Gerundelan Soe Tjen Marching

Sekulerisme dalam Negara secara umum dikenal sebagai sistem pemerintahan yang memisahkan agama dari politik dan kenegaraan. Inilah yang menakutkan bagi beberapa orang: bila tidak ada lagi agama yang dipegang oleh penguasa, apa yang akan mengarahkan nurani mereka?
Agama adalah untuk membuat manusia lebih manusiawi, demi kebaikan, sebuah pegangan untuk moralitas manusia. Namun, agama di tangan para pejabat telah terbukti disalahgunakan untuk semakin membohongi rakyat. Begitu pula di Indonesia. Kekerasan atas nama agama masih berlanjut. Pertempuran antar agama dibiarkan, terkadang dengan membela agama mayoritas, untuk memperoleh kepopuleran.
Pemerintah telah menggunakannya untuk ajang adu domba. Justru karena keyakinan bahwa apa saja yang menyangkut agama itu benar dan selalu baik, kebanyakan masyarakat buta. Agama bisa menjadi vitamin atau racun, tergantung dari siapa yang menyandangnya.
Dan sekali lagi, kecurigaan bahwa sekulerisme hanyalah pengaruh Barat? Mahatma Gandhi, seorang Hindu yang taat beribadah, telah mengenali muslihat agama dalam politik. Justru dengan sekulerisme, dia melawan dominasi Negara Inggris (yang dikenal sebagai “Barat” oleh kebanyakan orang).
Ia tahu, betapa mudahnya agama bisa dijadikan bulu-bulu domba bagi para serigala politik. Ucapnya: “Simpanlah agama untuk kehidupan pribadimu. Kita sudah cukup menderita dengan campur tangan agama atau Gereja di bawah pemerintahan Inggris. Sebuah masyarakat, yang kehidupan agamanya tergantung pada Negara, sungguhlah tidak layak mempunyai agama. . .”
bagus …………!
SukaSuka
sangat bagus, bisa mendapatkan sesuatu yang baru. tapi aku tidak suka soal politik.
SukaSuka
Soe Tjen Marching lagi… Kenapa penulis ini begitu benci terhadap agama??? Dan Blog RetakanKata terus-menerus menerbitkan tulisan seperti ini. Saya khawatir akan timbul image bahwa blog ini memang bermaksud menyebarluaskan semangat anti-agama. Semoga saja tidak! Mengapa kita tidak membicarakan soal seni-budaya saja di blog ini? Kalau sudah menyangkut agama menjadi tidak nyaman lagi. Pemilik blog juga tidak pernah menanggapi komentar saya.
Piece….
SukaSuka
Mas Rahadi yang baik, terima kasih atas perhatian dan komentarnya. Dan kalau tidak salah, ini komentar pertama anda di blog ini. Kalau Mas Rahadi merasa apa yang ditulis di blog ini kurang imbang proporsinya, Mas bisa kirim artikel untuk menyanggah, ataupun berbagi agar lebih berimbang. kami kira itu lebih baik untuk perkembangan pengetahuan kita bersama. Salam.
SukaSuka
Terimakasih RetakanKata atas perhatiannya. Ketika pertama membaca posting mengenai Soe Tjen Marching di blog ini saya terdorong untuk berkomentar. Tapi saat membaca posting berikutnya dengan nada yg sama saya malah jadi bete. Saya tidak membenci orangnya, hanya menyayangkan tulisannya yg kontroversial. Maaf saya tidak akan mengirim artikel utk menyanggah, yg akan menambah panjang perdebatan yg tidak bermanfaat. Saya menyukai blog ini karena saya menyukai sastra, posting-posting lain tentang sastra dan kebudayaan bagus-bagus semua kok (jempol deh!)
Sekali lagi terimakasih, semoga blog RetakanKata makin jaya. Amin.
SukaSuka
ada kalanya sastra pun harus berimbang dengan pengetahuan lain..ya, tulisan ini misalnya,,,kontradiksi yang dihadirkan Soe Tjen Marching akan menuntut kita untuk lebih -open mind- berpikir divergen,,,,
SukaSuka
saya sngat tidk setuju jika dikatakan bahwa agama cukup disimpan untuk diri pribadi, agama ini di trunkan bukan hnya untuk mngatur hbungan antra manusia dngan tuhannya, tpi juga untuk mngatur hubungan antra mnsia. Tidak kah kita terlalu egois ingin menikmati sendiri nikmatnya berada dalam agama ini?
sya tidak bisa membayangkan bagaiman negeri ini jika tak lagi berpegang pada agama, bahkan berpegangpun negeri ini masih kacau. bukan krena agama yang salah tapi kitalah yang tidak sepenuhnya mengambil aturan agama. kita masih berlndaskan pada asas manfaat berdasarkan pemikiran kita msing-masing. aturan agama *(tuhan) terlalu terlalu sempurna di bandingkan aturan manusia.
SukaSuka