RetakanKata – Maria Wiedyaningsih, perempuan kelahiran Purwokerto 1 Desember 1977 ini suka menulis cerpen anak-anak. Banyak belajar menulis dari karya-karya Lena D, penulis yang karyanya sering dimuat di sebuah majalah anak-anak. Sekarang, sedang belajar menulis apa saja. Dari tulisan beberapa karakter yang harus muat di twitter, sampai novel yang nyaris semuanya tidak selamat sampai bab pertama. Meskipun sudah terlalu uzur, sangat menyukai Harry Potter dan Detektif Conan. Selain itu suka membaca apa saja yang menarik hatinya. Novel yang sampai sekarang masih berkesan untuknya adalah A Walk to Remember, karya Nicholas Sparks. Celotehannya bisa dilihat di http://www.mariawiedyaningsih.com. Saat profil ini ditulis, blog tersebut nyaris tidak ada apa-apanya, tapi semoga di masa depan bisa makin memberi makna. Punya akun facebook sama seperti namanya, dan sampai saat ini belum pernah menulis status apapun di akun tersebut.“Buat saya, sebuah lomba menulis adalah sebuah tempat bernama keberanian, sekaligus tempat yang memberi kebanggaan. Sayangnya, tempat tersebut selalu berada di seberang jurang. Perlu membangun sebuah jembatan, naik balon udara, meniti tali, apapun agar bisa sampai ke sana.
Ketika mengetahui RetakanKata mengadakan lomba menulis cerpen, yang pertama terlintas dalam pikiran, tentu saja, saya harus ikut. Namun sudah banyak sekali saat di mana saya sudah begitu banyak belajar, namun akhirnya terhenti karena kehilangan keberanian. Jangan-jangan, kali itu juga.
Dengan banyak keragu-ragu dalam pikiran, saya mulai mencari-cari ide. Namun akhirnya, tidak menemukan satu ide baru yang menurut saya cukup layak. Saya lirik ide-ide lama. Cerpen-cerpen malang saya yang hanya punya setengah nyawa, bahkan sepersepuluhnya saja.
Hari Ketika Seorang Penyihir Menjadi Naga mulai saya tulis sekitar setengah tahun lalu. Sepertinya cerpen tersebut merupakan cerpen (untuk pembaca dewasa) saya yang ke-20. Atau ke-30? Entahlah. Sebab hanya kurang dari sepuluh cerpen saja yang selamat mencapai kata terakhir. Cerpen lainnya bahkan hanya berupa beberapa baris pertama saja. Hari Ketika Seorang Penyihir Menjadi Naga cukup beruntung karena nyaris selesai.
Saya selesaikan cerpen tersebut. Lalu menyuntingnya terburu-buru saat jam-jam terakhir sebelum tenggat. Dan akhirnya, saya kirim, seingat saya, di menit terakhir tenggat waktu. Saya ingin naik balon udara, menikmati proses menuju tempat tujuan. Namun sekali lagi, saya harus meniti tali. Tapi mungkin, pergi ke tempat tujuan kita dengan meniti tali menarik juga, meskipun menegangkan.
Terima kasih RetakanKata, untuk perjalanan menarik ini.”
Maria Wiedyaningsih