Puisi John Kuan

Selembar ini ada rintik hujan Chaplin,
bau mentol, amat sejuk, agaknya musim gugur.
Dua orang duduk berhadapan di kiri, sisanya
dibiarkan kelabu keluar hingga jauh.
Ada ranting sehabis menggugurkan daun-daunya
entah di mana, masuk berkecambah sunyi di sisi atas.
Sebuah meja pendek tegar di antara mereka, menjaga
poci dan cangkir teh tetap berasap, sentuh ranting sentuh awan.
Dia sedang meraba rambutnya, ujung jari menyentuh keringat
dan wangi melati akar rambut, menyusuri helai-helai hitam kilap
berhenti di lekuk leher giok putih. Air mendidih, dunia selembar kabut.
Di seberang meja dia sedang menyeruput hidup, ada aroma teh
ada senyum dikulum sekian tahun, ada harum tertinggal di akar lidah
untuk peristiwa selanjutnya agaknya hambar, atau semacam manis
berayun di antara ada dan tiada, bagai sepotong awan melayang
keluar dunia sejengkal, mungkin tidak lebih dari dua tiga helai
daun kering terapung atau mengendap di dalam cangkir.
keren abis
SukaSuka