Puisi-puisi Ahmad Yulden Erwin #2

AJISAKA
Bapak moyang saya seperti ayat
Dicatat pagi jadi sesayat mata mayat
Menatap kosong angkasa, kemukus

Melintas sekejap, saya tersadar
Sebentar pikiran saya akan berkisar
Pada sebelas bintang rasi dan arah angin

Jadi pedoman para pelaut pemburu paus
‘Lemparkan mata tombak itu, cepat!’
Tapi saya ganti lihat kilasan yang lain

Sebelum pecah perang paling keji
Tanpa musuh, cuma virus buatan berbiak
Menyantap habis neuron di otak

Dalam ruang kemudi pesawat antariksa
Terakhir saya tatap stratosfer planet biru
Saya mesti pergi menuju pusat paling sunyi

Ke inti Bima Sakti, menyingkap teka-teki
Sejarah 200.000 tahun para dewa bintang
Pembiak bibit genetik para pemburu binatang

Sebelum seorang perawi pelan terhisak
Mencatat laung kisah peradaban yang hilang
Pada tabula berkilat darah di ujung duri landak

Bandarlampung, 20 Mei 2013

THE NEW LEMURIA

Jalan-jalannya  terbuat  dari wangi bunga.

Setiap orang bebas  memilih  harumnya,

dan  tak ada  orang  akan  bilang: ‘Dusta!’

 

Gedung-gedungnya beratap tawa canda.

Seluruh  terminal,  stasiun,  dan  bandara

dibangun  dari  tepung kerang-suka-cita.

 

Setiap rumah semata  pintu yang  terbuka.

Jendelanya  sepoi  angin  di daun angsana.

Halamannya  tak  lain  jiwa-jiwa  merdeka.

 

Warganya  bebas  memilih kertas atau palu

sesuka mereka. Tak ada tuan atau hamba.

Di sana senyum tulus adalah bahasa utama.

Para bocah selalu berbinar saat membaca,

tapi hati mereka bebas  bermain di angkasa,

melayang bersama kakatua dan elang raja.

 

Kebahagiaan adalah hukum pertama. Musik,

tarian, dan pantun  itulah  samadi mereka.

Misteri adalah  cahaya lilin beraneka warna.

 

Kini,  aku  tak  mungkin pulang ke kotaku,

karena mimpinya tengah berlayar ke hatimu.

Beri Tanggapan

Isikan data di bawah atau klik salah satu ikon untuk log in:

Logo WordPress.com

You are commenting using your WordPress.com account. Logout /  Ubah )

Foto Facebook

You are commenting using your Facebook account. Logout /  Ubah )

Connecting to %s