
Di sampul belakang tertulis:
“Mahligai rumah tangga dengan landasan cinta yang tulus dan suci, seringkali dijadikan perhentian terakhir setiap perempuan. Itulah yang membuat perempuan sering terjebak pada perasaan dan nalar manusia dalam memegang sucinya cinta, yang tanpa syarat dan tidak menyakiti.”
Sejenak saya tertegun. Ada harapan perempuan tersirat di sana. Harapan akan sebuah keluarga yang nyaman, damai penuh cinta dan bahagia. Harapan sederhana hampir kesemua wanita. Sederhana dan tidak mudah. Sebab harapan itu juga harapan akan adanya pasangan hidup yang baik, lelaki yang memahami dan bersedia bekerja sama mewujudkan mimpi-mimpi mahligai rumah tangga. Dan pada akhirnya, harapan itu menjadi harapan bersama –lelaki dan perempuan-.
Jadi, ternyata buku ini tidak hanya “dari perempuan untuk perempuan” sebagaimana awal terlintas di benak saya. Buku kumpulan cerpen ini juga untuk lelaki, lelaki yang mau memahami harapan perempuan, lelaki yang bersedia mendengarkan keluh kesah dan tentu saja ratapan yang tersembunyi di kegelapan malam. Di sinilah buku ini menjadi sangat berharga, menyampaikan hal-hal tersembunyi, hal-hal yang tidak terungkapkan dari perempuan yang menyelami kehidupan berumah tangga tanpa abai pada lingkungan sosialnya.
Buku kumpulan cerpen ini dibagi menjadi tiga bagian, Meletakkan Cinta dan Prahara pada Tempatnya; Meraih Cinta Menetapkan Hati; dan Pedih adalah Indahnya Cinta. Masing-masing bagian diisi lima buah cerita pendek dan masing-masing bagian terdapat pengantar singkat, sangat membantu pembaca untuk memahami persoalan dan tema yang diangkat. Misalnya, pada Meletakkan Cinta dan Prahara pada Tempatnya, tertulis:
“Pada saat kita menemukan cinta kita mengalami ujian atau godaan, baik pada diri sendiri atau pada pasangan, sebenarnya ini adalah penguat atas kokohnya cinta yang terbungkus dalam kedewasaan. Perjuangan seorang istri dalam mempertahankan pernikahannya ketika sang suami tergoda mencari kesenangan di luar, dengan tanpa amarah, adalah contoh dari bagaimana cinta mengalami pendewasaan.”
Selain kisah-kisah ringan dan mudah dicerna, pembaca juga disaji puisi-puisi segar dan romantis di setiap cerita pendek. Simak saja salah satu puisi dalam cerita “Pangeran Cinta” berikut ini:
Rembulan menyapa wajah malu-malu dalam remang indahnya.
Angin malam membelai dinding hati membisikkan cinta penuh mesra.
Dan redupnya bintang mengukirkan lukisan hangat pada senyap yang kian rakus menggerogoti kesunyian mimpi.
Di sini aku masih menatap kelam.
Aku tetap memeluk mimpi.
Aku merintih kedinginan di tengah alunan cinta.
Dan aku mencari di mana sang kekasih hati hendak menjemput.
Aku juga masih merajut dongeng pangeran pujaan hati singgah di hati yang tak pernah bicara ini.
Adakah tersisa dongeng itu untukku walau hanya sekejap?
Aku ‘kan menunggu sampai kering hausku dan lenyap dibawa nyanyian bisu.
Dan aku masih bersama cintaNya merangkai hari indah.
Tentu model penulisan seperti ini tidak untuk menggalaukan pembaca tetapi lebih pada menguatkan bagaimana perempuan melewati badai kehidupannya dengan memetik pesan dan manfaat dari kisah yang disampaikan. Sebab kisah adalah jembatan pelangi yang menghubungkan “yang tidak terungkap” dengan realita.
Judul buku : Perempuan di Tengah Badai
Penulis : Kit Rose
Penerbit : Pensil-324
Tahun : 2011
Tebal : xvi+254 halaman
ISBN : 978-979-3622-91-0
Terima kasih Mas Ragil sudah mewakili semua yang tidak tertulis. Indah sekali pengantar yang diberikan, saya sampai tertegun membacanya. Karena sejatinya ini semua dari-Nya, saya hanya ketitipan menuliskan.
Maaf baru membuka halaman ini, karena banyak sekali tugas yang cukup menyita waktu sehingga terbatas sekali waktu untuk online di beberapa tempat.
Sekali lagi terima kasih… 🙂
SukaSuka
Terima kasih kembali Mbak. Semoga sukses untuk semua buku-buku dan karya Mbak Kit… 🙂
SukaSuka