Arsip Tag: mayat

Siapa Namamu?

Puisi Karen Kamal*

cinta buta
gambar diunduh dari x1a.xanga.com

Orang-orang memanggilku bayangan
Kau menamaiku cinta
Kita lupa kapan pertama kali bertemu
Tapi kita tak terpisahkan
Layaknya detik mengikuti menit, menit mengikuti jam
Kau berdiri menghadap si pencatat waktu saat rindu menerjang,
agar bayangan tetap memanjang
Lelah dan air bening di kening jatuh berlomba-lomba pada pipi seperti air mata
Dalam waktu 3 bulan kau bentuk hati dalam rongga dada yang sudah retak
Menghidupkan kembali bayangan berbadan manusia hingga mengisi jarak di antara jari-jarimu
membalas senyumanmu seperti sedang bercermin
selalu menciummu seperti kesetanan
Bayangan selalu menggerutu dan mengumpat pada naskah-naskah tak berjudul yang menggerogotinya
Mereka tak bedanya belatung pemakan mayat busuk
Kau diam dan mendengar — tak pernah marah
Orang-orang memanggilku bayangan
Kau menamaiku cinta
Sekali-kali ucapkan namamu dengan lantang karena semua bayangan punya tuan yang bernama
Ia juga akan setia pada tuannya

Karen Kamal: seorang pelajar yang sedang bergelut dalam industri start-up. Menghabiskan hari-hari dengan pergi ke kampus, les, dan browsing sambil ditemani secangkir kopi. Kontak: hello@karenkamal.com

Alkisah

Puisi Titarubi Tita
sendu
Gambar oleh styvob, diunduh dari bp.blogspot.com
panji-panji tampaknya mulai diacungkan, bahkan oleh tuan dan puan yang paling terhormat yang mengaku paling jernih pikirannya dan yang merasa paling waras sekalipun. hingga dipanggil dan diseru setan dan malaikat sejagat. Tuhan yang hanya satu-satunya itu, geming, diperebutkan sedemikian banyak pasukan, bahkan orang per orang, terserah orang berteriak hingga parau atau mulutnya sampai sobek sekalipun. Dia hanya menunggu laporan malaikat dan mengawasi setan. penilaian toh akan dilakukan di hari kemudian.

lalu mereka: “sebaiknya masing-masing dari kita mulai membentuk pasukan sesuai dengan agama dan kepercayaannya masing-masing, satu agama atau kepercayaan beda pasukan, tak apa-apa, asalkan mampu. mereka yang tak mampu harus berusaha, tugas manusia adalah berusaha”. orang-orang tak mampu dan mampu berusaha dengan berbagai cara yang bisa. untuk mampu dan lebih mampu. jika tak bisa, maksa.

semakin banyak pasukan tampaknya memang dibutuhkan, karena perang saudara sudah mulai dikibarkan. segera dicanangkan. kalau bisa jangan tunda. jika tak turut ke kancah, maka setidaknya untuk bertahan kalau-kalau tiba-tiba ada serangan—beralasan ataupun tidak— atau yang salah sasaran.

begitulah: jika pun termasuk kaum yang selamat, sebaiknya menyiapkan bendera putih—bukan tanda menyerah bukan pula tanda suci, hanya untuk menyeret mereka yang merah: mayat-mayat atau yang sekarat. tak bisa mengandalkan tentara dan polisi, mereka terlalu sibuk untuk lebih tambun. begitu pun mereka yang meminta suara— hanya rakus dan penuh hasrat untuk bertambah gembul. jangan berharap pula pada penguasa ruang-ruang sidang untuk minta keadilan, karena mereka hanyalah orang-orang kelaparan, kalau tak minta disuapkan makanannya, maka tubuh pemohonlah yang jadi suguhan altar untuk sesaji, semakin sedikit pasukanmu semakin berani, semakin irit koneksimu semakin bernyali, apalagi jika kau sendiri.

entah mengapa mereka begitu membenci negeri ini dan ingin mengubahnya menjadi negeri-negeri jauh di seberang sana. hingga menangis darahpun tak akan pernah diketahui jawabannya.

jika memang begitu benci pada negeri ini, sebenarnya mudah: mintalah semua orang secara bersama-sama untuk meludah. pulau per pulau. di mana bisa dimulai dari yang paling kecil jika untuk membuktikan. bahwa dengan ludah bersama-sama ini, jika bersama-sama kompak, dengan mudah pulau-pulau bisa tenggelam. kalau pun semua jadi manusia perahu, setidaknya itu dilakukan bersama-sama, tanpa perang saudara, dan bukan tenggelam oleh darah yang tumpah. itulah salah satu cara jika begitu benci, ingin mengakhiri negeri alkisah. memang sungguh mudah.

Kumpulan Fiksi Super Mini

Flash Fiction Ragil Koentjorodjati

Ilustrasi dari kaskus

~kemarau~
“Sayang, kemarau akan segera usai. Gerimis semalam telah menumbuhkan kuncup rerumputan,” katanya.
“Ya, kecuali di hatiku. Kemarau masih panjang dan ilalang tinggi menjulang.”

~penumpang VIP~
“Tahukah engkau nikmatnya naik kereta eksekutif? Jika engkau mengencingi gembel di sepanjang rel, niscaya engkau tahu nikmatnya”
“Bangsat!”

~perempuanku~
Perempuanku kelaminnya dua, satu di tempat biasanya, satu di dahinya. Yang terakhir ini entah untuk siapa.

~pelacur tua~
“Lima ribu atau kupotong kelaminmu!” bentaknya pada lelaki bermandi keringat di depannya. Setengah telanjang ia melirik pekuburan yang tidak keberatan menerima satu mayat lagi.

~mukjizat~
Selembar daun jatuh dari langit. Tercabik-cabik sebab panas, hujan dan angin.
“Subhanallah, nikmat mana yang kudustakan,” pekiknya ketika daun itu mendarat di kakinya dengan robekan semirip lafal Allah.