Arsip Tag: twitter

Agama yang Sempurna: Adakah?

Oleh Ulil Abshar Abdalla

agama agama
gambar diunduh dari hr2012_wordpressdotcom
Istilah “agama yang sempurna” banyak dipakai oleh aktivis Muslim akhir-akhir ini. Istilah ini erat kaitannya dengan konsep Islam kaffah. Ide “agama sempurna” ini populer di kalangan aktivis Muslim yang sering disebut dengan kalangan tarbiyah. Gampangnya, PKS-lah. Aktivis tarbiyah punya teori tentang Islam sebagai agama yang sempurna. Istilah yang kerap dipakai: Islam kamil dan syamil. Istilah “Islam kamil dan syamil” maksudnya: Islam sebagai agama yang sempurna dan menyeluruh (komprehensif).
Sumber ide “Islam kaffah” dan “Islam kamil” itu, kalau dilacak, sebetulnya berasal dari ideology-ideologi Ikhwanul Muslimin. Kedua ide itu merupakan batu bata yang membentuk ideologi politik Islamisme yang dibangun oleh Ikhwanul Muslimin di Mesir. Dengan ideologi Islamisme, aktivis Ikhwan hendak mengatakan bahwa Islam adalah ideologi yang sempurna. Bagi aktivis Ikhwanul, ideologi Islamisme adalah cara yang dianggap “cespleng” untuk menandingi kapitalisme dan komunisme. Salah satu perumus penting ideologi Islamisme adalah Sayyid Qutb, ideolog Ikhwanul yang dihukum gantung oleh Presiden Nasser. Ingat, saat ideologi Islamisme dirumuskan pada 50-an dan 60-an, sedang berkecamuk persaingan antara kapitalisme+komunisme. Jadi, ideologi Islamisme memang dirumuskan dalam konteks yang spesifik: era ketika dunia masih menyaksikan persaingan ideologi.
“Islam kaffah” dan “Islam kamil” dengan demikian adalah istilah ideologis. Bagian dari ideologi Islamisme Ikhwan. Sekarang kedua istilah itu sudah banyak mempengaruhi kalangan di luar Ikhwan, terutama di kalangan aktivis Muslim perkotaan. Kalau anda bergaul dengan kalangan pesantren NU, istilah Islam kaffah dan Islam kamil kurang begitu popular.
Sekarang, perkenankan saya memberikan tinjauan kritis atas konsep “Islam kamil” yang merupakan ideologi Ikhwan itu. Saya akan mulai dengan pertanyaan pembuka: Apakah ada agama yang sempurna? Jawabannya: Tentu saja ada. Lalu, agama apa yang sempurna itu? Jawabannya: Semua agama, sempurna.
Anda heran? Berikut ini penjelasannya. Apa sih sebetulnya yang dimaksud dengan “sempurna” dalam kata “agama yang sempurna”? Apakah sempurna maksudnya hebat, super? Bukan. Sempurna dalam istilah “agama sempurna” maksudnya bukan hebat, super, perfect, unggul . Yang dimaksud dengan “sempurna” adalah agama bersangkutan memenuhi dua kebutuhan pokok setiap umat beragama. Yaitu kebutuhan kosmologis dan etis.
Kebutuhan kosmologis menyangkut pertanyaan dasar tentangg asal dan tujuan hidup. Kebutuhan kosmologis menyangkut apa yang oleh orang Jawa disebut dengan falsafah “sangkan paraning urip”. “Sangkan paraning urip” maksudnya: dari mana kehidupan ini berasal, dan ke mana arah serta ujungnya. Kebutuhan etis maksudnya adalah norma yang mengatur tingkah laku manusia dalam mengarungi hidup sehari-hari.
Agama harus bisa menjawab kedua kebutuhan manusia itu: kebutuhan kosmologis dan kebutuhan etis. Kebutuhan kosmologis biasanya dijawab oleh agama dengan doktrin, doxa, atau, dalam istilah Islam, aqidah. Kebutuhan etis dijawab oleh agama dengan norma etis yang menuntun kehidupan manusia sehari-hari. Semacam kompas moral.
Semua agama mencoba memuaskan dua kebutuhan pokok dalam beragama itu. Tentu dengan cara yang berbeda-beda. Semua agama saya anggap sempurna karena mereka memenuhi dua kebutuhan dasar tadi. Semua agama, tanpa kecuali. Sekarang, mari kita periksa, apa yang dimaksud dengan Islam kamil atau Islam sebagai agama sempurna dalam konsepsi aktivis tarbiyah itu.
Sebagaimana saya katakan sebelumnya, istilah “Islam kamil” bukan sekedar ide biasa, tapi bagian dari ideologi politik. Dalam pandangan aktivis tarbiyah, Islam kamil berarti: Islam yang sempurna, komprehensif, mengatur segala hal. Saya sudah tunjukkan bahwa gagasan tentang Islam yang mengatur semua hal itu tak benar. Yang benar adalah Islam mengatur sebagian perkara saja dalam kehidupan. Bukan semuanya. Dasar yang kerap dipakai untuk mendukung ide tentang Islam kamil adalah ayat 5:3 (Al-Maidah: 3). Mari kita periksa ayat itu.
Bunyi ayat 5:3 itu adalah:

