Cerita Rikardus Miku Beding

Saat semua orang terlelap tidur dalam dekapan dinginnya malam, baik di pantai maupun di rumah, aku dan saudaraku, Anderas Soge, harus bangun meneguk segelas kopi dan sebatang rokok koli sembari aku sibuk menyiapkan perlengkapan untuk berlayar di tengah lautan pagi ini. Ibuku Khatarina Kneo Tapoona sibuk menyiapkan bekal. Sebelum berangkat, kami sempatkan diri untuk melihat foto dinding almarhum Baba Benediktus H. Beding sambil mengucap dan berdoa selalu,“Bapa jaga grie kame liko lapak kame di kre kme.” Ada sebuah semburan semangat yang kami dapatkan setelah melakukan itu, karena semangat kerja almarhum tak kan pernah dilupakan.
Kebahagiaan yang kami dapatkan setelah pulang melaut bukanlah banyak tidaknya hasil laut yang kami dapatkan. Tapi… rasa bahagia itu muncul manakala dari kejauhan kami sudah melihat wajah seorang ibu yang menyambut kami dengan senyum manis dan manja untuk menyambut kami. Semangat almarhum (BH), semangat kami, semakin terpatri dalam hati. Kami bertambah bahagia saat kami dan ibu berjibaku memilih ikan untuk dijual. Aku bahagia dan bangga sekali memiliki sesosok ibu yang sabar dan penyayang. Berkali-kali ucapan syukur aku panjatkan kepada Tuhan yang telah memberi aku seorang ibu yang sangat peduli pada anak-anaknya
“Senyum, ekspresi manusia untuk mengungkapkan suka maupun duka. Namun senyum yang satu ini saya katakan lebih super dari kata Mario Teguh.”