Flash Fiction Ragil Koentjorodjati

Jadi ceritanya begini. Malam itu sudah mendekati larut, kautahu, itu waktunya orang beranjak masuk kamar, tidur! Aku menemaninya, entah kegiatan apa aku harus menyebutnya, yang jelas berdua di lantai balkon, lebih tepatnya tempat jemuran. Lebih dari 3 jam aku menasehatinya dengan berbagai katakata bijak yang kupungut dari mana saja. Ia diam. Aku berpikir, pasti katakataku telah memikat hatinya.
Lalu malam itu, ya, malam itu, rambutnya tertiup angin, tepat menampar mukaku. Wanginya menggoda. “Aroma apa?” tanyanya. “Bunga lili,” jawabku sok tahu. “Ngawur! Cobalah lebih dekat.” “Jangan, itu tidak baik. Nanti jadi gosip gak sehat.”
Entah kenapa dia tiba-tiba marah. Aku ditinggalnya sendiri di atap rumah. Sebulan tanpa kabar hingga aku memberanikan diri bertanya, kenapa?
Lalu jawabannya mengejutkanku. “Aku ingin kaudiam dan segera mencium rambutku. Bukan memberi kotbah sepanjang jam!”