetap dilakukan secara tradisional.
batik yogyaDalam usaha mempertahankan produktifitas dan memenuhi permintaan serta mempertahankan keaslian ciri dan corak batik, perusahaan batik plentong mendistribusikan pekerjaan proses awal pembuatan batik kepada ibu-ibu rumah tangga, yang biasanya dianggap sebagai pekerjaan sambilan.
Perusahaan batik di Yogyakarta pada saat ini tidak mengalami perkembangan, hal tersebut didasarkan pada informasi yang kami peroleh dari perusahaan batik plentong. Tidak berkembangnya perusahaan batik tersebut di sebabkan oleh beberapa hal sebagai berikut:

  1. Keterikatan dan keinginan pengusaha batik untuk tetap mempertahankan keaslian ciri dan corak khas batik yang merupakan warisan budaya.
  2. Tidak dapat diterimanya penggunaan teknologi modern dalam proses pembuatan batik.
  3. Proses pembuatan batik yang cukup lama yang berakibat pada biaya pembuatan batik yang tinggi, sehingga harga jual menjadi tinggi.
  4. Pakaian batik hanya dapat digunakan pada kalangan tertentu dan saat-saat tertentu.
  5. Kegiatan pemasaran batik khususnya batik plentong hanya pada pangsa pasar lokal (hanya di yogyakarta).
  6. Kegiatan pemasaran yang berhubungan dengan luar negeri hanya bila ada pesanan dan menjalin kerjasama dengan travel biro yang mendatangkan wisatawan.

Kontribusi: Linda, Bagus, Dodi

TRADISI ADZAN PITU [ TRADISI ADZAN TUJUH ]

TRADISI ADZAN PITU [ TRADISI ADZAN TUJUH ]: Kumandang Adzan Tujuh di MASJID AGUNG SANG CIPTA RASA, Cirebon

Oleh Rere ‘Loreinetta

Biasanya adzan dilakukan oleh satu orang. Namun, apa yang bisa kita lihat di mesjid unik ini sangat berbeda. Mesjid ini adalah Masjid Agung Sang Cipta Rasa Cirebon.
Di masjid yang dibangun sekitar tahun 1480 ini, adzan justru dikumandangkan oleh tujuh orang sekaligus secara bersamaan.

Inilah tradisi adzan pitu di Masjid Sang Cipta Rasa Cirebon. Adzan dikumandangkan serentak oleh tujuh orang muadzin pilihan di masjid peninggalan Sunan Gunungjati. Suasana terasa khusuk saat koor panggilan sholat berkumandang. Satu hal yang tidak akan kita pernah temui di belahan dunia manapun. Subhanallah.

Tradisi ini telah berlangsung sejak lima ratus tahun lalu. Dahulu, adzan pitu dilantunkan setiap waktu sholat, namun kini hanya dilakukan pada saat sholat Jumat saja, pada azan pertama.

ASAL USUL MENGAPA “TUJUH (=PITU)”

Masjid Agung Sang Cipta Rasa merupakan masjid tertua di Cirebon. Masjid ini terletak di sebelah barat alun-alun Keraton Kasepuhan Cirebon dan dibangun sekitar tahun 1480 M.

Wali Songo berperan besar terhadap pembangunan masjid ini. Sunan Gunung Jati yang bertindak sebagai ketua pembangunan masjid ini menunjuk Sunan Kalijaga sebagai arsiteknya. Nama masjid ini sendiri diambil dari kata “sang” yang artinya keagungan, “cipta” yang artinya dibangun, dan “rasa” yang artinya digunakan.

Pembangunan masjid ini melibatkan 500 pekerja dari Demak, Majapahit, dan Cirebon sendiri. Selain itu, yang cukup menarik, didatangkan Raden Sepat (Masyarakat sekitar menyebut : Raden Sepet).

Raden Sepat merupakan arsitek Majapahit yang menjadi tahanan perang Demak-Majapahit. Raden Sepat didatangkan dari Demak. Tindakan ini dilakukan oleh Demak sebagai imbalan kepada Cirebon karena telah membantu mengirim pasukan dalam penyerangan ke Majapahit.

Raden Sepat berperan dalam membawa tukang-tukang dari Majapahit. Bahkan, menurut cerita dalam babad dikatakan bahwa serambi utama masjid itu berasal dari kota Majapahit. Raden Sepat merancang ruang utama masjid berbentuk bujur sangkar dengan luas 400 meter persegi. Tempat imam menghadap barat dengan tingkat kemiringan 30 derajat arah barat laut.

Keunikan lain dari masjid ini adalah tidak mempunyai kubah. Tidak adanya kubah di Masjid Agung Sang Cipta Rasa ini diawali oleh cerita kumandang adzan pitu (adzan tujuh). Menurut informasi dari buku Babad Cirebon, adzan tujuh atau dikenal dengan sebutan adzan pitu berawal sejak masa awal perkembangan Islam di Cirebon.

Konon di Masjid Agung Sang Cipta Rasa dahulu ada musibah yang menyebabkan tiga orang muadzin tewas berturut-turut secara misterius. Ketika masjid ini didirikan, memang masyarakatnya sebagian besar belum memeluk agama Islam. Mereka menolak pembangunan masjid ini. Penolakan itu diwujudkan melalui kekuatan sihir yang menyebabkan kematian misterius tiga muadzin masjid ini.

Konon saat itu, sihir itu melalui perwujudan makhluk siluman bernama Menjangan Wulung yang bertengger di kubah masjid, dan menyerang setiap orang yang melantunkan adzan maupun hendak sholat.
Setiap muadzin yang melantunkan adzan selalu meninggal terkena serangan Menjangan Wulung. Menjangan Wulung tidak senang dengan penyebaran agama Islam, dan ingin menghambatnya. Kondisi ini membuat resah umat Islam.
Akhirnya para wali meminta petunjuk Allah atas masalah yang terjadi.

Para wali menganggap ada satu kekuatan khusus yang menolak Islam berkembang di daerah Cirebon. Setelah Sunan Gunungjati bermusyawarah dengan para tetua dan memohon petunjuk dari Allah, Sunan Kalijaga mendapat petunjuk untuk segera mengumandangkan adzan yang diserukan oleh tujuh orang muadzin sekaligus sebelum sholat, lalu dititahkan oleh Sunan Gunungjati, kemudian disebut tradisi adzan pitu. Adzan pitu merupakan titah Sunan Gunungjati untuk mengalahkan pendekar jahat berilmu hitam bernama Menjangan Wulung.

Tujuh orang yang melantunkan adzan ini merupakan pengurus masjid yang telah dipilih penghulu masjid. Meski tak ada persyaratan khusus, namun sebagian besar muadzin merupakan keturunan dari muadzin adzan pitu sebelumnya. Mereka mengaku, mendapat ketenangan dan lebih khusuk beribadah sejak menjadi muadzin adzan pitu.

