Arsip Kategori: Puisi

pada Mikail

ilustrasi dari luckymojodotcom
Wahai Mikail,
jawab tanyaku,
di manakah serigala hendak sembunyi, jika kau hanguskan lubangnya?

Lolongnya jadi lolong kami;
Buasnya jadi buas kami;
Liarnya jadi liar kami;

Kini kau tampak kebingungan mengarahkan mata pedangmu.

Wahai Mikail,
jawab tanyaku,
benarkah iblis telah mati di tanganmu?

Tolong ceriterakan,
bagaimana kau telah memutus urat nadi di lehernya?

Aku meragukannya.

Medio April 2011
Ragil Koentjorodjati

JIKA

Puisi Ragil Koentjorodjati

ilustrasi dari imrontblogspotdotcom
Jika kasih itu kisah,
maka tarian kata tak ingin kuberi tanda titik,
meski kadang berselaput tanya,
namun ia bukanlah sejenis binatang yang suka pakai tanda seru
Jika kasih itu kisah
maka kuserahkan sepenuhnya padamu, sang pengarang,
apakah itu sebuah titik, atau sebuah tanya,
tak perlu kupahami yang tak terjangkau,
cukup bagiku bahwa aku pernah ada

Dari setiap hembusan nafas,
awal dan akhir cerita terangkai
ketika kata tak lagi bermakna,
hidup adalah sebuah doa.

19 April 2011
menanti tengah malam.

Malaikat Kecil dan Kamu

Puisi Tirtania Irene

Ilustrasi: ceritayosi.files.wordpress.com

Malaikat kecilku, dengarkan ibu,
Saat sepi menyapa, aku membayangkan Tuhan mengutus malaikat kecil untuk menemanimu bermain di dalam rahimku.
sama mungilnya denganmu.

Malaikat itu akan membantumu mengerti, betapa aku mencintaimu,
betapa aku menanti-nanti saat ku bertemu denganmu.
Malaikat itu akan mengawasi pertumbuhanmu,
memastikan yang terbaik ada padamu

Malaikat itu akan mengajarkan bahwa hati manusia dibuat untuk mencintai,
jantung untuk merasakan indahnya kehidupan,
ginjal untuk menyaring segala keburukan,
paru-paru untuk mereguk kesegaran,
tangan dan kaki untuk melayani,
mata untuk mengagumi,
mulut dan bibir untuk memuji dan memuliakan,
telinga untuk mendengar firman,
dan keseluruhan dirimu untuk menjadi berkat.

Malaikat kecil itu akan membantumu mengenal aku,
mengenal irama detak jantungku ketika aku bahagia,
ketika aku terharu,
ketika aku bersedih,
ketika aku marah.
Malaikat kecil itu akan membantumu mengenal suaraku,
mengenal nyanyi-nyanyi bahagia yang kudendangkan untukmu.
Malaikat kecil itu akan menjagamu,
melindungimu,
karena engkau amat rapuh dan halus.

Sampai saat aku bertemu denganmu, malaikat kecil itu akan selalu berjaga-jaga.
Lama setelah aku bertemu denganmu, ia akan tetap ada di sisimu,
terlebih jika aku tidak ada di dekatmu.
Aku akan berdoa untukmu, supaya setiap saat malaikat kecil itu selalu siaga.
Supaya ia menjauhkanmu dari bahaya,
supaya ketika si jahat mengintai ia dapat mengalahkan dan menyingkirkannya dengan segera.
Oooh betapa bahagia aku, yang sedang menantikan dirimu, malaikat kecilku

Senin, 21 Maret 2011
Yang menantimu,

Aku.

Sajak Rembulan Merah

Rembulan merah,

images from anotherorion.multiply.com

langkahmu gontai
lunglai, seperti manusia-manusia kami yang terbantai
nyaris habis terkikis bengis
tanpa rasa

sepertinya kami tak pernah mengenal kata cinta

Rembulan merah,
Singgahlah sejenak di bumi kami
ceritakan pada kami tentang senja yang menggantung di pucuk cemara
atau tentang nyanyian kedasih di kolong lembutmu
atau tentang apa saja yang merona karenamu
agar rindu kami tetap padamu

Tetap padamu

Ketika jiwa kami membeku
bahasa batu meruntuhkan ruang-ruang imaji
merobek segenap nurani lalu singgah dan beranak pinak di hati yang melegam terendam dendam
biarlah rindu kami tetap padamu

Rembulan merah,
Katakan pada kami mengapa dari hari ke hari cahyamu memuram
bahkan teramat temaram untuk sekedar membaca firman
yang entah sejak kapan terlupakan

Atau, salah kami yang memberimu warna semerah darah?

