Resensi Budi Hastono
Agama adalah candu, kata Karl Marx. Pentolan penulis dan filsuf marxis ini memang menyulut berbagai macam perdebatan apalagi jika dibenturkan dengan kaum agamawan yang ortodoks atau kolot. Pada kenyataannya, jika kita lihat dari esensi keagamaan, kalimat itu memang patut sebagai kritikan tajam. Realita akhir-akhir ini menunjukkan kecenderungan agama dijadikan sebagai candu. Alasan seorang marx menyampaikan hal demikian adalah karena agama yang ketika itu dikonstruksikan oleh rezim kekuasaan dan elite agama, ketika diperhadapkan dengan masalah sosial yang ada, agama tidak membela masyarakat yang sedang susah. Elite agama menjadi pendukung setia otoriterianisme dan borjuisi kaum kapitalis. Hal ini diperparah elite agama yang gemar hidup glamour misalnya naik haji berkali-kali. Permenungan di atas yang menjadikan penulis terbuka matanya untuk melahap halaman demi halaman buku bertajuk “Gerakan Sosial Islam: Manifesto Kaum Beriman”, yang dituliskan Doktor Zuly Qodir.
Zuly Qodir yang merupakan putra kota dawet ayu, banjarnegara, menulis dalam bukunya ini gambaran betapa pelik keadaan keberagamaan di negeri ini. Bagaimana tidak, agama di negeri ini telah dijadikan sebagai sebuah alat politik yang manis untuk menggandeng kekuasaan. Fenomena munculnya partai islam di negeri ini menjadi perbincangan menarik dalam buku ini. Buku yang merupakan kumpulan tulisan beliau terkait permasalahan agama dan sosial, agama dan politik, peran ormas keagaamaan yang mendominasi sampai kepada kritik gerakan keagamaan partai yang berbahaya.
Apa yang menarik? Mungkin pertanyaan ini akan muncul ketika kita akan membaca sebuah karya. Kemenarikan buku ini terdapat pada analisis yang matang sehingga setiap jengkal pernyataan berdasarkan data yang jelas, sehingga kita mampu menjamin kebenaran yang ada di dalamnya. Sebuah bab yang membahas mengenai gerakan agama yang berafiliasi dengan politik dengan berkedok dakwah namun sebenarnya hanya menginginkan kekuasaan, di mana digambarkan bagaimana posisi kelatahan masyarakat Indonesia dalam menerima setiap ideologi yang bahkan di negara asalnya dilarang. Sebagaimana dalam salah satu kalimat dalam buku ini, “ hal itu patut kita cermati dan waspadai sebab sebagai gerakan politik, retorika biasanya adalah omong kosong yang penting dapat mengelabui masyarakat yang sedang diarahkan (digiring) mengikuti ideologinya (Qodir : 102). Petikan itu tidak hanya pedas namun juga dihadirkan dengan fakta yang nyata mengenai gerakan politik yang mengatasnamakan agama melakukan tindakan membabi buta.
Bagian terpenting dari buku ini adalah bagaimana pembaca nantinya mampu menempatkan posisinya sebagai seorang yang beragama untuk menghadirkan agama dalam realitas yang tengah kita rasakan ini. Inilah tema penting yang harus ditemukan jawabannya sehingga orang beragama tidak sekedar bermimpi dan berangan-angan masa depan, tetapi penuh kepengapan karena agama bukan lagi hadir sebagai pembawa pencerahan, tetapi malah membiarkan kemungkaran sosial terus bergerilya secara bergiliran menggilas nilai-nilai universal kemanusiaan.
Agama harus ditempatkan sebagai pembela manusia bukan pembela tuhan, karena tuhan sudah tidak perlu dibela. Yang perlu dilakukan oleh agama adalah menjawab tantangan zaman mengenai kemiskinan, bobroknya pemerintahan dan ahlak utamanya. Buku ini juga akan memberikan penyadaran kepada kita untuk menjadi orang beragama yang sejatinya menjawab apa yang ada di sekitar kita, bukan menjadi agamawan yang hanya mementingkan artificial diri dalam beragama.