Pada saat akan melaksanakan shalat Subuh, itulah pertama kali adzan pitu (tujuh) dikumandangkan. Bersamaan dengan itu, dentuman besar terdengar dari kubah masjid. Kubah masjid mendadak jebol dan hilang.

Bersamaan dengan itu seketika binasalah kekuatan gaib yang disebarkan oleh makhluk halus bernama Menjangan Wulung. Ternyata selama ini Menjangan Wulung bertengger di atas kubah tersebut. Setelah Menjangan Wulung dapat dikalahkan, pemiliknya masuk Islam.

Menurut cerita, karena ledakan dahsyat tersebut, kubah masjid itu terlempar ke Banten. Itu sebabnya mengapa hingga saat ini Masjid Agung Sang Cipta Rasa tidak mempunyai kubah sedangkan Masjid Agung Banten memiliki dua kubah.

Sampai sekarang tradisi adzan pitu masih dilaksanakan. Kalau dahulu adzan pitu itu dikumandangkan ketika shalat Subuh, saat ini adzan pitu dikumandangkan pada saat shalat Jumat, oleh tujuh orang dengan berpakaian serba putih.

BANGUNAN MASJID YANG UNIK

Masjid Sang Cipta Rasa ini juga dikenal sebagai ‘masjid kasepuhan’, karena berada di lingkungan Keraton Kasepuhan. Meskipun masjid ini telah dipugar beberapa kali, namun sebagian besar bangunannya masih asli.

Selain adzan pitu, masjid yang didirikan Sunan Gunungjati tahun 1478 ini memiliki sejumlah keunikan lain. Diantaranya adalah tempat wudhu dengan mata air yang tak pernah kering. Sejumlah warga bahkan mengambil air yang disebut Banyu Cis ini untuk dijadikan obat berbagai penyakit manusia dan kesuburan sawah.

Di dalam masjid terdapat tiang yang disebut saka tatal. Tiang ini dibuat oleh Sunan Gunungjati dari sisa-sisa kayu yang disatukan. Lewat tiang ini, Sunan Gunungjati memberi pesan bahwa persatuan yang kokoh, bisa menopang beban seberat apapun.

Pintu masjid dibuat rendah, hanya seukuran badan manusia. Sehingga siapapun yang masuk atau keluar masjid, harus merunduk. Maknanya adalah, saat beribadah di hadapan Tuhan, manusia tidak boleh sombong.

Di dalam masjid terdapat dua pagar, yakni di bagian kanan depan dan kiri belakang. Dua ruangan khusus ini hanya boleh diisi oleh keluarga Sultan Kasepuhan dan Sultan Kanoma, dua kesultanan yang masih bertahan di Cirebon.

Saat bulan puasa, tak hanya warga Cirebon yang beribadah di masjid ini. Sejumlah peziarah maupun warga dari luar kota memperoleh pengalaman spiritual saat beribadah di masjid ini.

Kata Sang Juara: Maria Wiedyaningsih

penulis hari ketika penyihir menjadi nagaRetakanKata – Maria Wiedyaningsih, perempuan kelahiran Purwokerto 1 Desember 1977 ini suka menulis cerpen anak-anak. Banyak belajar menulis dari karya-karya Lena D, penulis yang karyanya sering dimuat di sebuah majalah anak-anak. Sekarang, sedang belajar menulis apa saja. Dari tulisan beberapa karakter yang harus muat di twitter, sampai novel yang nyaris semuanya tidak selamat sampai bab pertama. Meskipun sudah terlalu uzur, sangat menyukai Harry Potter dan Detektif Conan. Selain itu suka membaca apa saja yang menarik hatinya. Novel yang sampai sekarang masih berkesan untuknya adalah A Walk to Remember, karya Nicholas Sparks. Celotehannya bisa dilihat di http://www.mariawiedyaningsih.com. Saat profil ini ditulis, blog tersebut nyaris tidak ada apa-apanya, tapi semoga di masa depan bisa makin memberi makna. Punya akun facebook sama seperti namanya, dan sampai saat ini belum pernah menulis status apapun di akun tersebut.

“Buat saya, sebuah lomba menulis adalah sebuah tempat bernama keberanian, sekaligus tempat yang memberi kebanggaan. Sayangnya, tempat tersebut selalu berada di seberang jurang. Perlu membangun sebuah jembatan, naik balon udara, meniti tali, apapun agar bisa sampai ke sana.
Ketika mengetahui RetakanKata mengadakan lomba menulis cerpen, yang pertama terlintas dalam pikiran, tentu saja, saya harus ikut. Namun sudah banyak sekali saat di mana saya sudah begitu banyak belajar, namun akhirnya terhenti karena kehilangan keberanian. Jangan-jangan, kali itu juga.
Dengan banyak keragu-ragu dalam pikiran, saya mulai mencari-cari ide. Namun akhirnya, tidak menemukan satu ide baru yang menurut saya cukup layak. Saya lirik ide-ide lama. Cerpen-cerpen malang saya yang hanya punya setengah nyawa, bahkan sepersepuluhnya saja.
Hari Ketika Seorang Penyihir Menjadi Naga mulai saya tulis sekitar setengah tahun lalu. Sepertinya cerpen tersebut merupakan cerpen (untuk pembaca dewasa) saya yang ke-20. Atau ke-30? Entahlah. Sebab hanya kurang dari sepuluh cerpen saja yang selamat mencapai kata terakhir. Cerpen lainnya bahkan hanya berupa beberapa baris pertama saja. Hari Ketika Seorang Penyihir Menjadi Naga cukup beruntung karena nyaris selesai.
Saya selesaikan cerpen tersebut. Lalu menyuntingnya terburu-buru saat jam-jam terakhir sebelum tenggat. Dan akhirnya, saya kirim, seingat saya, di menit terakhir tenggat waktu. Saya ingin naik balon udara, menikmati proses menuju tempat tujuan. Namun sekali lagi, saya harus meniti tali. Tapi mungkin, pergi ke tempat tujuan kita dengan meniti tali menarik juga, meskipun menegangkan.
Terima kasih RetakanKata, untuk perjalanan menarik ini.”
Maria Wiedyaningsih

