Tidak tahu, saya hanya tertarik saja untuk menulis kembali kisah ini. Sejak pertama kali membacanya, kisah ini melekat dalam benak saya, dalam ingatan saya. Tak pernah menjadi terlupa.
Begini:

“Terkisahkan di sebuah desa yang tentram sejahtera hidup satu keluarga yang hanya terdiri dari Bapak dan Putranya yang sudah dewasa. Bapak dan Putra ini hidup sangat sederhana dan hanya mempunyai hewan ternak berupa sebuah kuda. Kuda ini yang jadi tulang punggung penghasilan mereka, mereka gunakan sebagai kendaraan jasa angkut hasil hasil panen penduduk desa. Pada sebuah pagi, tanpa diketahui sebabnya kuda ini hilang dari kandang, sudah dicari ke mana mana oleh mereka berdua, tetap saja tidak ketemu. Akhirnya mereka menyerah mencari kudanya dan beralih mata pencaharian menjadi buruh tani .
Para penduduk desa tahu kalau kuda mereka hilang. Satu per satu para penduduk desa mendatangi rumah keluarga kecil ini. Para penduduk desa datang sambil membawakan bahan makanan yang banyak untuk diberikan ke keluarga ini. Mereka datang bermaksud menghibur sambil mengatakan, “Kami turut berduka cita atas hilangnya kuda kalian…”.
Oleh si Bapak dijawab,” Terimakasih atas wujud simpati kalian, semoga Tuhan membalas kebaikan kalian, tapi saya masih tidak tahu apakah peristiwa hilangnya kuda kami ini merupakan kabar duka atau kabar suka…”. Para penduduk desa pun pergi dari rumah mereka dalam keadaan bingung tidak mengerti apa maksud ucapan si Bapak.
Hari demi hari, selang satu minggu ternyata kuda kesayangan keluarga kecil ini kembali. Dan bahkan kembalinya bukan hanya sendiri, entah bagaimana kuda ini bisa kembali dan malah membawa sekumpulan kuda liar sebanyak sembilan ekor. Tentu saja ini kabar yang menggembirakan, artinya kekayaan keluarga ini menjadi sepuluh ekor kuda sekarang. Para penduduk desa mengetahui kabar ini kemudian datang berkunjung ke rumah si Bapak. Para penduduk desa mengatakan,“Selamat atas kembalinya kuda kalian dengan membawa kuda-kuda lainnya, kami turut berbahagia mendengar kabar ini…”
Oleh si Bapak dijawab,”Terimakasih atas wujud simpati kalian, semoga Tuhan membalas kebaikan kalian, tapi saya masih tidak tahu apakah peristiwa ini merupakan kabar suka atau kabar duka…”. Untuk kedua kalinya para penduduk desa pun pergi dari rumah mereka dalam keadaan bingung tidak mengerti apa maksud ucapan si Bapak.
Putra si Bapak begitu senang kini memiliki sepuluh ekor kuda. Setiap hari dia mencoba menaiki masing-masing kuda yang dia punya. Sampai pada suatu hari terjadi kecelakaan, dia terjatuh dari kuda, kaki kanannya patah. Kejadian ini terdengar juga oleh penduduk desa. Mereka mendatangi rumah si Bapak, “Kami turut berduka cita atas jatuhnya putra Anda, semoga kakinya segera sembuh kembali.”, begitu ucap para penduduk desa.
Oleh si Bapak dijawab, “Terimakasih atas wujud simpati kalian, semoga Tuhan membalas kebaikan kalian, tapi saya masih tidak tahu apakah peristiwa ini merupakan kabar duka atau kabar suka…”. Lagi-lagi para penduduk desa dibuat bingung oleh ucapan si Bapak.
Selang satu minggu kaki si Putra masih belum sembuh juga. Ada seorang pejabat pemerintahan yang datang mengumumkan bahwa setiap pemuda yang ada di desa akan diikutkan dalam perekrutan militer karena negara membutuhkan tentara tambahan dalam sebuah perang dengan negara lain. Akhirnya semua pemuda ikut, hanya tinggal putra si Bapak yang tidak ikut karena fisiknya yang sakit tak layak ikut perang.
Waktu berlalu, dua bulan semenjak perekrutan, pejabat pemerintahan yang sama datang kembali ke desa. Dia mengumumkan kepada seluruh warga desa bahwa setiap pemuda yang dulu direkrut dari desa ini telah gugur dalam medan perang. Sontak kesedihan menyelimuti seluruh penduduk desa yang putranya gugur di medan perang.
Kini di desa tersebut hanya tinggal seorang pemuda saja, yakni putra si Bapak. Keluarga kecil ini terpanggil untuk menghibur seluruh penduduk desa. Maka mereka datangi setiap rumah yang mempunyai putra yang telah meninggal. Dibawakan oleh mereka makanan, dan dikatakan oleh mereka kepada penduduk desa,“Kami turut berduka cita atas meninggalnya putra Anda…”
Setiap dari penduduk desa yang mereka datangi rumahnya menjawab,“Terimakasih atas wujud simpati kalian, semoga Tuhan membalas kebaikan kalian, tapi kami masih tidak tahu apakah peristiwa ini kabar duka atau kabar suka bagi kami…” “
Begitulah…
Saya tidak tahu apa yang kini ada dalam benakmu setelah membaca kisah ini. Tapi saya hanya ingin berbagi, kisah ini menginspirasi saya akan begitu banyak hal. Akan keikhlasan, sebuah keadaan di mana sesuatu tampaknya terjadi menimpamu, tapi tak pernah benar-benar menimpa dirimu, kejadian tak pernah benar-benar menjadi terlalu terhormat untuk menyentuh perasaanmu, kamu tahu sesuatu telah terjadi tapi pada saat yang sama kamu juga tahu telah tidak terjadi apa-apa selama ini.
Akan kedamaian sejati, sebuah keadaan di mana ketika kamu tidak tahu apa-apa, dirimu tetap tak tersedihkan oleh buruk sangkamu juga tak terbahagiakan oleh baik sangkamu. Seakan akan tanganmu terbuka menyambut apapun yang terjadi, apapun dalam arti yang sebenar-benarnya, bukan dalam arti yang terpagari oleh batasan-batasan dalam benakmu.
Akan ketulusan, sebuah keadaan keterserahan yang hebat, pembunuhdirian paling bernilai. Segalanya terjadi tetapi kamu telah tak memiliki diri untuk merasakan, tetapi kamu tak sedang mati, justru kamu sedang hidup dalam kehidupan yang benar-benar hidup.
Akan cinta yang tertinggi, yakni seperti halnya dirimu yang mencintai, yang kamu cintai pun juga sebenarnya sesuatu yang tidak ada, tetapi kamu tetap mencintai, tetapi kamu tetap mencintai, tetapi kamu tetap mencintai.
Di sinilah surga, gerbangnya surga.
Penulis: Binandar Dwi Setiawan