Ini
Kuriaskan asap dari tepian bibirku
yang landai
yang tersundut dan beruam, dan
yang seperti berdebu
—sebab kita telah sejauh setan-malaikat
(2013)
Tadi
Kilat datang dari arah barat daya
Langit tak nampak
Mendung menyembunyikannya
Entah sengaja, entah tak. Dan kecipak
air masuk ke kupingku. Mengalir,
mengalirlah
Pelan
mungkin dengan kepastian
segores di selatan menjingga
Tapi disini hujan belum jua reda
Darimana datang hujan turun
hingga tak ada waktu bagi kita berteduh?
Adakah sakit kala ia bertemu
tekel, atap genting, beton, kap mobil?
Atau apakah tanah telah
menangkap ia dengan cemerlang
maka ia jatuh ke bumi dengan ceria?
Aku tahu, aku tahu ini bukan waktu
yang tepat untuk berkata mesra. Tapi satu-dua
burung gereja pelan-pelan
meloncat-loncat di atas trotoar
Sebentar lagi terang, tapi mungkin tak ada pelangi
(2013)
Biru
Masih saja kusempat-sempatkan mataku menyapa cahaya
dalam mimpi, di pagi yang terlalu terang
ketika kau telah hadir dan merengkuhku:
“Darimana saja kau, Kawan, wajahmu melebihi biru langit?”
(2013)
Perburuan
Tak akan ada yang selamat
Engkau akan tersentak habis,
teriris,
dan segera menjadi tamat
Tubuhmu akan terbentur pucuk aspal
atau matahari yang mengepal
Engkau pun bertungkus lumus,
tubuhmu terpelanting
mengalunkan melodi rock dan blues
dengan nyaring
Tak matamu kuasa menatap lagi
meski sekali
Engkau mati—barangkali berulang kali
sepi pergi
tanpa mendekapmu
sebab tubuhmu telah jatuh dan bisu
Tubuhmu akan tak selamat
dari kiamat,
selama mataku kupejamkan
(2013)
Alra Ramadhan lahir di Kulon Progo, DIY, pada 9 Maret 1993. Saat ini menempuh perkuliahan di Jurusan Teknik Elektro Universitas Brawijaya, Malang. Lebih lanjut, penulis dapat diakrabi lewat Twitter: @alravox