Kata Sang Juara: Fahrul Khakim

penulis arwah keibuanRetakanKata – M. Nur Fahrul Lukmanul Khakim, lahir di Tuban, 02 Maret 1991 dan menghabiskan masa sekolah di Rengel, Tuban. Kini dia tercatat sebagai Mahasiswa Jurusan Sejarah Universitas Negeri Malang (UM) yang giat di FLP Malang, UKM Penulis, dan HMJ Sejarah. Karya-karyanya telah meraih beberapa penghargaan, antara lain: Juara 1 Lomba Menulis Cerpen Malang Post 2011 tingkat Nasional, Juara 1 Lomba Cerpen Mahasiswa Se-UM HMJ Sasindo 2012, Juara 2 Peksiminal Karya Sastra UM Kategori Cerpen 2012, Juara 2 Kompetisi Menulis Rubrik Majalah Komunikasi UM Kategori Cerpen 2011, Juara 3 Lomba Cerpen On The Spot Writing Contest diselenggarakan FLP Malang, Pemenang Harapan Kategori C LMCR Rohto Mentholatum Golden Award 2011, Nominator Sayembara Menulis Cerpen 2011 Tingkat Mahasiswa Se-Indonesia UKM Belistra UNTIRTA, Nominator 10 Cerpen Terbaik Lomba Menulis Cerpen Se-Jawa Timur oleh MP3 FIP UM. Cerpen-cerpennya pernah dimuat di KaWanku, Gaul, Teen, Hai, Gadis, Story dan berbagai media massa lainnya, serta tergabung dalam antologi Bulan Kebabian (UKM Belistra, Nopember 2011) dan Menembus Dosa di Negeri Celaka (Komunikasi, Nopember 2011). E-mail / FB: fahrul.khakim@yahoo.com . Blog: http://www.fahrul-khakim.blogspot.com.

RetakanKata? Tak sekedar melukis dengan kata-kata, merangkainya jadi literasi yang nyata dan rupawan, namun juga penuh makna yang tajam serta menawan. RetakanKata yang telah menggelar ajang seni kata-kata yang berbias realita ini merupakan wujud apresiasi pada insan-insan pena Indonesia. Dari dan untuk penikmat sastra. Selamat dan sukses untuk Lomba Cerpen Retakan Kata. Semoga bisa menginspirasi semua orang tentang makna berkarya dari hati untuk semua hati pelaku kehidupan.”
-M. Nur Fahrul Lukmanul Khakim-

Pengumuman Pemenang Lomba Menulis Cerpen RetakanKata

jawara menulis
Ilustrasi dari apegejadifilewordpressdotcom
RetakanKata – Satu bulan berlalu sejak naskah lomba menulis cerpen dinyatakan ditutup pada tanggal 10 Februari 2011. Satu bulan yang penuh penantian bagi para peserta dan satu bulan penuh kerja keras bagi panitia dan dewan juri. Tidak terbayangkan sebelumnya jika jumlah peserta akan begitu banyak, mencapai 490 pendaftar lomba. Sayang, ‘hanya’ 360 cerpen yang layak untuk diikutkan dalam penjurian. Sebagian peserta yang lain bahkan tidak mengirim naskah atau terlambat mengirim naskah. Meski ‘hanya’ 360 cerpen, namun jumlah itu cukup merepotkan para juri, di tengah keterbatasan waktu, tenaga dan pikiran, panitia dan para juri berusaha maksimal menilai cerpen-cerpen yang dilombakan yang mana hampir sama bagusnya satu dengan yang lain. Sangat sulit untuk menentukan satu karya yang paling bagus sehingga para juri, mau tidak mau, mengulang-ulang membaca dan menilai agar menghasilkan pilihan optimal.
Untuk dapat dinilai, cerpen-cerpen diseleksi terlebih dahulu sesuai ketentuan lomba. Amat disayangkan jika ada peserta yang sudah menulis cerpennya dengan bagus namun tidak mengikuti ketentuan lomba seperti misalnya mengirim dalam bentuk email, mengirim lebih dari satu cerpen dan yang lebih parah, belum mendaftar sudah mengirim cerpen. Setelah diseleksi, naskah cerpen dikirim ke para juri tanpa ada identitas penulis. Hal ini untuk menjaga obyektivitas penilaian cerpen. Kemudian para juri melakukan penilaian yang meliputi tiga hal, aspek materi cerita; aspek kebahasaan; dan aspek keindahan. Hal yang dinilai dari materi cerita meliputi: tema yang diangkat, latar cerita, penokohan, alur cerita dan juga nilai tambah yang bisa berbentuk pesan moral ataupun pengetahuan. Adapun penilaian aspek kebahasaan meliputi kesesuaian dengan Ejaan Bahasa Indonesia Yang Disempurnakan, efisiensi dan efektivitas bahasa serta tingkat ‘gangguan bahasa’ yang ada dalam cerita. Selain itu, tentu saja diksi dan komposisi yang membentuk keindahan cerita turut dipertimbangkan.
Setelah menjalani proses yang cukup melelahkan, berikut adalah cerpen-cerpen terpilih:

Juara I
Judul: Hari Ketika Seorang Penyihir Menjadi Naga
Karya: Maria Wiedyaningsih
Berhak mendapat hadiah uang tunai sebesar Rp 1.000.000,00 (satu juta rupiah) dan satu buku Antologi Cerpen RetakanKata.

Juara II
Judul: Arwah Keibuan
Karya: Fahrul Khakim
Berhak mendapat hadiah uang tunai sebesar Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) dan satu buku Antologi Cerpen RetakanKata.

Dan berikut ini adalah cerpen-cerpen terbaik yang berhak masuk dalam buku Antologi Cerpen RetakanKata:
–> Burung Gereja di Nagoya, karya Beta Tangguh
–> Dotage, karya MK Wirawan
–> Stasiun Kesunyian, karya Gatot Zakaria Manta
–> Tempe Busuk, karya Victor Delvy Tutupary
–> Bungkam, karya Latifatul Khoiriyah
–> Cinta yang Menyebalkan, karya Miftah Fadli
–> Ibuku Pelacur, karya Sam Edy Yuswanto
–> Budak-budak Tuhan, karya M Nasif
–> Depan Cermin, karya Dandun Suroto
–> Dia, karya Meilia Aquina Hakim
–> Rhesus, karya Zakiya Sabdosih
–> Rantai Mawar, karya Adellia Rosa Rindry Poetri
–> Cincin, karya Canaliy

Tiga belas pemenang tersebut berhak mendapatkan satu buku gratis Antologi Cerpen RetakanKata.
Segenap panitia dan juri mengucapkan SELAMAT MENJADI PEMENANG dan tetap berkarya untuk sesama!

Salam,

Soe Tjen Marching
Aktivis Budaya, Penulis Novel ‘Mati Bertahun Yang Lalu’ dan Buku ‘Kisah di Balik Pintu

Kit Rose
Penyair, Penulis Buku Kumpulan Cerpen ‘Perempuan di Tengah Badai’ dan ‘Tentang Rasa

Ragil Koentjorodjati
Cerpenis, Pengelola RetakanKata.com.

Catatan:
Apabila segenap pembaca pengumuman ini menemukan kecurangan pada cerpen-cerpen terpilih di atas, mohon memberikan informasi secepatnya kepada pengelola melalui email di retakankata@gmail.com.

