Arsip Tag: tubektomi

Wanita Itu Bernama Marida #10

Cerbung Willy Wonga

Perang sepihakku. Hingga akhirnya wanita itu menyerah. Saat itu sudah tahun ke tujuh. Ketika aku mulai menemukan sosok pengganti Andre dalam diri Leo.

Tahun ketiga, wanita itu melakukan tubektomi. Dia terbaring di kamarnya selama seminggu setelahnya. Teman-teman Andre datang dan pergi. Lebih banyak dari mereka memberi simpati agar Andre tabah dan menerima keputusan mulia istrinya. Aku hanya masuk ke sana ketika dibutuhkan, ketika Andre tenggelam dalam alunan musik piano dan lupa mengantar makanan masakan Bi Imah pada Marida. Dia tersenyum dalam baringnya. Menanyakan apakah Aku tidak apa-apa selama seminggu ini sebab dia tidak mengantar ke sekolah. Aku bilang tidak apa-apa. Tidak bernada ketus, sedikit bertoleransi dengan keadaannya.

“Mengapa kamu melakukan ini?”  aku bertanya, dia memaksa diri tersenyum. Juga terkesan ditulus-tuluskan. Bagi Marida ini pertanyaan yang sama yang keluar dari mulut Andre. Pada Andre dia menjelaskan begini; betapa dia ingin hanya dengan mencintai Aleksa seorang, untuk membuktikan dia bisa menjadi istri Andre dan ibu tirinya, betapa rasa memiliki anak sendiri sudah tidak terlalu penting dibandingkan mengabdikan diri untuk cinta tak terbalasnya. Secara tersirat dia lebih memilih berkorban untukku ketimbang Andre, dan waktu itu Andre kecewa pada Marida. Terlebih Marida berniat melakukannya bukan untuk sementara.

cerita bersambung
gambar diunduh dari bp.blogspot.com

“Sakit?” mungkin suaraku terdengar berpura-pura, tetapi membuat Marida menggeleng lemah dan tersenyum lagi.

Tetapi hari-hari tetap berjalan dengan apa yang telah ada sebelum ini. Perang sepihakku. Hingga akhirnya wanita itu menyerah. Saat itu sudah tahun ke tujuh. Ketika aku mulai menemukan sosok pengganti Andre dalam diri Leo. Mungkin akhirnya jiwa-raganya telah terkorosi dengan intimidasiku yang tak kunjung habis.

Di matanya ada sembab. Sementara dadanya yang busung menyimpan sebak tertahan. Tiba-tiba dia merindukan seorang bayi lain untuk menghapus penatnya mengabdikan diri buatku. Aku dengar dia berkata begitu. Dia terdengar menyesali keputusannya melakukan tubektomi, dan meracau bahwa aku tak mungkin tersembuhkan dari perasaan benci.

Diam-diam aku perhatikan momen-momen kemenangan ini, tatkala aku berhasil mengambil kembali poin juara serta mengembalikan rasa sakit padanya. Andre duduk di samping, membungkus bahu si wanita dengan sebelah tangan, di bawah langit malam berbintang cukup banyak. Kata-kata penghiburan membanjir dari mulut Andre, bercampur bujuk rayu yang mendamba. Semuanya agar wanita itu tidak menyerahkan kemenangan. Demikian maksud Andre. Dari sikap dan polah, tergambar kalau dia ingin Marida tetap kokoh menghadapiku.

“Aku tahu, memang berat bagimu..” demikian kalimat penghiburan itu terucap.

“Kamu sebenarnya tahu dari awal bahwa aku akan menyerah, bukan?”

“Shh, dia memang keras kepala, sayang. Namun hanya hati orang sepertimu yang mampu mengembalikan kepercayaan Aleks,”

“Lalu aku harus bagaimana? Aku takut, Andre. Takut mengecawakanmu, juga takut menyakiti Aleksa lebih dalam lagi.”

“Itu tidak benar. Aku yakin kau dan dia hanya butuh waktu. Aku tahu kamu mulai menyayangi dia, atau hanya perasaanku sajakah itu?” tanya Andre hati-hati. Takut meremukkan makhluk berlinang air mata dipelukannya.

“Kamu benar…” Marida sesenggukan, air mata makin deras mengguyur dari dua sumber yang telah banyak terkuras.

“Aku janji kita akan menghadapi ini bersama-sama. Aku tidak akan membiarkan kamu sendirian.”

“Ya, maafkan aku, Andre. Karena aku, dia kini turut memusuhimu. Seharusnya hanya aku seorang.”

“Tidak Marida. Aleksa telah memusuhiku sejak sebelum kedatanganmu. Ketika aku kehilangan jati diriku sendiri dan sering pergi meninggalkan dia.” Ucap Andre kacau. Terlihat kilau di mata pria itu. Aku tak yakin Andre bisa menangis.

“Semua lantaran dia butuh figur seorang seperti Yohana. Pasti dia sangat mencintai kalian berdua. Makanya dia tidak ingin kehilangan orang tercintanya lagi.”

“Jangan menyerah Sayang.” Tetapi wanita itu menggeleng layu.

Selain sembab, di mata Marida ada penat terjuntai. Sisa-sisa semangat telah terkuras selama tujuh tahun hidup bersama. Dia menyerah tanpa syarat dan hari-hari kemenanganku bakal datang setelah fajar menyingsing nanti. Namun, ternyata fajar baru benar-benar menyingsing setelah sepuluh tahun kedatangan wanita itu.

 

bersambung…

Baca kisah sebelumnya: Wanita Itu Bernama Marida #9