Medio Maret 2011

Geguritan (1)

Ora krasa wis sawetara,
ngalang ngetutke lakuning lintang.
Nggadhang-nggadhang, ono ngendi dununge pepadhang.
Peteng iki isih ndhedhet,
Gawe lakumu, uga lakuku, kesrimpet srimpet,
Mbulet lan mbundhet koyo benang ruwet.

Tansah setya tuhu ngetutke lakumu.

Sanajan raga ora nyawiji karo sukma.
Raga ringkih, tanpa daya, sukma sugih budi daya.
Tetep setya tuhu.

Upama lintang iku panje rino, tuntunen aku menyang dalan kang padhang.
Upama lintang iku panjer enjing, tuntunen aku duwe budi kang wening.

LABIRIN IMPIAN (kukenali wajahmu dalam kebingunganku)

Meliuk di sela fatamorgana senja
Mencari kepastian untuk setiap persimpangan
masih setia kutiti jalan setapak
Kembali di awal angan bercecabang
Sesekali menangisi lukisan dahulu kala
Mungkinkah semua pilihan seindah yang terbayangkan?

Wajahmu terdampar di reruntuhan
Benda-benda mati kau beri sebagai ganti
Tetap mengiris sesekali
Mendetakkan langkah pada titik nadir
Menggoyahkan otot-otot
Bahwa semestinya aku melupakanmu

(Mungkinkah kudapati kebahagiaan yang sama seandainya kukecup keningmu saat ini?)

Tergurat asa pada jejak-jejak kaki
telah melangkah, dan terus melangkah,
Mencecap terik hidup
Pantaskah sebuah kerinduan?
Karena aku tidak akan kesana,
Dan tidak akan pernah kesana

Masih setia kutiti jalan setapak
Kembali di awal angan bercecabang

Biar kureguk dan terus kureguk
Debu-debu yang memedihkan mata
Sampai membuta
Sampai membisu
Sampai mati
Karena aku tahu permainan ini tak kan terulang

Anak manusia telah memilih takdirnya
Biarlah sekali ini terlempar berputar menggelepar
Tak berdaya di labirin impian.

Bintaro, awal nov 2003

Retakan Kata

Pernah dulu kurangkai kata dari setiap serpihan luka,
mencoba melukis makna agar asa tak jadi sirna.
Kutorehkan pada kayu,
pada batu,
dan pada tubuh bernanah.

Kubasuh dengan air mata,
Kubaluri dengan doa-doa.
Sekiranya nyawaku tinggal sejengkal,
aku masih dapat membacanya,
abadi, membara.
Meski nafasku tersengal,
disanalah rohku pernah singgah.
terkapar, berdarah-darah.

Hingga tiba masa kata tak lagi berdaya,
Hidup bagai palu godam menghantam,
Meretakkan setiap kata yang tersisa,
Meluluhlantakkan butir-butir nyali yang sempat bersemi.

Kini aku tinggal di dalamnya,
Menari dan bernyanyi di sela retakan kata,
Menanti Sang Pemahat Sejati memurnikan jiwa sunyi.
Sendiri.

14 Feb 2011

Doa Saja Tidak Cukup

image from dodiksetiawan.wordpress.com
…dan kita termangu,
masihkah bumi ini punya kita?

Berduyun orang menjerit dan limbung
terpatah…
tercabik awan panas membumbung.
Lalu legam nasib menghitam
bau daging terpanggang memenuhi ruang
sapi, kerbau, ayam, kambing
(…dan kami sama perihnya)
tak lagi lada sebagai penghangat suasana
tapi berton-ton debu membasuh kalbu.
Kalbu yang sekian lama buta, tuli dan bisu
…dan kita termangu.
Benarkah kita kuasa atas semesta?
pantai
gunung
udara
tanah
tak lagi ramah
lalu semua beribadat
tanpa beribadah

…dan kita termangu,
tak juga beranjak berkarya …….
meski sederhana,
doa saja tidak cukup

Atau…
Sangkamu, Tuhan itu budakmu?

Repost: puisi yag dibuat untuk mengenang korban merapi 2010