DAFTAR PESERTA LOMBA MENULIS CERPEN RETAKANKATA

Tanggal 5 Februari 2012 sebagai batas akhir waktu pendaftaran lomba menulis cerpen pada blog RetakanKata, telah terlewati. Sejumlah 482 telah mendaftarkan diri untuk mengikuti lomba. Luar biasa! Terima kasih atas peran serta dan partisipasi rekan-rekan semua. Dan dengan pengumuman ini, PENDAFTARAN SEBAGAI PESERTA LOMBA MENULIS CERPEN DINYATAKAN DITUTUP. Selanjutnya, kami menunggu rekan-rekan yang telah terdaftar sebagai peserta untuk mengirim naskah yang dilombakan sampai dengan batas waktu yang telah ditetapkan.
Berikut adalah DAFTAR PESERTA LOMBA MENULIS CERPEN RETAKANKATA 2012:
yuanitae@
ihsanialaidrus@
guisusan@
yukikana@
aiioe1992@
uswatun3112@
dwiyulihandayani@
dhanzz_dhanzz@
isma.wasingatoen@
doankone@
mitralovelin@
eriesdhycohianessa@
tiowidodo@
buubufun_03@
anynuraisyah@
rtp_eg_snwd@
gaunggerimis@
aliassyah@
azam_rm@
bilabaik@
tinulaberta227@
loesy_dunk@
hanita_mei@
theodorus_xan@
aprilianawakhidah@
one_freedom_united@
irarumantiafauzia@
niilasilalhaa@
lita.narul@
trini_1992@
puzphitasarii@
y_adam_n21@
yudhistira1994@
muhadiw@
sept.wul25@
wondergalzdream@
flamies4@
q_primathika@
irmabjm86@
cah_solih@
rakfir_reza@
vivikusdeean@
irizkiyah@
afif.zakariya@
santiasa_putra@
intan169@
nnovita61@
adnan_ibnusina@
senandunghitamputih@
al_razak13@
v.d.tutupary@
priyox@
sushinez_girl@
yuslinanurmuliani@
nailuffar@
juliaprimadani@
lycha_99@
penulisalammaya@
djat_mico@
damar_crb15@
fari.chen@
pauluscatur@
ophtymistych@
chouchan_imoet@
garonk_baek@
teekaiazmin@
suguhkurniawan@
el_ucup69@
mumuthamuth@
ied_free@
iandt.boyanz@
oliviahalim96@
dhan_ok@
m.hadi_habibi@
willyruniee@
yamassu99@
diaz.rti@
dinellaconcha@
deedyantry@
almurthawy@
lalefatma.yn@
hananicool@
john.darsanto@
rosevirjinia@
uchihaadawiahs@
munictalova@
tulalitulalit@
golintang@
ryan_kharis@
denny_mf_9f@
asro.pamenang@
ranisna90@
tiffanyputri_15@
penakawanbisa@
elis.nari@
tammy.sabaku_rdsb@
gadisgula@
nbrigithainthan@
rickylaode@
i3ncha_cweet@
zhye.cezgil@
tangguhbeta@
cahaya_karra@
zaka_oz@
vanyadankanata@
sastrawanlinglung@
claudya.chicgirl@
kawaii_jippie.chan@
muti_r@
han.rahmad@
gwenyth_06@
ristikum@
dynaz.inase@
edysam48@
niningwws@
hchristonk@
keshiasawitri@
skhana318@
merry.nezcvada15@
nisa.st_khoirin@
ayu_maelani@
etika_sunja@
puisihati_asti@
kcye_ncha@
yoga_yomail@
nirwannuraripin@
meilisa_nrz@
ray_birth@
gigi_abz89@
zulfa_amah@
fatur.sassygirlchunyang@
yatyatyammy@
fatimah.nuno@
muhammadadirangga@
hsdewi.sa@
farridatullatifah@
ira.sapi@
emutlial@
sani.rio@
dee_smile92@
nafa_s72@
ndusst@
maihamdati@
ayuriaandini@
ade.tarjamah@
sisca_njoman@
rsaktiningsih89@
faliatriindaharti@
dysjaemin.cassielf@
permata2009@
dwieranichigo@
dypisces@
santi.english08@
siti_sundari93@
ragilmulia23@
rinze23_deacon@
fa_rice_da_pure@
eput_cute92@
ummisabit@
dewiyf@
miawazmy@
membusuk@
rizami@
dedewqadriani@
nurul.theearthbender@
sherhya@
hikari.airinn@
sulesubaweh@
ghie_neh@
damae53@
hamzah4hz@
sinta_dicarirama@
rezainulakbar@
amarant.flaming@
cutiest_phe@
finosa_ocey@
himmah.fiddien@
res.ant_xxx@
a.rezainul@
nur.chayati83@
marselaniadewi@
adorkableracer@
bimaforever@
ya3263@
rina.rochmawati@
auliyanti@
hulya.urwati@
shofie_vie@
m.ridwanyazid@
omeliamercytikupadang189@
ilalangpenghayal@
me_at13@
martamarvelly@
rahadiwidodo@
agunghariyadi37@
rosa.adellia@
sovy_ratnawati@
lillypelangi981@
rizka.ridwan27@
runiiaprilia@
abonn@
sonia.ssundari@
junaidiabdulmunif@
komala_sari45@
flzefita@
uzairul_anam@
nusukabiru@
arashichiba_aoi@
sure_cahayahati@
suryantisukses@
sweetgirl.brella@
panduputradewa@
momboblucu@
naj_shy@
halimdwi00@
wanswarga@
nurmaimunitaf@
mel_toph@
ayaghe@
yulisutarsih@
zkashifarizka@
panoramadian@
tony.tj88@
braoxmabox@
rhezasatya@
anisa.hidayah@
muara_awan@
tataqweens@
mahdi_idris@
icaaicaa@
sepasangbidadari99@
sakuraimoet35@
nabila_halvawi@
miff.fadh@
wchaala@
emildaherlina@
m_rifqi_s@
shatyantarsa_193@
dee.ismarani@
bintang_cilik16@
hix_muach@
dika_sundari@
rizkimulasaputra@
mira_wirawan@
arshahappy@
thitysofia@
yesshe_c4yn@
edogawarasti@
endahaibara@
zakiyasabdosih@
penaregina@
latus_say@
fredioky@
angin.lembut@
senja_dewanti@
sasamarisa11@
kamiluddinazis@
nidakaniafauzia@
ika_tulistiwa@
marlinda.silviani@
bakwan.didot@
raramorata@
rau.lestari@
nurul_alohomora@
april_fatma@
indrawatiapriyani@
wajah_pagi@
henydria@
mustikarius@
dewi_ana11@
tahrera_lathifah@
septimeliautami@
just_a_b_i@
ken_zarah16@
ken_kinteki@
viari_anti@
rish_fey@
irsanramdany@
naya.syar@
irmadiananggraini@
aulia_khoirul@
fauziyahilma@
trisna_dehonian@
kode2langit@
ayosi71@
adstika@
so_evil_of_me@
mnasif@
cintaraga@
ismailgalang@
putriprincess73@
rief_fatih@
ronrk@
diio_blues@
irvan_sembiring@
anandiamy@
nova_tul@
marwah.thalib@
skets.ubaid@
elispunya@
septyanitriwahyuni@
risty.ridharty@
ciani92.limaran@
missblue_me@
dhani.ramdhani.nur@
naya_45@
reni.dr@
raisha.se@
threepoint_shooter14@
nitanitoz@
mulesimule@
zie_fha@
erika.nm92@
dimaskeche@
shela_ayulia@
far4syah@
dwinta_meylani@
fina.lanahdiana@
rikaulya@
znuris@
rira_pu@
anhar_jankuracool@
ziah_booklover@
hanyfatun@
eqwant.1613@
dhesiptr@
sabirin_clever@
ntanz_uciha@
ranmoury_53@
leenz_kyutz@
jungjiyool@
nnurkaeti@
stroberrinoionoi@
kyuta_zuka@
arklob.nana@
monikamaharani@
gsahadewa@
nida.tsaura@
patrickprasetyo@
e2e_only@
meitamorphosa@
edward_chany@
fmziah@
rintaratna@
elno8abenx@
edvinberliansi@
aditya.hariyadi@
ayuathma@
bayuahmadramdani@
andinakresna@
namiib6@
wulansarinurazkiyah@
veronicachristyn@
rizarahmahangelia@
rofi.aini@
ny.elly2107@
bdxfun@
windi.widiastuty@
zidka_zahrana@
ye_fa_ta@
linduth.kiyuth@
siwisulistyarahayu@
erlindahapsari@
dhilayaumil@
himaprodipbsi@
evillivie@
chenumber1@
gud_nha@
astrikusumand@
erlinda.sw@
imoetinna38@
nyet.onyet92@
risca.dwinov23@
pocci_69@
veronica_faradilla@
ssenimangila@
roro.rhyna@
arisaaqmarina@
d.gamez.l0ver@
lucky_katak@
kucing.senja@
iloel_huda@
deacit@
boelnia@
m_adnan1026@
latifnur99@
suhartinajufri@
mmayyasya@
enurmalanur@
silvia.anggit@
chemist18rahmah@
fahrul.khakim@
tyne_siders@
selly_pee@
azizah_1992@
akoe_rosana@
captain_zero17@
vienomara@
aila.kirisame@
asma_wh@
tiamayaaffrita@
akhi_pangerancibaduyut@
marliyanti.yanti@
dandunsuroto@
ndutzaja@
rafaela_grecella@
yasmin_friendship@
ooooo_belle@
alamatgampang@
khaliefah_assuyuthy@
erni_jayanti90@
sophiemutia@
lovely_yonghwa@
ekalayasaatsenja@
pangeranjodipati@
ginger_thumb@
aquariel_02@
nurul_mira@
ziif@
anjelinalampard@
rickydwi_apriadi_s4@
achzan29@
ninavinolia@
katon_at@
shabriyahakib@
dhunt.dee@
lyzine@
ratlieamour@
ari_11301308_piksi@
dwiapriyanti4@
sbu_21@
maria_ita610@
sevtavianicwp@
cornelia_lovecantik@
el_eyra@
laily_van_borneo@
imardiati@
fireflyseven711@
mumfasiroh@
margaretdolce@
minarsihdaqu@
szn_8745@
heni.cutez31@
irfan.syariputra@
kania_khoirunnisa@
real.linggarjh@
olweztdhebiqo@
lets.saveourearth@
ikramnurfuady@
seviwening@
rahayu_jen@
pramesty_gy@
damas_ucha@
i.figli@
elikamilah@
irwanto.candra@
tantyach@
indrabudipermana@
faraharfi@
aini.nur.sagita@
sunarniriningsih@
chandrawulandari89@
budimanfanny@
kenza_v3acoolz@
setia26pyo@
bean182@
haylswilliams@
anggikhoerunnisa@
mahaputra.excalibur@
dechie_maulidyamarsha@
katulistiwasari@
anesa_niwa@
astrianakrisma@
popo.poyoli@
karimahskarimah@
ican_y07@
starvy16@
muh.abdurrahman_clp@
dwmulyaningsih@
adibsusilo2011@
chandra_suhartono@
salamih_j@

