Puisi Dianna Firefly

[1]
Mungkin di keheningan ini, aku bisa mendengar suaramu.
Yang tak ada pada nyata.
Yang begitu sulit menembus masa,
Ketika aku hidup untuk mencintaimu.
[2]
Dan sunyi bersetubuh dengan angin, merajam jiwaku. Desaunya mengantar berita, kamu sudah tak ada. Jadi percuma aku berkelana, mencarimu di lorong-lorong khayalku. Memang sudah tiada, pagi di mana aku bisa suguhkan kopi manis untukmu. Memang sudah tiada, senja yang kurancang untuk melihat wajah tuamu berkilauan di bawah cahaya. Memang tak akan pernah ada, malam di mana aku bisa mendoakanmu.
[3]
Karena seorang anak akan mencari sepi di mana ia bisa mengenang kedua orang tuanya. Namun kau memang tak pernah ada, ketika sepi, bahkan seramai apa pun hidupku.
Senyap.
[4]
Karena memang selalu ada waktu bagi jiwa untuk merindukan seseorang yang tak pernah ada saat aku membuka mata. Mungkin dia ada, di masa lalu yang paling suram, yang semua orang ingin meniadakannya. Tapi jika aku bisa, aku ingin dewasa kala itu juga, agar aku bisa memilah mana yang baik dan jahat. Melihatmu untuk mengerti posisimu. Mendengarmu untuk memahami kondisimu. Memelukmu meski sekali saja dalam hidupku. Namun kini aku terlanjur tahu segala yang buruk tentangmu. Bagaimana mungkin aku bisa mencintaimu?
April 2012
*) Untuk saudara-saudaraku di jalanan, anak-anak yang ditinggalkan; kita.
Penulis: Dianna Firefly, berusia dua puluh tahun namun terkadang merasa telah hidup ratusan tahun lamanya. Tentu usia seperti itu tidak terbukti karena usia twitternya saja baru dua tahun. Twitter? Intinya mau promosi, jangan lupa follow @DiannaFirefly ya.