Penulis menghimbau untuk membaca buku ini kepada para mahasiswa atau aktivis dakwah agar mampu mengartikan agama sebagai penjawab tantangan zaman, bukan agama yang mati karena tidak mampu menjawab kebutuhan masyarakat.
Judul Buku: Gerakan Sosial Islam “ Manifesto Kaum Beriman”
Penulis: Dr Zuly Qadir
Harga: Rp. 45.000,-
Tahun: 2009
Tebal: 366 Halaman
ISBN: 978-602-8479-75-2

Zuly Qodir yang merupakan putra kota dawet ayu, banjarnegara, menulis dalam bukunya ini gambaran betapa pelik keadaan keberagamaan di negeri ini. Bagaimana tidak, agama di negeri ini telah dijadikan sebagai sebuah alat politik yang manis untuk menggandeng kekuasaan. Fenomena munculnya partai islam di negeri ini menjadi perbincangan menarik dalam buku ini. Buku yang merupakan kumpulan tulisan beliau terkait permasalahan agama dan sosial, agama dan politik, peran ormas keagaamaan yang mendominasi sampai kepada kritik gerakan keagamaan partai yang berbahaya.
Apa yang menarik? Mungkin pertanyaan ini akan muncul ketika kita akan membaca sebuah karya. Kemenarikan buku ini terdapat pada analisis yang matang sehingga setiap jengkal pernyataan berdasarkan data yang jelas, sehingga kita mampu menjamin kebenaran yang ada di dalamnya. Sebuah bab yang membahas mengenai gerakan agama yang berafiliasi dengan politik dengan berkedok dakwah namun sebenarnya hanya menginginkan kekuasaan, di mana digambarkan bagaimana posisi kelatahan masyarakat Indonesia dalam menerima setiap ideologi yang bahkan di negara asalnya dilarang. Sebagaimana dalam salah satu kalimat dalam buku ini, “ hal itu patut kita cermati dan waspadai sebab sebagai gerakan politik, retorika biasanya adalah omong kosong yang penting dapat mengelabui masyarakat yang sedang diarahkan (digiring) mengikuti ideologinya (Qodir : 102). Petikan itu tidak hanya pedas namun juga dihadirkan dengan fakta yang nyata mengenai gerakan politik yang mengatasnamakan agama melakukan tindakan membabi buta.
Bagian terpenting dari buku ini adalah bagaimana pembaca nantinya mampu menempatkan posisinya sebagai seorang yang beragama untuk menghadirkan agama dalam realitas yang tengah kita rasakan ini. Inilah tema penting yang harus ditemukan jawabannya sehingga orang beragama tidak sekedar bermimpi dan berangan-angan masa depan, tetapi penuh kepengapan karena agama bukan lagi hadir sebagai pembawa pencerahan, tetapi malah membiarkan kemungkaran sosial terus bergerilya secara bergiliran menggilas nilai-nilai universal kemanusiaan.
Agama harus ditempatkan sebagai pembela manusia bukan pembela tuhan, karena tuhan sudah tidak perlu dibela. Yang perlu dilakukan oleh agama adalah menjawab tantangan zaman mengenai kemiskinan, bobroknya pemerintahan dan ahlak utamanya. Buku ini juga akan memberikan penyadaran kepada kita untuk menjadi orang beragama yang sejatinya menjawab apa yang ada di sekitar kita, bukan menjadi agamawan yang hanya mementingkan artificial diri dalam beragama.
Penulis menghimbau untuk membaca buku ini kepada para mahasiswa atau aktivis dakwah agar mampu mengartikan agama sebagai penjawab tantangan zaman, bukan agama yang mati karena tidak mampu menjawab kebutuhan masyarakat.

Penulis: Dr Zuly Qadir
Harga: Rp. 45.000,-
Tahun: 2009
Tebal: 366 Halaman
ISBN: 978-602-8479-75-2
*)Peresensi merupakan mahasiswa UMS PBSID 2010. Aktif di PK IMM FKIP UMS Surakarta.