SALAM SASTRA DAN SELAMAT BERJUANG!

Informasi Lomba Cerpen RetakanKata

Semarak Lomba Cerpen RetakanKata masih terus berlangsung. Sampai saat ini, 29 Januari 2012, sebanyak 315 orang mendaftarkan diri sebagai peserta, dan 100 karya sudah masuk ke panitia. Pendaftaran lomba masih terbuka sampai dengan tanggal 5 Februari 2012. Mengenai cara mendaftarkan diri, bisa dilihat di sini atau di sini. Batas akhir pengiriman naskah tanggal 10 Februari 2012. Tata cara pengiriman naskah dapat dilihat di sini dan di sini. Terima kasih atas partisipasinya.
Mengingat banyaknya peserta dan naskah yang masuk, tidak memungkinkan bagi panitia untuk melakukan update informasi setiap saat dan menjawab pertanyaan-pertanyaan yang sama berulang-ulang di blog ini dikarenakan teknis website yang menganggap pertanyaan dan jawaban yang sama sebagai SPAM. Terkait dengan hal tersebut, maka sangat diharapkan agar teman-teman melihat dan membaca posting-posting yang ada di PAGE FACEBOOK RetakanKata (Blog Seni dan Budaya).
Sekali lagi terima kasih atas kerja sama dan partisipasi sahabat semua. Selamat Berlomba!

