Kemerdekaan, Google dan Sepatu

Gerundelan Ragil Koentjorodjati

Hari ini tampak ada yang istimewa di Google. Jika Anda buka googledotcom, maka tulisan ‘google’ akan membentang serupa bendera merah putih dengan lambang serupa burung garuda di tengah, menggantikan huruf ‘O’. Tampaknya, google turut merayakan peringatan hari kemerdekaan bangsa Indonesia yang ke-68 tahun ini.

sepatu-bekas
gambar diolah dari annida.online

Berkat google, saya jadi tahu tema perayaan kemerdekaan tahun ini. Sebagaimana dipaparkan di situs sekretariat negara, kebetulan tahun ini pemerintah mengangkat tema “Mari Kita Jaga Stabilitas Politik dan Pertumbuhan Ekonomi Kita Guna Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat”. Bagi Google, Indonesia adalah partner yang punya prospek bisnis menggiurkan. Stabilitas politik dan pertumbuhan ekonomi berarti pula keuntungan bagi perusahaan. Rakyat bisa juga membaca seperti itu. Rakyat juga bisa saja membaca tema tersebut sebagai sebuah perintah, ajakan atau bisa juga iklan sosialisasi sesuatu yang disebut sebagai keberhasilan pemerintah mengisi kemerdekaan. Yang jelas, ada argumentasi yang disampaikan pemerintah dalam tema tersebut. Persoalannya, apakah ada cukup alasan untuk menerima argumentasi tersebut.

Sebuah cerita lama,-barangkali banyak dari Anda yang sudah mengetahuinya-, tentang sepatu Bally Bung Hatta. Cerita ini cukup menyedihkan, bagaimana seorang Bung Hatta yang juga seorang wakil presiden yang turut memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, menyimpan guntingan iklan sepatu yang tidak mampu dibelinya. Anda tahu, pada tahun itu, sekitar 1950-an, sepatu Bally adalah salah satu sepatu ‘kelas tinggi’. Namun bagaimanapun, Bally hanyalah sebuah sepatu, tidak akan lebih mahal dari sebuah mercedes dan Bung Hatta “tidak mampu” membelinya. Pertanyaannya: apa yang dikenakan di kaki Bung Hatta waktu itu? Jangan-jangan beliau tidak bersepatu.

Saya tidak hendak mengajak Anda untuk membandingkan sepatu Bung Hatta dengan sepatu para pejabat publik kita, apalagi membandingkan kekayaan Bung Hatta dengan kekayaan para pejabat publik kita. Konon Pak Ali Sadikin pernah membayar tagihan listrik rumah Bung Hatta karena beliau tidak sanggup membayar tagihan listrik. Barangkali akan banyak dari kita di jaman ini yang berpikir: “bodoh” sekali Pak Wapres ini, kesempatan emas dibuang begitu saja. Namun jika kita perhatikan betul, maka Bung Hatta menyimpan kekayaannya di sepatu, tapi bukan berbentuk dollar seperti yang ditangkap KPK, melainkan sebuah contoh manusia yang terus menerus belajar menjadi manusia merdeka.

Anda seharusnya percaya, kemerdekaan seseorang dapat dilihat dari apa yang dikenakan di kakinya. Seorang petani yang membajak sawah menjadi tidak merdeka sebagai petani ketika ia terkungkung sepatu di kakinya. Namun ia bisa menjadi petani yang bebas bergerak dengan sepatu boot ketika membuka lahan untuk ladang baru. Seekor kera dapat bebas bergelantungan di pohon tanpa harus mengenakan sepatu di kakinya tetapi pejabat publik menjadi murah harganya ketika ia tidak mengenakan sepatu di kakinya.

Pepatah jawa mengatakan: Ajining diri dumunung ana ing lati, ajining raga dumunung ana ing busana. Pepatah ini semacam pesan, rasa hormat dan patuh orang lain kepada Anda tergantung pada bagaimana ucapan dan perbuatan Anda. Pada tingkat paling dasar, orang menaruh hormat pada apa yang kelihatan, semacam baju dan sepatu yang dikenakan. Maka harga diri Anda tampaknya tergantung pada bagaimana penampilan fisik Anda. Untuk itu orang kemudian bersolek menghias diri, memilih berbagai sandal dan sepatu sebagai simbol-simbol kepribadian Anda. Anda berharap orang lain mengenali jati diri Anda dari apa yang Anda kenakan. Jika orang percaya pada apa yang dikenakan seseorang, maka orang tersebut akan mencoba mendengar kata-kata Anda. Rasa hormat kemudian muncul dari penghormatan terhadap kata-kata yang dapat “dipegang”. Dan perbuatan adalah pakaian bagi tubuh rohani Anda.

Maka ibarat topi, sepatu Bally dapat dikatakan sebagai mahkota yang dikenakan di kaki, pakaian bagi tubuh yang kasat mata.  Jika wapres dapat dianalogikan sebagai seorang wakil raja, maka sudah sepatutnya ia  menggenakan mahkota di kepalanya, namun Bung Hatta rela menjadi wakil raja tanpa mahkota. Dan Bung Hatta tidak menjual kemerdekaannya untuk sebuah sepatu Bally. Ada yang lebih penting dari sekedar sebuah sepatu yang ia kenakan, yaitu sepatu yang sebaiknya dikenakan bagi rakyatnya. Ia tidak berhenti pada pikiran bagaimana menggunakan kemerdekaannya untuk memerdekakan orang lain, namun juga mewujudkannya dalam perbuatan. Maka Ia adalah contoh manusia yang merdeka sejak dari pikiran hingga perbuatannya, kemerdekaan yang membantunya menjadi manusia jujur dan sederhana. Ia tidak berhenti pada tingkat fisik (kasat mata), tetapi lebih pada pencapaian pembebasan dari keinginan-keinginan duniawi. Lalu bagaimana dengan pejabat kita di jaman ini? Jawaban Anda menentukan pemahaman tema “Mari Kita Jaga Stabilitas Politik dan Pertumbuhan Ekonomi Kita Guna Meningkatkan Kesejahteraan Rakyat”, sebagai cara memerdekakan rakyat atau malah menguatkan sepatu-sepatu kekuasaan yang menindas rakyat.

Beri Tanggapan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s