Al-yauma akmaltu lakum dinakum wa atmamtu ‘alaikum ni’mati wa radlitu lakum al-Islama dina.

Artinya:

Hari ini, Aku (Tuhan) sempurnakan bagimu agamamu, dan Aku lengkapkan ni’matKu untukmu, dan Aku rela Islam sebagai agamamu.

Dari kata “akmaltu” (=Aku sempurnakan) dalam ayat 5:3 tadi, muncullah istilah “Islam kamil”. Islam yang sempurna. Mari kita lihat pendapat penafsir Islam klasik tentang makna “menyempurnakan” dalam ayat tadi. Apa yang disempurnakan?
Saya akan ambil Tafsir Tabari sebagai rujukan. Apa kata Imam Tabari tentang kata “menyempurnakan” (akmaltu) dalam ayat tadi. Ada dua pendapat. Yang pertama: Yang dimaksud adalah menyempurnakan hukum-hukum (syariat) tentang halal dan haram. Pendapat kedua: Yang dimaksud adalah kembalinya tanah suci Mekah ke tangan umat Islam sehingga mereka bisa menunaikan haji. Imam Tabari memilih pendapat kedua sebagai pendapat yang lebih kuat ketimbang yang pertama.
Saya mendukung pendapat beliau. Ayat 5:3 turun di Arafah saat Nabi melaksanakan haji yang terakhir sebelum wafat. Jadi, ayat tadi disebut sebagai ayat terakhir. Setelah hijrah ke Madinah, Nabi tak bisa menengok kembali tanah airnya Mekah atau melaksanakan haji di sana. Bertahun-tahun, umat Islam zaman Nabi tak bisa melaksanakan haji. Sehingga mereka belum sempurna menunaikan agamanya. Setelah menanti 10 tahun, akhirnya Nabi bisa menaklukkan kota Mekah dan bisa menyelenggarakan haji bersama sahabatnya. Di tengah-tengah melaksanakan haji itulah, turun ayat 5:3. Melihat konteks ini, pendapat Imam Tabari sangat masuk akal. Jadi, ayat 5:3 tadi tidak berbicara tentang Islam sebagai agama yang sempurna, tapi tentang kembalinya Mekah ke tangan umat Islam. Dengan kembalinya Mekah ke tangan umat Islam, maka sempurnalah keber-agamaan mereka, karena bisa melaksanakan haji. Sekali lagi, yang dimaksud sempurna dalam ayat tadi adalah: Mekah kembali ke tangan umat Islam.
Menjadikan ayat 5:3 sebagai dalil untuk mendukung ideologi “Islam kamil dan syamil” jelas tak tepat, atau bahkan keliru. Bagaimana kalau kita ikuti pendapat pertama yang mengatakan bahwa yang disempurnakan adalah hukum halal+haram? Oke, kita ikuti pendapat pertama. Apakah pendapat itu akan mendukung gagasan Islam kamil ala aktivis tarbiyah? Tidak juga!
Sebelum bergerak jauh, saya akan sebutkan keberatan Imam Tabari terhadap pendapat pertama tadi. Menarik. Kata Imam Tabari, pendapat pertama tadi tak masuk akal. Sebab setelah ayat tadi, masih ada ayat hukum lain yang turun kepada Nabi. Jadi, kata Imam Tabari, tidak betul bahwa seluruh hukum halal+haram sempurna dan tuntas dengan turunnya ayat 5:3 tadi. Kata Imam Tabari lagi: setelah ayat 5:3 tadi, masih ada ayat lain tentang hukum kewarisan yang turun kepada Nabi, yaitu 4:176. Artinya: saat ayat 5:3 turun kepada Nabi, hukum syariat belum sempurna, sebab masih ada ayat hukum lain yang turun setelah itu. Dengan demikian, menurut Imam Tabari, pendapat pertama tentang apa yang dimaksud “menyempurnakan” dalam ayat 5:3 tak kuat dasarnya.