LOMBA CERPEN RETAKANKATA

Oleh Ragil Koentjorodjati

Tidak terasa blog RetakanKata hampir berumur satu tahun sejak berdiri pada 13 Februari 2011, satu hari menjelang perayaan hari kasih sayang (Valentine Day). Pada usia yang masih sangat belia ini, RetakanKata sudah mempublikasi kurang lebih 125 artikel dalam waktu 10 bulan dan dikunjungi lebih dari 12300 kali. Memang belum berarti apa-apa untuk ukuran sebuah blog. Tetapi semua itu patut untuk disyukuri di tengah berbagai tantangan kesulitan sumber daya manusia pengelolanya dan juga tentu saja sumber daya finansial yang semuanya bergantung pada donasi pendirinya. Semua masih terus berproses untuk dan mewujudkan pembangunan budaya dengan pendekatan sastra. Budaya menulis, budaya membaca, budaya berpikir dan yang lebih penting mengurangi budaya instan.
Teknologi diciptakan untuk mempercepat proses dan berproduksi. Tetapi secanggih apapun teknologi, itu tidak mengubah bahwa manusia harus tetap berpikir, membaca, menulis dan belajar. Tanpa mempertahankan proses berpikir ini, teknologi akan mati dengan sendirinya dan kemudahan-kemudahan dari hasil teknologi pun akan mendatangkan kesulitan baru. Untuk itu perlu keseimbangan dan pemeliharaan agar manusia tidak terperangkap pada budaya instan yang semakin akut dan abai terhadap proses berpikir dan belajar, terbuai kehebatan dan kenikmatan dari hasil teknologi.
Untuk itu, dalam rangka peringatan 1 tahun blog RetakanKata dan dalam rangka mendukung pemeliharaan proses berpikir, blog RetakanKata menyelenggarakan lomba menulis cerpen dengan ketentuan sebagai berikut:
1. Peserta adalah warga negara Indonesia dan memiliki kartu identitas (KTP/KTM/SIM/Kartu Pelajar atau Pasport Indonesia).
2. Tema: Bebas.
3. Peserta hanya boleh mengirimkan satu karya cerpen dengan ketentuan.
• Peserta mengirim email dengan subyek LOMBA CERPEN RETAKANKATA ke retakankata@gmail.com dengan dilampiri dua file. Satu file berisi cerpen yang dilombakan (tanpa mencantumkan nama penulis dalam tulisan cerpen) dan satu file berisi biodata penulis secukupnya dan rekening bank serta dilampiri hasil scan kartu identitas.
• Peserta mendaftar dengan cara submit sebagai follower (daftar email berlangganan) pada blog RetakanKata dengan menggunakan alamat email yang akan digunakan untuk mengirim CERPEN serta tergabung dalam facebook page RetakanKata (Blog Seni dan Budaya). Pendaftaran lomba ini tidak dipungut biaya alias GRATIS. Batas akhir pendaftaran tanggal 5 Februari 2012.
• Batas akhir pengiriman naskah adalah tanggal 10 Februari 2012 pukul 12.00 siang WIB.
• Cerpen yang dilombakan belum pernah dipublikasikan dalam bentuk apa pun, baik sebagian maupun seluruhnya, baik di media cetak maupun portal dan blog pribadi.
• Cerpen tidak sedang diikutkan dalam perlombaan serupa.
• Cerpen ditulis dalam bahasa Indonesia yang baik dan benar sesuai kaidah bahasa Indonesia.
• Cerpen adalah karya asli, bukan saduran, bukan jiplakan sebagian atau seluruhnya.
• Cerpen diketik dengan menggunakan huruf Times New Roman, font 12, pada kertas A4 dengan spasi 1,5 margin 4 cm dari atas, 4 cm dari kiri, 3 cm dari bawah, 3 cm dari kanan, dengan jumlah kata antara 1200 sampai dengan 3500 kata, termasuk judul dan catatan kaki.
• Cerpen tidak mencantumkan nama pengarang.
4. Penilaian cerpen menggunakan sistem blind review (penulis dan penilai tidak diketahui namanya). Unsur utama yang dinilai adalah keindahan, kepadatan (bernas) cerita, dan kebahasaan. Cerpen yang tidak memenuhi ketentuan pada butir tiga, secara otomatis gugur. Seleksi pertama, akan dipilih 15 (lima belas) cerpen terbaik. Seleksi berikutnya, dari lima belas cerpen terbaik tersebut, akan dipilih Juara I dan Juara II. Lima belas cerpen terbaik akan dibukukan.5. Hadiah:
• Juara I Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) ditambah buku kumpulan cerpen lima belas terbaik.
• Juara II Rp 500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) ditambah buku kumpulan cerpen lima belas terbaik.
• Peserta yang cerpennya masuk pada lima belas cerpen terbaik akan mendapat buku kumpulan cerpen lima belas terbaik.
6. Ketentuan lain:
• Semua cerpen yang dilombakan menjadi milik blog RetakanKata dan boleh dipublikasikan di blog RetakanKata.
• Lima belas cerpen terbaik menjadi milik bersama yaitu penulis dan blog RetakanKata.
• Keputusan juri atas lomba ini tidak dapat diganggu gugat.
• Apabila di kemudian hari ditemukan pelanggaran atas ketentuan lomba ini, maka tanggung jawab sepenuhnya ada pada penulis dan dikenai sanksi pencabutan penghargaan sebagai pemenang lomba, serta mengganti kerugian yang ditimbulkan.
• Keuntungan dari penjualan buku lima belas cerpen terbaik akan dibagi tiga yaitu, untuk sosial (panti asuhan dan anak jalanan), untuk penulis dan untuk blog RetakanKata.
• Ketentuan lain yang mungkin perlu ditambahkan dan hal-hal yang belum jelas akan disampaikan lewat email. Demikian juga dengan pertanyaan, agar disampaikan lewat email.Selamat Berkarya!

Terkait dengan Lomba Cerpen RetakanKata:
Informasi Lomba Cerpen RetakanKata

CANDI SUKUH: MIRIP INCA DAN EROTIS

Oleh Rere ‘Loreinetta

Candi Sukuh terletak di lereng Gunung Lawu, di Desa Berjo Kabupaten Karanganyar, Jawa Tengah. Sebuah candi yang memiliki struktur bangunan yang unik karena bentuknya mirip bangunan piramid bangsa Maya. Menurut promosi Dinas Pariwisata Karanganyar, candi yang dibangun masyarakat Hindu Tantrayana tahun 1437 itu selain merupakan candi berusia paling muda di Bumi Nusantara juga candi paling erotis.
Yang unik, di kompleks candi ini terdapat patung-patung makhluk bersayap. Makhluk ini disebut sebagai garuda karena salah satu patung yang masih utuh menunjukkan kepala seperti burung garuda. Hanya saja, patung-patung ini memiliki tangan dan kaki seperti manusia dan sayap seperti malaikat. Apakah patung ini menggambarkan makhluk alien?
Konon, candi ini merupakan saksi terakhir kejayaan kerajaan Hindu di Jawa. Struktur situs Candi Sukuh sangat unik jika dibandingkan dengan kompleks candi-candi lain yang ada di Indonesia. Kompleks Candi Sukuh terdiri dari beberapa teras yang mengingatkan kita pada struktur punden berundak pada zaman megalitikum. Oleh karena itu, banyak ahli yang menyebutkan bahwa candi ini merupakan hasil akulturasi agama Hindu dengan kepercayaan terhadap arwah nenek moyang yang telah ada di daerah itu.
Candi ini sangat sederhana dan berisikan sejumlah relief dengan berbagai bentuk. Di antaranya bentuk kelamin laki-laki dan wanita yang dibuat hampir bersentuhan. Pada deretan relief-relief yang menghiasi dinding candi juga digambarkan relief tubuh bidadari dengan posisi “pasrah” serta relief rahim wanita dalam ukuran cukup besar.
Relief-relief seks itu menggambarkan lambang kesucian antara hubungan wanita dan pria yang merupakan cikal bakal kehidupan manusia. Hubungan pria dan wanita melalui relief ini dilambangkan bukan melampiskan hawa nafsu, tapi sangat sakral yang merupakan curahan kasih sayang anak manusia untuk melahirkan sebuah keturunan.
Candi ini dianggap cukup kontroversial. Hal ini disebabkan banyaknya simbol-simbol seksualitas yang dapat ditemui di kompleks candi. Simbol-simbol “lingga” dan “yoni” dapat kita temui pada relief atau pun arca yang ada.
Dan uniknya, simbol-simbol kesuburan ini tergambar dengan jelas. Tanpa diberitahu oleh siapa-siapa pun kita akan tahu melambangkan apa simbol-simbol itu. Lihatlah bentuk lambang seksualitas ini.
Relief phallus yang bertemu dengan vagina dan terdapat pada lantai dasar Gapura teras pertama Candi Sukuh.

