Arsip Tag: lembata

Wanita Itu Bernama Marida #3

Cerbung Willy Wonga

cerita bersambung
gambar diunduh dari bp.blogspot.com
Sering aku bolak-balik memori-memori usang. Dan mengenai dia adalah seni, seperti goresan pena di tiap lagu ciptaan. Atau denting piano mengalun di pagi-pagi prematur. Pernah aku bersyukur menjalani hidup hanya dengan mendengar dia menembang lagu cinta. Pikirku, seelok lagu demikian hidup yang akan dirintis bersama. Di sana ada ritme lembut sebelum menghentak, pula ada barisan kata indah terdengar kuping.

Adalah kesalahanku tidak mengenal banyak pria dalam hidup. Aku minder, itu poin penting akibat kurang cantik. Sehingga lelaki pertama yang buat aku jatuh hati ini adalah cinta segala rupa. Menjeratku.

Mengenal seni, bikin aku beranggap semua pencinta seni adalah pria romantis. Dan aku menyukai hal-hal berbau romantis. Ada hal romantis dilakukan Andre dalam hidupku yakni menemaniku berkeliling pulau Flores. Sebuah pulau kecil yang ada danau tiga warnanya serta aroma asli dari pepohonan dan stepa di pinggir jalan. Istri pertamanya kelahiran Flores sehingga sedikit banyak Andre sudah mengenal pulau itu. Sebuah petualangan yang mestinya monumental bagiku. Mengingat setelahnya Andre mulai mengabaikanku.

“Dari mana kita harus memulai?” tanyaku waktu pesawat mendarat di kota Ende. Kota kecil namun tak kalah kotor dan hiruk pikuk seperti di sini.

“Dari sini kita ke timur. Hingga tiba di ujung pulau, di mana orang-orang sering berburu ikan paus. Semoga kita tiba pas musim berburu. Lalu balik lagi ke arah barat, ke ujung pulau ini pula. Kau akan lihat hewan raksasa yang namanya komodo.”

Jadi mulailah sebuah perjalanan memakan waktu tiga hari. Momen-momen penuh bahagia tiada terkira merasakan kehadiran Andre yang utuh. Di Lembata kami menikmati daging paus di antara penduduk setempat. Berperahu motor bersama nelayan yang bersedia membawa kami melihat-lihat tandusnya sebagian pulau tersebut dari tengah laut. Aku muntah-muntah, Andre memijitku dengan kekhawatiran tingkat tinggi hingga kami kembali ke darat dan mualku berhenti. Waktu kami berdua menyelusuri tepian pembatas menyaksikan danau Kelimutu, tiga warna, aku merasakan nirwana terbentuk kala itu. Cinta bergelora dan dia tidak henti-henti memelukku. Sebuah anugerah belaka. Tidak ada seorang penyanyi, pemusik dan wartawan di sana yang merenggut Andre dari sisiku. Aku bahagia bukan main. Kemudian perjalanan berakhir di Labuan Bajo. Kota kecil pula, tempat di mana beberapa pulau kecil dihuni komodo. Berdua kami menghabiskan waktu menyambangi kadal raksasa sebelum menikmati keindahan pantai di daerah itu. Kemesrahan berlimpah ruah di sini. Cinta bermekaran laksana kembang albesia di awal musim penghujan. Seperti bentangan terumbu karang di bawah laut Labuan Bajo. Penuh semarak canda tawa.

“Aku ingin kamu tahu bahwa kau diselimuti oleh cinta. Tidak ada orang lain lebih mencintaimu selain aku. Kamu harus tahu itu. Jangan pernah merasa sendirian lagi, ya.” Bisiknya di antara peluk. Begitu lembut membuat aku bergelayut manja pada lengannya.

“Apakah aku begitu berarti bagimu?”

“Huss, kamu ingat sebaris syair lagu baruku?”

Kaulah pertama saat kuawali hari dan terakhir ketika tertidur malam nanti: kusebut namamu..” kami melantun bersama.

“Berikan aku sepotong arti cinta!”  Aku tersenyum. Menggoda Andre dengan menirukan salah satu kalimat dalam lagu ciptaannya.

“Saat aku bertahan di sisimu dan masih bertahan di sana meski tanpa alasan aku kira itulah cinta.” Dia kecup keningku. Ahh..

Dan aku berjanji saat itu; untuk mencintainya seumur hidup. Apapun yang terjadi.

 
 

bersambung…

 

Baca cerita sebelumnya: