Arsip Tag: secret admirer

The Secret Admirer

Flash Fiction Vivi Fajar

pengagum rahasia
gambar diunduh dari 4.bp.blogspot.com

Ah, ternyata begini rasanya terjebak dalam mobil bersama seseorang yang menarik seperti kamu. Di luar sana, hujan lebat. Dan kemacetan panjang berkilometer.Berhenti. Bukan cuma mobil ini, rasa-rasanya jantung ini juga jadi kurang lancar memompa darah ke seantero tubuh. Aku menggigil, bukan hanya karena dinginnya AC, tapi juga karena ada yang aneh di sini (menunjuk kening) dan di sini (mendekap dada…). Uhhhh…

Tapi sepertinya kamu nggak peduli. Sebab saat kulirik sepintas, jari-jari lentikmu asyik memainkan tuts Blackberry. Hush, ingin betul rasanya memprovokasi kamu supaya bersuara. Apa sih sebenarnya yang kamu tulis di situ, atau kamu cuma pura-pura membaca supaya terhindar dari intimacy bersamaku?

Suara hujan yang mengetuk-ketuk kaca mobil itu nggak mengganggu kamu ya? Tapi jelas menggangguku. Riuh rendah di sana, dan di sini rasanya sepi, sebab kamu nggak juga bereaksi. Atau kamu cuma menunggu aku memulai? Yah, supaya semua terlihat lebih mudah, lebih elegan, karena aku laki-laki dan kamu perempuan.

Rambutmu wangi, aroma tubuhmu aku suka. Hmm, kenapa baru sekali ini aku mencium aromanya? Parfume barukah itu? Hushhhh, tapi sedekat ini? Bagaimana aku bisa tahan?

Tahukah kamu, aku mengagumi kamu sejak beratus hari yang lalu, saat pertama kali aku menatapmu dan kesempatan seperti ini, sungguh takpernah kubayangkan bisa terjadi. Kudengar kata orang kamu begitu dingin dan pasif, tak peduli, terlalu sulit dimengerti.

Bayangkan, sedekat ini? Uhhh, aku cuma ingin merasakan betapa kehangatan bisa terbangun karena suasana begitu mendukung. Lalu mitos-mitos tentang kamu dan kebekuanmu bakalan cair di hadapanku.

Tapi, waktu kulirik sedikit lagi, kamu masih asyik berbalas kabar dengan entah siapa di ujung sana. Kamu sama sekali nggak menganggapku ada. Ahhh, kalau saja kemudi ini bisa kuajak bercakap, sudah kuajak dia bicara. Kamu tahu, ternyata kamu memang beku.

Tiba-tiba aku merasa rugi sendiri. Tadinya paling tidak ini kuanggap bonus dalam kesendirianku. Berbagi kabin sempit dan sejuk dengan orang semenarik kamu, tapi..

“Hei, please, kamu tau? Kamu itu cantik, kamu pintar, kamu mengagumkan, sungguh mati, aku fans beratmu!!!”.

Sudah.

Ah, leganya. Kulirik kamu di sisi kiriku sekali lagi. Kamu masih menunduk menatap layar Blackberry, membuatku jadi ingin tersenyum sendiri. Sungguh tak terbilang rasanya. Baru saja kuluncurkan pujian-pujian itu dan kamu tetap nggak tahu.

 

 

April 2008
Antara Cawang-Bekasi
Suatu hari, kala hujan di siang yang lengas