Selain itu sekitar candi juga dipenuhi relief-relief yang satu sama lain tidak berhubungan sehingga menimbulkan banyak ceritera. Kisah-kisah tentang relief itu bisa beragam tergantung persepsi orang-orang sesuai dengan sudut pandangnya. Ada legenda Dewi Uma yang dikutuk suaminya Batara Guru karena berbuat serong dengan seorang penggembala. Ada juga ceritera wanita yang kalah judi lalu dibebaskan di candi ini sehingga bisa masuk sawarga (surga). Legenda warga setempat menyebut candi ini merupakan tempat bertemu dengan roh yang sudah meninggal.
Bentuk candi ini yang berupa trapezium memang tak lazim seperti umumnya candi-candi lain di Indonesia. Sekilas tampak menyerupai bangunan suku Maya di Meksiko atau suku Inca di Peru.
Situs candi Sukuh ditemukan kembali pada masa pemerintahan Britania Raya di tanah Jawa pada tahun 1815 oleh Johnson, Residen Surakarta. Johnson kala itu ditugasi oleh Thomas Stanford Raffles untuk mengumpulkan data-data guna menulis bukunya The History of Java. Kemudian setelah masa pemerintahan Britania Raya berlalu, pada tahun 1842, Van der Vlis, yang berwarga negara Belanda melakukan penelitian. Lalu pada tahun 1928, pemugaran dimulai.
Candi Sukuh dibangun dalam tiga susunan trap (teras), di mana semakin ke belakang semakin tinggi. Pada teras pertama terdapat gapura utama. Pada gapura ini ada sebuah candra sangkala dalam bahasa Jawa yang berbunyi gapura buta abara wong. Artinya dalam bahasa Indonesia adalah “Gapura sang raksasa memangsa manusia”.
Kata-kata ini memiliki makna 9, 5, 3, dan 1. Jika dibalik maka didapatkan tahun 1359 Saka atau tahun 1437 Masehi. Di lantai dasar dari gapura ini terdapat relief yang menggambarkan phallus berhadapan dengan vagina. Sepintas memang tampak porno, tetapi tidak demikian maksud si pembuat. Sebab tidak mungkin di tempat suci yang merupakan tempat peribadahan terdapat lambang-lambang yang porno. Relief ini mengandung makna yang mendalam. Relief ini mirip lingga-yoni dalam agama Hindu yang melambangkan Dewa Syiwa dengan istrinya (Parwati). Lingga-yoni merupakan lambang kesuburan. Relief tersebut sengaja dipahat di lantai pintu masuk (gapura) dengan maksud agar siapa saja yang melangkahi relief tersebut segala kotoran yang melekat di badan menjadi sirna sebab sudah terkena “suwuk”.
Pada teras kedua juga terdapat gapura namun kondisinya kini telah rusak. Biasanya di kanan dan kiri gapura tersebut terdapat patung penjaga pintu atau dwarapala, namun di teras kedua ini penjaga pintu sudah dalam keadaan rusak dan sudah tidak jelas bentuknya lagi. Gapura sudah tidak beratap dan pada teras ini tidak dijumpai banyak patung-patung. Namun pada gapura ini terdapat sebuah candra sangkala pula dalam bahasa Jawa yang berbunyi gajah wiku anahut buntut. Artinya dalam bahasa Indonesia adalah “Gajah pendeta menggigit ekor”. Kata-kata ini memiliki makna 8, 7, 3, dan 1. Jika dibalik maka didapatkan tahun 1378 Saka atau tahun 1456 Masehi. Jadi jika bilangan ini benar, maka ada selisih hampir duapuluh tahun dengan gapura di teras pertama!
Pada teras ketiga terdapat pelataran besar dengan candi induk dan beberapa relief di sebelah kiri serta patung-patung di sebelah kanan. Jika para pengunjung ingin mendatangi candi induk yang suci ini, maka batuan berundak yang relatif lebih tinggi daripada batu berundak sebelumnya harus dilalui. Selain itu lorongnya juga sempit. Konon arsitektur ini sengaja dibuat demikian. Sebab candi induk yang mirip dengan bentuk vagina ini, menurut beberapa pakar memang dibuat untuk mengetes keperawanan para gadis. Menurut cerita, jika seorang gadis yang masih perawan mendakinya, maka selaput daranya akan robek dan berdarah. Namun apabila ia tidak perawan lagi, maka ketika melangkahi batu undak ini, kain yang dipakainya akan robek dan terlepas.

