Puisi Ragil Koentjorodjati
lama menunggumu
terantuk kantuk dan, sesekali ragu
di manakah tuan, pemilik ladang anggur ini?
Aku iri menatap mereka,
Orang-orang sederhana yang bekerja dengan cinta
membelai tanah, menyiang gersang
Larut dalam tetes-tetes tahun yang mungkin tak kan berkesudahan,
menaruh harap, biji-biji mungil -selemah bayi di mandi darah hari pertama-
gemulai menari di rimba benalu dan onak duri,
Aku cemburu pada ladangmu
Sejak menit tertua benih tertumpah di mulut rahimmu,
romansa malamnya menggema tanpa jeda,
menjelmakan Ibu kandung rohani bagi petani.
Sehati-hati menyebut namamu di ujung hari,
-takut tangan kotor dan kasar menggores halus imaji-
Amarahku padamu menjadi-jadi,
Meledak seledak ledak cinta tanpa jawab
ketika engkau -yang berdiri semegah bidadari-
terlalu mahal untuk kubenci.
Engkaulah guci -lukisan ketakberdayaanku- yang melahirkan sari anggur terbaik dari ladangmu,
memperkosa kesadaranku di setiap teguk yang ingin selalu kuulangi,
berkali-kali.
Wahai engkau, kekasih hati,
dengar tanyaku: mungkinkah mencintai sesuatu yang tak pernah dimengerti?
Aku menunggumu,
lama menunggumu
di amuk badai mabuk anggurmu.
buih Juni 2011