Saya akan tambahkan alasan lain selain yang sudah disebut oleh Imam Tabari, untuk menyanggah argumen pendapat pertama. Jika kita tes dengan sejarah, sama sekali tak benar bahwa hukum syariat sudah sempurna dengan turunnya ayat 5:3 itu. Banyak hal belum diatur dalam hukum syariat. Misalnya soal tata kelola pemerintahan, antara lain soal suksesi kekuasaan. Karena itulah terjadi cekcok yang nyaris berujung bentrok fisik antar sahabat sepeninggal Nabi, tentang siapa yang akan jadi penguasa. Gara-gara cekcok soal siapa yang jadi penguasa setelah Nabi itu, jenazah beliau terlantar hingga tiga hari, tak dimakamkan. Jika benar hukum syariat sempurna, seperti diklaim aktivis tarbiyah, mestinya ada hukum soal suksesi kepemimpinan. Jika benar ada hukum soal suksesi kepemimpinan yang jelas, mestinya sahabat tak cekcok sengit. Bayangkan, tiga hari jenazah Nabi ditelantarkan sahabat gara-gara perdebatan soal “Pilmam” (Pilihan Imam). Fakta ini menunjukkan bahwa tak benar klaim aktivis-aktivis tarbiyah dan kaum Islamis mengenai hukum Islam yang sempurna.
Sebagai penutup pembahasan, saya akan kemukakan beberapa hal lain berkenaan dengan ide agama sempurna atau Islam kamil. Seperti saya katakan di awal, saya tak menolak adanya agama yang sempurna. Saya katakan: Semua agama adalah sempurna. Sebuah agama bisa dikatakan sempurna karena memenuhi dua kebutuhan/pertanyaan pokok manusia: kosmologis dan etis.
Jika yang dimaksud “agama sempurna” adalah agama tersebut memuat jawaban atas semua masalah, menurut saya tak ada. Seperti saya katakan dalam kultwit sebelumnya: agama tak mengatur semua hal dalam hidup. Hanya sebagian saja. Karena itu, agama juga tak akan menjawab semua masalah. Hanya sebagian masalah saja yang dijawab agama.
Islam juga demikian: Dia tak menjawab semua masalah dalam kehidupan. Hanya sebagian masalah saja. Masalah-masalah yang esensial. Masalah esensial berkenaan dengan dua pertanyaan pokok: kosmologis dan etis. Hanya dua itu yang relevan dijawab oleh Islam. Selebihnya, Tuhan menyerahkan kepada akal manusia untuk mencari jawaban atas masalah-masalah yang mereka hadapi. Agama hanya memberikan dasar-dasar etis umum saja. Tapi solusi atas suatu masalah manusia harus dikembangkan sendiri oleh mereka.
Demikianlah, istilah “Islam kamil” seperti dipahami aktivis tarbiyah itu sama sekali kurang tepat. Bahkan ayat 5:3 yang sering dikutip kalangan tarbiyah itu pun, tak mendukung ide “Islam kamil” versi mereka. Bagi saya, kesempurnaan Islam itu sama dengan kesempurnaan agama-agama lain: Yakni sempurna dari segi nilai-nilai dasarnya saja. Bagaimana nilai-nilai dasar itu diterapkan dalam konteks yang spesifik, Islam tak memberikan jawaban detil. Jadi kesempurnaan Islam atau agama adalah kesempurnaan sebagai jalan hidup. Bukan sebagai ideologi politik, ekonomi, dsb.

Sekian. In uridu illal ishlah wa ma taufiqi illa bil-Lah

Langit Tua yang Kita Bunuh dengan Sebilah Dahaga

Puisi Diana Firefly

Sepi itukah kamu?
Seusai gema raya semesta membuai mata, telinga dan celana.
Aku gigil ngilu.
Terbelenggu bahu membatu.

Luka itukah kamu?
Seusai kutelanjangi sebuah dada dengan air mata.
Lecut bekas bibirmu.
Kamu tergugu, aku termangu.
Kamu membisu, aku sudah beku.
Di kamar nomor enamsembilan, kita sama memunggungi nyata.
Lalu lihatlah, langit tua yang kita bunuh dengan sebilah dahaga.

di tepi langit malam
Gambar diunduh dari bp.blogspot.com

Penulis: Dianna Firefly, berusia dua puluh tahun namun terkadang merasa telah hidup ratusan tahun lamanya. Tentu usia seperti itu tidak terbukti karena usia twitternya saja baru dua tahun. Twitter? Intinya mau promosi, jangan lupa follow @DiannaFirefly ya.