Relief yang menggambarkan ketika Bima mengangkat raksasa dengan tangan kiri, sedangkan tangan kanannya menancapkan kuku "Pancanaka” ke perut raksasa
Tepat di atas candi utama di bagian tengah terdapat sebuah bujur sangkar yang kelihatannya merupakan tempat menaruh sesajian. Di sini terdapat bekas-bekas kemenyan, dupa dan hio yang dibakar, sehingga terlihat masing sering dipergunakan untuk bersembahyang.
Dengan struktur bangunan seperti ini boleh dibilang Candi Sukuh dikatakan menyalahi pola dari buku arsitektur Hindu Wastu Widya. Di dalam buku itu diterangkan bahwa bentuk candi harus bujur sangkar dengan pusat persis di tengah-tengahnya, dan yang di tengah itulah tempat yang paling suci.
Sedangkan ikhwal Candi Sukuh ternyata menyimpang dari aturan-aturan itu, hal tersebut bukanlah suatu yang mengherankan, sebab ketika Candi Sukuh dibuat, era kejayaan Hindu sudah memudar, dan mengalami pasang surut, sehingga kebudayaan asli Indonesia terangkat ke permukaan lagi yaitu kebudayaan prahistori jaman Megalithic, sehingga mau tak mau budaya-budaya asli bangsa Indonesia tersebut ikut mewarnai dan memberi ciri pada candhi Sukuh ini. Karena trap ketiga ini trap paling suci, maka maklumlah bila ada banyak petilasan.
Seperti halnya trap pertama dan kedua, pelataran trap ketiga ini juga dibagi dua oleh jalan setapak yang terbuat dari batu. Jalan batu di tengah pelataran candi ini langka ditemui di candi-candi pada umumnya. Model jalan seperti itu hanya ada di “bangunan suci” prasejarah jaman Megalithic.
Di sebelah selatan jalan batu, pada pelataran terdapat fragmen batu yang melukiskan cerita Sudamala. Sudamala adalah salah satu 5 ksatria Pandawa atau yang dikenal dengan Sadewa. Disebut Sudamala, sebab Sadewa telah berhasil “ngruwat” Bathari Durga yang mendapat kutukan dari Batara Guru karena perselingkuhannya.
Sadewa berhasil “ngruwat” Bethari Durga yang semula adalah raksasa betina bernama Durga atau sang Hyang Pramoni kembali ke wajahnya yang semula yakni seorang bidadari di kayangan dengan nama Bethari Uma. Sudamala bermakna ialah yang telah berhasil membebaskan kutukan atau yang telah berhasil “ngruwat”. Adapun Cerita Sudamala diambil dari buku Kidung Sudamala.
Arca kura-kura yang cukup besar sejumlah tiga ekor sebagai lambang dari dunia bawah yakni dasar gunung Mahameru
Pada lokasi ini terdapat dua buah patung Garuda yang merupakan bagian dari cerita pencarian Tirta Amerta yang terdapat dalam kitab Adiparwa, kitab pertama Mahabharata. Pada bagian ekor sang Garuda terdapat sebuah prasasti. Kemudian sebagai bagian dari kisah pencarian Tirta Amerta (air kehidupan) di bagian ini terdapat pula tiga patung kura-kura yang melambangkan bumi dan penjelmaan Dewa Wisnu.
Bentuk kura-kura ini menyerupai meja dan ada kemungkinan memang didesain sebagai tempat menaruh sesajian. Sebuah piramida yang puncaknya terpotong melambangkan Gunung Mandaragiri yang diambil puncaknya untuk mengaduk-aduk lautan mencari Tirta Amerta.
Secara keseluruhan, mengunjungi objek wisata Candi Sukuh memberikan pandangan baru akan bentuk candi maupun relief-reliefnya yang tidak lazim seperti layaknya candi-candi lain di pulau jawa. Tentunya hal ini merupakan bukti yang menunjukkan akan kekayaan budaya bangsa Indonesia.
Another Wonder of the World
Hasil kontes kepopuleran situs sejarah yang kemudian mereka sebut New 7 Wonders, menjadi menarik dengan masuknya salah satu situs sejarah peradaban Maya, yang berupa piramida di Chichen Itza. Melihat bentuk bangunan ini boleh jadi kita akan teringat Candi Sukuh, sebuah situs bersejarah yang ada di Jawa Tengah.
Bandingkan kemiripannya.
piramida Inca dan candi Sukuh Indonesia

Yang menarik adalah bentuk dari candi utama. Bentuk candi ini sangat mirip dengan bentuk bangunan-bangunan bersejarah yang ditemukan pada peninggalan-peninggalan kebudayaan Maya dan Inca.

Bagaimana ceritanya ya, hingga bisa memberikan deduksi yang dapat diterima mengenai kesamaan arsitektur di dua tempat yang terpisah sangat jauh. Anehnya, Candi Sukuh merupakan satu-satunya candi di Indonesia yang memiliki arsitektur seperti ini. Mungkinkah ada bangsa Maya atau Inca yang tersesat sampai Sukuh?
Tapi, bagaimana mereka bisa sampai tempat ini? Kalaupun itu benar, berapa lama perjalanan yang telah mereka lakukan?

Candi Sukuh tampak depan
Ada teori yang menyatakan bahwa candi ini dibangun oleh makhluk yang berasal dari luar bumi. Mungkin memang tidak logis, tapi apapun itu, kita tidak bisa membuktikannya bukan?

Kalau kembali mengacu kepada gelar Another Wonder of the World, di mana bangunan piramida di Chichen Itza saja dianggap sebagai keajaiban dunia, mengapa Candi Sukuh tidak?
Tetapi sekali lagi menyimak keterangan di atas, bahwa secara keseluruhan, mengunjungi obyek wisata Candi Sukuh memberikan pandangan baru akan bentuk candi maupun relief-reliefnya yang tidak lazim seperti layaknya candi-candi lain di pulau jawa. Tentunya hal ini merupakan bukti yang menunjukkan akan kekayaan budaya bangsa Indonesia.
Bahwa ada kesamaan atau kemiripan antara bentuk candi sukuh dengan bangunan piramida di Chichen Itza, tentunya perlu penelitian lebih lanjut, adakah kaitan antara keduanya. Dan memang sampai sekarang para ahli sejarah belum bisa mengaitkan antara keduanya sehingga masih merupakan misteri.
Hal serupa juga terjadi dengan Candi Penataran di Blitar, Jawa Timur, juga menyimpan relief-relief yang aneh yang masih menjadi misteri bagi para ahli sejarah.

Relief lain di Candi Sukuh

Keindahan yang Teraniaya: Candi Ijo

Candi Ijo adalah candi Hindu yang berada tidak jauh dari Candi Ratu Boko atau kita-kira 18 km di sebelah timur kota Yogyakarta. Candi ini dibangun pada abad ke-9 pada saat zaman Kerajaan Mataram Kuno, dan terletak pada ketinggian 410 meter di atas permukaan laut. Karena berada di atas bukit yang disebut Gumuk Ijo, maka pemandangan di sekitar candi sangat indah, terutama kalau melihat ke arah barat akan terlihat wilayah persawahan dan Bandara Adisucipto.
Candi ini merupakan kompleks 17 buah bangunan yang berada pada sebelas teras berundak. Pada bagian pintu masuk terdapat ukiran kala makara, berupa mulut raksasa (kala) yang berbadan naga (makara), seperti yang nampak pada pintu masuk Candi Borobudur. Dalam kompleks candi ini terdapat tiga candi perwara yang menunjukkan penghormatan masyarakat Hindu kepada Trimurti: Brahma, Wisnu, dan Syiwa.
Sumber:Wikipedia
Sayang, candi peninggalan bersejarah tersebut tampak tidak terawat dengan memadai. Pada saat foto ini diambil, candi nyaris seperti tempat penitipan kayu. Setiap orang leluasa keluar masuk sehingga tidak heran jika candi menjadi tempat idola para pasangan lain jenis yang ingin melampiaskan rindunya. Mungkin karena pasangan-pasangan yang ke sana tidak tahu bahwa candi pun sebenarnya tempat beribadah, bukan tempat bermesum ria.
Jika melihat pemandangan alam di sekitarnya, sungguh memang amat memikat. Saya membayangkan seandainya tinggal di sana, rasanya seperti hidup di negeri di awan. Sampai kapankah keindahan-keindahan itu akan teraniaya?